Episode 13

51 11 9
                                        

"Bersamamu semua baik-baik saja. Tanpamu segalanya mungkin aku tak bisa."

***

Sudah beberapa menit mereka berdua berada di kantin ini. Tak sedikit mata yang terang-terangan melirik mereka bahkan bisik-bisikan siswa yang terdengar jelas yang mempertanyakan kedekatan keduanya.

Namun, hal itu tidak membuat Indira pusing. Dia cenderung menutup telinga dan seolah tak tahu apa pun. Ada hal yang lebih menarik perhatiannya.

Di hadapannya Keynand masih memakan satu per satu irisan buah apel, semangka serta melon menggunakan garpu.

"Eum. Gue boleh nanya?" Akhirnya Indira buka sura.

Keynand tentu saja mendongak untuk menatap gadis yang baru saja bicara. "Selama masih gratis, ya, boleh-boleh aja, sih," jawabnya disertai air muka khas yang selalu santai.

"Sebenarnya lo kenapa? Maksud gue lo sakit?" tanya Indira, tetapi kali ini lebih sedikit hati-hati.

"Yes. Akhirnya lo memperhatikan gue." Keynand terkekeh sambil menaik-naikkan alisnya.

Indira lantas menghela napas, lalu melanjutkan siomainya kembali. Dia tidak masalah jika pria itu tak ingin menjawab, tetapi dituding memperhatikan membuat Indira sedikit canggung meski memang begitu nyatanya.

Bukan masalah apa, Indira hanya merasa Keynand agak berbeda dari teman-temannya. Seperti makanan khusus yang diberikan Mbok Yuna, kemarin meringis dan langsung dilarikan teman-temannya. Lalu, tadi sikap Anand yang menitipkan Keynand seperti begitu menghawatirkan lelaki ini.

"Lo sebenarnya beneran mau tau, enggak, sih?" Keynand yang justru bertanya saat ini ketika melihat Indira tak seantusias tadi.

"Kalau lo keberatan enggak dijawab juga enggak apa." Gadis itu menjawab seadanya.

Keynand menaruh garpu di piring, kemudian berbicara, "Gue mengidap gagal ginjal kronis atau CKD."

Begitu mendengar penuturan Keynand Indira langsung menghentikan pergerakan tangannya yang menyendok siomai. Gadis itu beralih menatap Keynand, mencari kesungguhan dari manik mata pria itu. Indira pikir dia tidak mungkin bercanda untuk hal seserius ini, 'kan? Akan tetapi, dia begitu tampak santai.

"Itu yang menyebabkan gue enggak bisa terlalu bebas dalam makan, terutama yang tinggi protein. Enggak boleh capek, kadang-kadang kumat kayak kemarin, terus jadwal cuci darah juga selalu menanti dalam setiap minggu," jelas Keynand.

Indira mengubah raut wajahnya menjadi simpati. Dirinya memang tidak tahu apa yang dirasakan Keynand, tetapi setidaknya dia berusaha mengerti bahwa kehidupan lelaki ini tidak sesempurna yang dibayangkan.

Keynand tersenyum memperhatikan ekspresi Indira sedari dia mengatakan penyakitnya tadi. Dia paham betul mungkin gadis itu kini tengah mengasihani dirinya. Ya, dia memang begitu tampak menyedihkan.

"Lo jadi kasihan sama gue?" tanya Keynand. Seketika membuat Indira mengedipkan mata, lalu mengubah sedikit duduknya.

"Enggak ... bu-bukan gitu. Gue cuma ...."

"Enggak apa juga kalau kasihan. Dengan begitu lo enggak akan galak-galak lagi sama gue. Ya, 'kan?" Keynand menyela ucapan Indira.

"Dasar. Gue nggak kasihan sama lo. Lo harus tau satu hal, Key," ucap Indira.

"Apa?" Keynand memajukan wajahnya sedikit lebih dekat dengan Indira.

Mata mereka beradu, tetapi Indira tidak memutuskan kontak mata tersebut. Dia justru balik menatap laki-laki di hadapannya ini. "Lo pasti sembuh." Indira melanjutkan ucapannya.

Tabula Rasa (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang