2 - 5

2.2K 111 1
                                    

"Bagus, sekarang kau bisa membuat api sendiri."

Di antara semua latihan fisik yang diberikan Macaroni, pria itu juga memberikan Ayaka berbagai ilmu bertahan hidup. Di antaranya cara menyiapkan jebakan untuk memancing ikan, serta cara untuk membuat api unggun untuk membakar ikan hasil tangkapannya.

Buat apa ini semua? Ayaka pernah berniat bertanya. Tapi, ia yang ingat kalau di ronde pertama supply makanan begitu penting tak jadi protes. Apa jadinya kalau misalkan di ronde berikutnya nanti tidak ada makanan siap saji seperti di ronde pertama? Apa jadinya kalau makanan yang disediakan pihak Hiddenview harus ditangkap, diburu dan dimasak sendiri oleh peserta? Kemungkinan itu membuat Ayaka dengan serius memperhatikan segala macam skill bertahan hidup yang diberikan Macaroni. Dan akhirnya, hari ini, setelah percobaan yang entah berapa kali, ia mampu membuat api dengan usahanya sendiri.

Bukan. Tak ada korek. Ia sama sekali tidak memakai alat. Hanya memakai ranting-ranting pohon yang telah dikumpulkan, dan bebatuan. Seperti cara primitif manusia zaman dahulu.

"Sekarang lanjut push up," Ayaka mengangguk siap dan langsung mengambil posisi di atas matras yang ada di halaman belakang. "Dulu waktu pertama kali, kau kuat berapa dalam satu kali set?"

Ayaka mengingat-ingat. Pertama kali? Maksudnya di hari pertama ia latihan ini? "Tujuh, kalau enggak salah."

"Sekarang kau bisa berapa?"

"Dua puluhan dalam satu kali set." Wow. Begitu ditanya barulah Ayaka sadar setelah sebulan lebih, peningkatannya cukup pesat juga. Dari yang awalnya belum sanggup mencapai 10 kali push up dalam satu kali set, sekarang ia mampu melakukan total dua puluhan.

"Minimal dalam satu kali set 50. Kerjakan."

Ayaka ingin merengek, tapi mengetahui gurunya ini Macaroni, mau tak mau Ayaka yang merasa 50 kali dalam satu set itu tidak mungkin pun mencobanya saja. "Nghhh! Nnggh!" Peluh keringat berjatuhan menetes ke matras. Tentu saja Ayaka tidak sanggup. Batasnya masih diangka dua puluhan. Tadi dia hampir menyentuh tiga puluh kali, tapi tangannya keburu gemetar dan ia tidak sanggup bangun lagi.

"Lanjut pull up," tak memberi waktu lama bagi Ayaka yang sekarang terbaring menarik nafas, Macaroni sudah siap berdiri di sebelah tiang pull up. Harus diakui, lelaki itu tersenyum sedikit melihat perkembangan Ayaka yang sekarang sudah berdiri semangat. Jelas Ayaka masih merasa pegal akibat latihan gilanya yang bisa dikatakan non-stop, tapi mungkin karena terbiasa, ia pun jadi tidak banyak mengeluh dan langsung menuruti Macaroni.

"Berapa skor terbaikmu saat pull up?"

"Masih tiga belas."

"Jadikan dua puluh." Lagi dan lagi, Macaroni terus memaksa Ayaka agar bisa melewati batas kemampuan perempuan itu. Kejam. Tak pandang bulu. Tapi terbukti, Ayaka yang awalnya tidak bisa sama sekali pull up sekarang bisa melakukan paling banyak tiga belas kali dalam satu kali set.

"Unyaaahhhh!" Pelipis Ayaka berurat-urat. Ia berhasil melewati skor terbaiknya, dan sekarang dalam usaha untuk mengangkat tubuh yang ke enam belas kalinya. Namun, tangannya sudah gemetaran dan sekarang ia tersendat di tengah-tengah. "Kyah!?" Fakta bahwa sekarang celana dalamnya dipeloroti Macaroni sama sekali tidak membantu. "A- apa yang kau lakukan!?"

Pak! "Memotivasimu," tepuk Macaroni di pantat Ayaka. "Jadikan dua puluh kali, kalau tidak aku akan terus memukul pantatmu." Pak!

"Aaakkkhhhh!" Tepukan Macaroni di pantatnya itu seakan membangkitkan tenaga terpendam Ayaka. Ia pun menemukan kekuatan kembali untuk menarik diri. Cara Macaroni ini sudah tidak biasa. Saat push up saja, lelaki itu pernah menaruh tangan di bawah dada Ayaka dan berkata akan terus meremas bagian itu kalau Ayaka tidak mendorong tubuh ke atas. Mesum memang, tapi entah kenapa itu berhasil, sama seperti sekarang.

HIDDENVIEWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang