Aneh. Itulah yang dapat Indira definisikan dari perasaannya saat ini. Apa mungkin dia sudah begitu menyukai lelaki yang bernama Keynand itu?
Begitu melihat sosok Ona yang tampak begitu siaga di samping Keynand, membuat Indira tersenyum kecut. Dia dibandingkan dengan Ona memanglah sangat jauh berbeda dan wajar saja jika Keynand lebih menyukai Ona.
Indira menghela napas berat di depan toilet setelah memberikan pesanan Keynand tadi kepada Rani. Bagaimana mungkin dia tetap membiarkan perasaan ini untuk Keynand? Harusnya dari awal tidak pernah terpikir untuk berteman dengan lelaki itu.
Namun, terlepas dari semua itu ada yang lebih mengganggu pikiran Indira. Keadaan Keynand yang tampak lebih memburuk dari sebelumnya. Apa mungkin masih ada harapan untuk Keynand? Di saat seperti ini, saat mungkin Keynand sudah membencinya karena kejadian tempo hari Indira justru semakin takut. Takut waktu yang semestinya tak banyak untuk melihat atau bersama pria itu akan terbuang dengan sia-sia.
Di tengah pikirannya yang kalang kabut Indira disadarkan dengan keberadaan Rani yang tiba-tiba sudah di sampingnya.
“Kayaknya orang yang tadi sakitnya bukan sakit biasa, deh,” ujarnya dan membuat Indira mengalihkan tatapan kepada Rani.
“Dia masih di sini?” tanya Indira.
“Barusan aja pingsan terus dibawa sama ceweknya dan supir ke rumah sakit kayaknya.”
Jawaban Rani dilengkapi kata 'ceweknya' membuat Indira semakin kecut.
Usai mengatakan itu Rani langsung saja masuk ke dalam bilik toilet meninggalkan Indira yang masih terpaku. Masih berpikir ingin menyusul Keynand agar tahu bagaimana keadaan pria itu, tapi lagi-lagi dikalahkan dengan rasa tak pantas serta keyakinan bahwa Keynand pasti tak ingin ada dirinya.
***
Hari demi hari berganti. Di Jewel High School dia kembali menjadi Indira yang dulu. Tak punya teman bahkan hanya untuk mengobrol, tak ada aktivitas lain kecuali membaca, tak ada tempat yang didatangi kecuali perpustakaan.
Keynand yang pernah Indira lihat di restoran bagaikan manusia yang sekarat kini sudah tampak lebih baik. Sudah kembali bersekolah dan tetap menjadi Keynand seperti sebelumnya. Punya banyak teman, riang, selalu terlihat cool, senyum manisnya juga masih tetap sama.
Indira tersenyum bila tak sengaja melihat pria itu dari jauh. Kebersamaan mereka yang singkat itu kembali terputar dalam ingatan.
Meski saat ini mereka sudah kembali seperti sebelumnya yang tak saling mengenal, tegur sapa. Indira merasa bersyukur masih Tuhan izinkan untuk menatap pria itu dari jauh. Indira bersyukur Keynand masih diberi kekuatan untuk melawan penyakitnya.
Tidak apa. Ini lebih dari cukup untuk Indira. Dia sangat paham betul bahwa sedari awal tak akan mungkin untuk dia bisa bersama manusia bernama Keynand itu. Jadi, bisa melihat Keynand seperti ini saja sudah sebuah kebaikan untuknya. Dia tidak akan meminta lebih. Walau terkadang tetap saja ada sesuatu di dalam dirinya yang menuntut agar menemui pria itu. Menjelaskan semuanya.
Namun, tidak Indira lakukan. Bila diturutinya maka itu akan lebih menyulitkan lagi untuk gadis itu. Lagi pula, Keynand semakin hari terlihat semakin dekat dengan Ona. Ona jauh lebih baik dari dirinya.
Ah, mengenai Ona. Gadis itu tampaknya benar-benar tersinggung atas kejadian waktu itu. Dia tak sama sekali berupaya untuk menegur Indira bahkan hanya sepatah kata. Baik di rumah maupun di sekolah. Posisinya dan ibu semakin aman. Pak Marva tak lagi mengancam. Indira yakin keputusannya waktu itu sudah benar.
Bicara soal kejadian waktu itu. Penghuni Jewel High School seolah menjadi manusia yang serentak terkena amnesia. Jika beberapa hari setelah kejadian itu Indira banyak mendapatkan caci maki, tidak untuk seminggu setelahnya. Mereka mendadak melupakan itu, bahkan Melisa dan Sandra tak sama sekali mendatanginya lagi. Rupanya Indira kembali menjadi hantu di sekolah ini. Ada, tetapi tak pernah terlihat.
Baru saja Indira keluar dari perpustakaan dia melihat dari arah kiri Keynand tengah berjalan menuju lapangan basket. Entah mendapat keberanian dari mana, Indira mengikuti langkah pria itu. Mungkin dia ... merindukan Keynand.
Sambil terus melangkah dan menjaga jarak agar Keynand tak menyadari keberadaannya, Indira menampilkan senyum di wajah. Dari belakang saja Keynand tetap terlihat memukau.
Saat langkah Keynand mendadak berhenti membuat Indira gelagapan dan menghentikan langkahnya pula. Tubuh Keynand berbalik, degup jantung Indira berpacu.
Indira bisa melihat dengan jelas wajah pria itu. Perlahan Keynand berjalan menuju arahnya dan sudah pasti ini membuat debaran jantung Indira begitu hebat. Mata mereka bertemu.
Tak ingin terlihat aneh Indira pun melangkah sehingga kini mereka berjalan berlawanan arah. Meski dengan perasaan yang begitu deg-degan Indira menampilkan wajah tenang yang dimilikinya. Dia tidak boleh terlihat gugup, 'kan?
Mata mereka terus beradu. Seolah tengah berbicara menggunakan bahasa kalbu. Jarak semakin ditepis dan menyisakan beberapa langkah saja. Tepat ketika itu Indira mengalihkan pandangan. Dia menatap lurus ke depan sambil terus melangkah.
Meski dalam bayangannya dia dan Keynand akan bertemu di satu titik kemudian menyapa atau hanya bertatap, nyatanya tidaklah demikian. Mereka melewati titik pertemuan dalam bayangan itu. Sekilas begitu tubuh Indira melewati Keynand dapat gadis itu cium aroma parfum pria itu.
Entah, mereka sudah terlewat sejauh apa yang pasti Indira kembali tersenyum. Dalam hitungan detik dia kembali bisa merasakan bagaimana bila berada di dekat pria itu.
***
Sampai di rumah Indira hanya sempat berganti pakaian lalu berniat untuk membantu ibu, tetapi tak terlaksana karena sudah tertidur lebih dulu di lantai dekat meja bukunya.
Sarah masuk ke dalam lalu terpaku begitu melihat sang putri tengah tertidur dengan kaki yang lurus dan tubuh menempel di dinding. Kepala Indira terlihat sedikit miring ke samping.
Ada beribu batu yang menghantam Sarah begitu melihat putri semata wayangnya itu. Betapa bersalahnya dia sebagai orang tua yang tak pernah memberi kelonggaran untuk hidup Indira.
Sarah bergerak menghampiri Indira dan membangunkannya. “In, tidur yang benar nanti leher kamu sakit.”
Indira mengedipkan mata berkali-kali mencari kesadaran. “Ya ampun, Indira malah ketiduran.” Terdengar helaan napas dari gadis itu.
“Sana tidur yang benar, jangan duduk gitu.” Sarah kembali memperingati.
“Enggak, Bu. Indira bentar lagi mau ke kafe.” Indira menggeleng.
“Maafin Ibu, ya, In.”
“Ibu. Kenapa mesti minta maaf? Indira enggak suka Ibu terus-terusan minta maaf gini.” Indira menatap ibunya dengan senyum sebagai pertanda bahwa sungguh dia tidak apa. Dia baik-baik saja.
“Kamu udah enggak betah banget, 'kan, di sini?” Tiba-tiba saja Sarah berbicara demikian.
Indira cukup lama terdiam.
“Ibu usahain bulan depan kita cari kontrakan, ya?”
Indira kembali menatap ibunya tak percaya. Bagaimana mungkin, bukankah mereka masih terikat hutang dengan keluarga Pak Marva?
“Bu, jangan dipaksa. Indira enggak pa-pa.” Indira merasa tak enak hati terus membebani sang Ibu.
Sarah hanya tersenyum sambil mengusap rambut Indira.
***
Kembali pada hari di mana rutinitas sekolah terjadi. Beberapa hari yang dilaluinya tetap sama. Tak ada yang berubah. Jewel High School lebih tampak membosankan dari sebelum dia bertemu Keynand.
Sudah dua hari terhitung Indira tidak melihat Keynand. Dia yang biasa selalu ditakdirakan untuk melihat pria itu meski sekilas, justru dua hari ini tak sama sekali melihatnya.
Indira tidak tahu mengapa dia tidak pernah bisa lepas dari bayang pria itu. Dia terus saja berharap ketika berganti hari dapat melihat Keynand sekilas. Di mana pria itu saat ini?
Meski terus dicoba untuk tak peduli atas keberadaan pria itu, tetap saja Indira tidak tenang. Apa mungkin terjadi sesuatu pada Keynand?
Langkahnya terus menyusuri koridor menuju perpustakaan dan tiba-tiba Ona muncul di hadapannya.
Indira sontak diam melihat gadis itu berdiri di depannya. Ditunggunya beberapa menit agar Ona lebih dulu bicara, tetapi pada nyatanya gadis itu sama seperti dia. Diam.
“Lo enggak penasaran tentang keadaan Keynand?” Ona akhirnya berbicara begitu Indira mulai melangkah untuk meninggalkan gadis itu.
Indira kembali menghentikan langkah. Hatinya seolah bergemuruh hanya mendengar nama itu. Indira tidak membalik arah untuk bertanya lebih lanjut, dia tetap diam di posisinya yang sudah selangkah lebih depan dari Ona.
“Gue enggak ngerti kenapa kalian bersikap sama-sama egois. Bahkan di saat-saat terakhir hidup dia.”
Perkataan Ona lagi-lagi semacam batu yang menghantam hatinya. Perlahan tubuh Indira bergetar. Dia tahu yang dimaksud Ona berkaitan dengan hilangnya Keynand dari pandangannya beberapa hari. Dia tahu Keynand berada di kehidupan yang beriringan dengan kematian. Dia tahu bukan hanya dua hari, seminggu atau sebulan pria itu akan lenyap dari pandangannya. Melainkan ... selamanya.***
Yuk, tebak berapa episode lagi Tabula Rasa tamat! 😉
Jangan lupa tinggalin jejak, terima kasih^^
With luv,
maeskapisme & NunikFitaloka
KAMU SEDANG MEMBACA
Tabula Rasa (TAMAT)
JugendliteraturManis tak selamanya manis, pahit pun sama. Terang tak selamanya benderang, gelap pun sama, tak selamanya gulita. Suatu hubungan yang terjadi dalam sebuah kehidupan, di dalamnya tidak mungkin hanya ada kata harmonis. Pasti ada suatu persoalan yang me...