Episode 11

53 13 1
                                    

"Sudah kututup semua celah yang tersisa, tetapi kembali tersingit ketika keberadaanmu yang semula asing berubah menjadi kekhawatiran. Khawatir untuk hati sekaligus ragaku."
-Indira

***

Perkataan Keynand mengenai keadaannya ternyata tak bisa dipercaya. Terbukti saat ini segerombolan siswa laki-laki yang baru saja datang dari pintu kantin membawa Keynand keluar dari kantin. Indira tidak tahu laki-laki itu dibawa ke mana, tetapi dia baru menyadari bahwa ada sesuatu yang lain. Mengapa dia menghawatirkan pria itu?

Sementara ditinggalkan dengan segerombolan siswa laki-laki itu Indira memilih untuk kembali ke kelas. Diperjalanan, dia bertemu dengan Ona, dan sudah pasti gadis itu akan menghambat langkahnya.

“Kenapa?” tanya Indira, bahkan sebelum Ona membuka suara.

“Tau aja gue mau ngomong.” Ona terkekeh.

Indira menghela napas sembari memutar bola mata dengan malas.

“Eum. Gue boleh tanya, enggak?” Ona tampak berpikir sebelum bicara.

“Bukannya lo selalu ngomong tanpa persetujuan orang lain?” Indira mengangkat alisnya sebelah sembari tersenyum miring.

“Ish. Ini gue beneran.” Ona mengerucutkan bibirnya merasa bahwa setiap yang dilontarkan Indira begitu menohoknya.

“Kalau enggak penting gue pergi.” Indira sudah bersiap pergi, tetapi perkataan Ona menghentikan pergerakannya.

“Nyokap gue bilang, kalau Bi Sarah kemarin hampir aja diapa-apain orang soal pinjaman uang. Bokap gue tahu kalau nyokap gue nutupin dulu uang yang dipinjam sama ….”

“Lo bisa langsung ke inti?” Indira menyela ucapan Ona.

“Okey. Apa bokap gue ada nekan lo masalah uang itu? Kalau semisalkan iya, lo enggak usah ambil hati. Kata nyokap gue,….”

“Secepatnya akan gue dan ibu lunasi.” Indira kembali menyela ucapan Ona lalu pergi meninggalkan gadis itu.

Sepeninggalan Indira, Ona hanya termangu sambil berpikir apakah ucapannya ada yang salah? Dia hanya berpikir bahwa setidaknya jika dia menyampaikan prihal Indira yang tidak perlu terlalu menghawatirkan ucapan ayahnya dapat membuat gadis itu sedikit lega.

***

Begitu pulang sekolah Indira dengan cepat menemui ibunya. Terlihat Sarah sedang menyetrika setumpuk baju dalam rantang.

“Ibu,” panggil Indira dengan hati-hati.

Sarah menoleh lalu menegakkan setrika, lalu menyabutnya dari colokan listrik. “Kenapa?”

“Ibu pinjam uang sama keluarga Pak Marva?” tanya Indira.

“Pak Marva bicara sesuatu sama kamu, ya?” tebak Sarah.

Indira menghela napas berat. Menatap ibunya dengan perasaan yang begitu berkecamuk. Bukannya lunas dari semua hutang biadab itu, justru dia dan Sarah menutup lubang dengan pinjaman uang dari ibunya Ona.

“Ibu akan cari cara supaya cepat lunas ke Bu Naya,” ucap Sarah seraya menenangkan sang putri.

Ada berjuta kalimat yang tertahan di tenggorokan Indira. Dia tak tega harus menekan ibunya untuk segera melunasi hutang ke ibunya Ona. Semua pun tahu penghasilan wanita paruh baya ini hanya dari gaji pembantu rumah tangga.

Tabula Rasa (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang