18

270 57 51
                                    

Kenapa gak simbiosis mutualisme? Kalian baca cerita, aku dapet vote dan komen. Biar semangat gitu nulisnya😴

"Hana ... Hana! Main yok!"

"Yori bogo, jori bwado alsu eobneun ... Hana ... Hana!" teriak Jisung bernada.

"Stress! Gue kira bocil komplek sebelah.  Ngapain pagi-pagi kesini? Kaga tau aja gue masih ngantuk," omel Hana.

Perempuan itu menatap Jisung dari atas sampai bawah, lelaki itu sudah memakai kaos dan celana training panjang, sedangkan Hana masih menggunakan daster selutut dan memasang muka bantal. Jisung memang satu komplek dengan perempuan itu, tak heran jika lelaki itu sering bersama Hana, tak segan-segan Jisung mengajak Hana untuk jogging di pagi hari.

"Gue baru bangun, Jisung. Lagian jogging itu ntar siang, ini masih jam enam."

"Segoblok-gobloknya aku ya masih paham kalo jogging itu pagi sama sore," bantah Jisung dengan memasang raut kesalnya.

"Gak bisa gue mandi jam segini, ntar lambung gue kambuh," alibinya.

"Gak usus buntu sekalian? Buruan sana raup aja!" perintah Jisung.

"Cuci muka kalik! Yaudah tunggu bentar!"

Sementara Hana sedang bersiap-siap, Jisung mengamati rumah itu sekilas. Sebagai tetangga yang baik, Jisung tidak berani untuk sekedar memegang ataupun menyentuhnya. Matanya tak sengaja menatap sesuatu yang sangat tidak asing, untuk kali ini Jisung memberanikan diri melihat lebih jelas.

"Ini maksudnya apaan coba?"

Lagi-lagi Jisung menemukan hal yang sama seperti milik ayahnya, foto-foto yang waktu itu Jisung tunjukkan pada Jeno dan juga berkas-berkas lain. Tapi, untuk apa Hana menyimpan-nya? Jika milik orang tuanya sangat tidak mungkin diletakkan sembarang tempat. Namun jika Hana, untuk apa dia mengoleksi seperti itu?

"Ayo buruan!"

Hana merebut benda itu dari Jisung dan mengemasinya dengan cepat. Buru-buru Hana kembali ke lantai atas untuk menyimpan berkas-berkas dan juga foto itu.

"Emang buat apaan? Itu juga ada foto Jeno. Jangan bilang kamu jadi heters yang mau santet Jeno? Ngaku kamu!" tuduh Jisung.

"Masih pagi jangan suudzon!" Hana mendorong lelaki itu hingga Jisung keluar dari pekarangan rumahnya.

"Lo mau gak adopsi kucing anakan gue yang putih?" tawar Hana.

"Gak mau, itu hasil perzinaan dengan kucingnya Teh Tari," jawab Jisung.

"Kaga lah, itu anak sama pasangan sah... Kalo yang hitam itu baru sama kucing
Teh Tari," jelasnya.

"Gamau ah, ntar yang ada malah wafat dibuat mainan sama kakak."

Hana hanya bergumam malas, melirik ibu-ibu komplek yang sedang berbelanja sayur. Hana menyipitkan matanya ketika tak sengaja melihat seseorang yang membawa karung, perempuan itu berlari mengejarnya.

"Jogging, Han! Ini bukan balap lari!" Jisung ikut mengejarnya.

Hana menarik lengan lelaki tersebut membuat Jeno menoleh dan menaikkan satu alisnya bingung.

"Jeno! Jangan bilang lo mau mulung? Kalau gak mampu beli makan sini gue beliin!"

"Kamu mau buang anak? Ngapain bawa-bawa karung kaya gitu? Jeno, anak itu harusnya dibesarkan, kamu tau Malika si kedelai hitam? Dia aja dirawat seperti anak sendiri," jelas Jisung membuat Hana menahan diri untuk tidak menendang lelaki itu  

"Ini kosong, Jisung!" sahut Hana kesal.

"Aku ada kepentingan, gak bisa di tawar, udah mutlak." Jeno langsung pergi meninggalkan dua orang yang masih kebingungan itu.

Fake Smile | Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang