Episode 12

55 13 10
                                    

"Tatap matanya, lihat seberapa dalam dia menahan rasa. Perhatikan geraknya, rasakan seberapa sering dia simpan luka. Terakhir, dengarkan dia, masihkah ingin menyalahkan takdir atas segala karunia-Nya?"

***

Usai merapikan buku, Indira membuka laci. Dia melihat selembar uang kertas di sana. Senyum bahagia timbul, cukup puas dengan usaha. Hasil dari bekerja hari ini, dia berikan kepada ibu. Awalnya dia memberikan semua, tetapi sebagian Sarah kembalikan. Indira bersyukur, dia bisa membantu ibunya barang sedikit.

Jam sudah menunjukkan pukul 21.25. Indira belum juga mengantuk. Perutnya berbunyi, tanda kalau minta diisi. Dia berbalik, akan bertanya kepada Sarah makanan apa yang bisa dimakan malam-malam begini. Ketika melihat ranjang, sudah ada Sarah yang terlelap. Pasti ibunya sangat lelah, sehingga Indira tidak tega membangunkan.

Gadis berambut panjang itu beranjak. Menuju dapur kecil yang ada di rumah kecil ini. Dia membuka lemari, hanya ditemukan telur dan mi rebus. Indira mengambil mi rebus, menyisakan dua buah telur yang mungkin akan digunakan untuk sarapan besok. Setelah itu, dia menyiapkan air untuk direbus.

Sepuluh menit sudah dihabiskan Indira untuk memasak mi. Karena sudah sangat lapar, dia langsung makan mi tersebut. Sesekali matanya melirik ke arah ponsel yang terus berkedip karena pesan juga tak berhenti masuk. Indira yakin seratus persen kalau itu dari grup kelas.

Namun, apa peduli? Dia tidak pernah membalas atau membuka obrolan di grup tersebut. Kalau diizinkan tidak bergabung di situ, Indira memilih keluar. Ya, dia hanya bergabung karena sebagian informasi dibagikan melalui grup kelas tersebut. Itu pun hanya grup yang ada wali kelas, grup Out of Topic Indira enggan bergabung.

Setelah selesai makan, Indira membuka ponselnya. Dia membuka aplikasi bertukar pesan, kemudian melihat apa yang tengah dibicarakan di grup itu. Ternyata tidak begitu penting, hanya teman-teman yang bertanya kepada wali kelas, kemudian dibalas candaan oleh yang lain. Indira ingin keluar dari aplikasi itu, tetapi ada dua pesan yang membuatnya mengernyit.

"Dari mana dia tau nomor gue?" tanya Indira pelan, setelah membaca satu pesan dari nomor yang belum disimpan di kontak. Ah, memangnya siapa yang Indira simpan? Hanya nomor guru dan ketua kelas, selebihnya tidak ada.

0821 3347 ××××
Selamat malam, In. Gue Keynand, cuma mau bilang: Jangan lupa istirahat, besok sekolah.

Begitulah pesan yang membuat Indira bertanya-tanya. Tidak mau menjawab terlebih dahulu, Indira beralih ke pesan lain yang juga dari nomor tak dikenal. Pesan berada di bawah Keynand.

0822 5768 ××××
Sore ....
Sorry, gue save nomor lo tanpa izin. Tapi, gue cuma pengin lebih dekat sama lo. Gapapa, ya?
Gue pikir, lo udah tau siapa gue.

Indira tersenyum kecut. Ternyata Ona masih saja ingin berteman dengan dirinya. Dia kadang bertanya: Apa, sih, yang membuat Ona sangat ingin berteman dengannya? Indira tahu kalau Ona baik, tetapi ... lingkungan Ona orang-orang berada. Apakah Ona tulus ingin berteman? Indira ragu. Dia tidak ingin mendapat teman palsu.

Ditambah dengan kalimat-kalimat tidak mengenakkan dari Pak Marva, Indira rasa lebih baik jika dia tidak dekat dengan Ona. Hidupnya tidak akan tenang kalau tidak menuruti apa kata Pak Marva.

Mengabaikan pesan Ona, Indira memilih membaca ulang pesan dari Keynand. Yang satu ini juga menjadi pertimbangan bagi Indira. Tidak mungkin kalau Keynand bukan orang berada, tetapi ... orang tua Keynand tidak ada yang bersikap seperti Pak Marva sejauh ini. Itu yang membuat Indira mencoba membuka tempat untuk Keynand yang katanya ingin berteman. Kalau ternyata orang tua Keynand sama saja ... ya, Indira dengan sangat siap akan meninggalkan Keynand. Dia sadar, kok.

Tabula Rasa (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang