"Aku menemukan sesuatu yang sudah lama hilang dalam hidup ini. Pertemanan yang lumrah terjadi dalam fase kehidupan. Semuanya berkat kamu, Key. Kamu yang dengan sukarela menjadi teman dari seorang Indira."
-Indira.***
Hari ini Indira pulang dengan suasana hati yang cukup baik. Selain dari kepuasannya dalam mengerjakan ujian Fisika tadi, dia juga senang akhirnya dalam fase kehidupan di bumi ini dirinya kembali merasakan tak sendiri. Kembali merasakan bagaimana berinteraksi dengan seorang teman.
Sesekali senyuman terlukis di wajahnya sambil mencuci piring di dapur keluarga Pak Marva. Benar-benar tak disangka, bahwa seorang Keynand bisa menjadi temannya. Semakin ke sini gadis itu bisa merasakan bahwa Keynand cukup seru untuk dijadikan teman.
Sebenarnya Indira ikut terpikir mengenai kedekatannya dengan Ona kemarin ketika mengerjakan kerja kelompok. Ona yang notabenenya adalah anak dari majikan, sangat baik untuk ukuran sikap kepada anak pembantu seperti dia. Jika saja Pak Marva tidak selalu membatasi ruang gerak dirinya, mungkin Indira akan dengan senang hati karena Ona begitu antusias untuk menjadi temannya. Namun, sekali lagi, dia tak ingin menambah kerumitan dalam hidup dengan menyalahi aturan-aturan dari Pak Marva. Hidupnya dan ibu sudah cukup pelik, 'kan?
Ah, iya. Indira hampir melupakan soal tes beasiswa yang diperketat. Jewel High School memang sekolah yang begitu terkenal akan otak serta uang. Mungkin ini yang membuat pihak sekolah begitu ingin menyeleksi siswa-siswa yang menerima beasiswa. Mana mungkin mereka akan mengeluarkan beasiswa untuk siswa yang tidak sepadan dengan uang dan fasilitas yang disediakan, 'kan?
Menarik napas panjang, akhirnya mulai terpikirkan di otak gadis itu mengenai rencananya untuk lebih meningkatkan belajar. Dia tak ingin kehilangan beasiswa ini, kalau sampai dia kehilangan mau dapat uang dari mana biaya sekolahnya di Jewel? Juga jika harus pindah sekolah, dari mana uang yang harus ibu dapatkan untuk mengurus kepindahan, buku, seragam sekolah baru? Tidak. Beasiswa ini harus tetap jadi miliknya!
"Semangat, In!" serunya pada diri sendiri sambil meletakkan piring ke rak piring yang tersedia.
Begitu selesai, dia akan menemui ibu menanyakan apa lagi pekerjaan yang bisa dibantunya dan jika telah selesai maka dia akan mulai belajar untuk persiapan tes beasiswa.
Langkahnya menyusuri belakang rumah besar Pak Marva menuju rumah kecil yang ditumpanginya. Namun, belum sampai di rumah Indira mendengar samar-samar suara sang ibu.
Sempat menoleh kiri dan kanan Indira mencari sumber suara itu.
Ditajamkannya pendengaran, itu memang suara ibunya yang tengah berbincang dengan seseorang.
Perlahan, akhirnya langkah menuntun Indira untuk menemukan sumber suara itu.Rupanya begitu sampai di dekat jemuran baju dia baru menemukan sosok ibunya yang membelakangi.
Di hadapan Sarah berdirilah Pak Marva. Indira hanya melihat dari kejauhan, tetapi cukup jelas untuk mengenali siapa saja orang yang ada di sana.
"Saya sudah berkali-kali ingatkan anak kamu. Dia perlu paham jarak dan batas antara dia dan putri majikanya." Itu suara Pak Marva.
"Baik, Pak. Saya minta maaf, nanti akan saya ingatkan kembali Indira." Sarah menjawab sambil menunduk.
"Sarah, saya tidak mau tau apa pun alasan mereka. Yang saya tahu, saya tidak suka anak kamu tidak ada batas dengan anak saya. Apa saya kurang baik sudah membiarkan kalian tinggal di sini? Istri saya pun sudah meminjamkan uang untuk melunasi hutang suamimu, 'kan? Apa perlu anak saya ikut dimanfaatkan pula dengan anakmu?" Lagi-lagi itu suara Pak Marva yang sudah pasti terdengar mengintimidasi.
Dari kejauhan Indira bisa mendengar jelas semuanya. Dia benar-benar tak habis pikir mengapa tak ada hentinya pria itu mengintimidasi keluarganya.
![](https://img.wattpad.com/cover/257888941-288-k719472.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tabula Rasa (TAMAT)
Teen FictionManis tak selamanya manis, pahit pun sama. Terang tak selamanya benderang, gelap pun sama, tak selamanya gulita. Suatu hubungan yang terjadi dalam sebuah kehidupan, di dalamnya tidak mungkin hanya ada kata harmonis. Pasti ada suatu persoalan yang me...