4 - 11

1.1K 89 0
                                    

"Itu..."

"Sepertinya karena mereka sudah tereleminasi, makanya sisa satu pesertanya diledakkan pihak Hiddenview." Si jaket merah dan celana motif militer tertegun melihat mayat Gerry dan Terry. Lalu kemudian, mata keduanya terarah ke Ayaka yang masih terduduk menyender di pohon dengan mulut menganga dan tatapan kosong, seakan dirinya tak ada isinya. "Bagaimana dengan dia?"

"Ya bagaimana lagi? Kita bawa dan jadikan sandera." Tak banyak basa-basi, keduanya lantas menghampiri Ayaka yang tak banyak melawan. "Hei kau! Ayo ikut kami!" Ayaka yang diam saja membuat mereka berdua lancar menariknya. Tak ada tali untuk mengikat, akhirnya Ayaka disuruh untuk berjalan di depan namun dengan adanya anak panah yang menodong di belakang, siap dilesatkan kalau Ayaka berniat kabur.

Mereka kemudian berjalan kembali menyusuri hutan, ke arah gua persembunyian Darnell. Tentu saja karena di sana ada rekan anggota Tim 11 lain yang menunggu. Mungkin, setelah mendapatkan Ayaka yang mereka anggap berharga untuk dijadikan sandera, mereka akan pergi mencari markas baru. Atau mungkin bisa saja memakai gua Tim Darnell itu sebagai markas baru mereka, karena memang letaknya yang ada di bawah jurang jadi sedikit tersembunyi dibanding gua-gua lain. Yang jelas, dengan adanya Ayaka yang tertangkap dan mereka jadikan sandera, kalau misalkan ada pihak yang menyerang, baik dari suku pedalaman ataupun Tim Rex, mereka punya sesuatu untuk mengancam mereka.

Tapi, ada keanehan di sosok perempuan yang sedang memakai kaos tahanan berukuran kebesaran itu. Ayaka sama sekali tidak melawan. Bahkan dari tadi diam saja dan selalu menurut disuruh jalan di depan.

"Mmmhhh..." Dan tiba-tiba, Ayaka menggeliat merapatkan paha. Dengan wajah merah dan sambil menghisap bibir, ia berbalik menghadap ke belakang, ke arah dua anggota Tim 11 yang menodongnya dengan anak panah.

"Apa!?" Ucap mereka dengan nada galak mengancam.

"A- anu... Aku ingin... Pipis. Boleh tidak?" Suara Ayaka yang gemetaran, ekspresi memerah serta paha yang merapat membuat kedua anggota Tim 11 yang menatap Ayaka itu langsung menelan ludah. "Sudah... Tidak tahan..."

"I- iya!" Sahut mereka berdua terbata-bata.

Kemudian, tak ada kata terucap Ayaka langsung menyingkap kaos pemberian Darnell sampai ke atas dada lalu menjongkok tepat di tempat dirinya saat ini berdiri. Beberapa saat kemudian, ia pun melakukan hal privasi yang ia maksud barusan. Kedua anggota Tim 11 yang ada di depan Ayaka langsung menganga-nganga. Mereka berdua mengira kalau Ayaka akan mencari tempat di tepi untuk melakukan hal privasi itu, dan mereka akan tetap mengawasinya. Tapi, Ayaka menjongkok dan langsung melakukannya tepat di tengah hutan, di depan mata mereka.

"Mmmhhhh..." Tidak cukup sampai di situ, Ayaka lantas melepas sepenuhnya kaos pemberian Darnell, "Kotor..." Kaos itu memang sudah kotor, terkena darah dari Terry yang meledak. Sambil masih mengejan, Ayaka menaruh kaos tahanan bernoda merah itu di sampingnya, tanpa beban dan tanpa malu sekarang menjongkok tidak memakai apa-apa dan melakukan hal privasi di depan dua orang Tim 11.

"H- hei..."

"A- apa?" Dua orang anggota Tim 11 itu mulai berbisik-bisik.

"Dia... gila?"

"Entahlah. Kau ingat perempuan ini bukan? Dulu kita pernah bertemu dengannya, saat itu dia bukannya sudah berpenampilan seperti suku pedalaman ini?" Rekannya si jaket merah pun mengangguk. "Jangan-jangan dia memang sudah gila dari awal. Lagipula, mana ada orang yang ... tidak beradab seperti ini?"

"Tapi... Dia cantik, bro." Keduanya mengangguk sepakat. Sosok perempuan yang sedang menjongkok tanpa tahu malu di depan mereka itu benar-benar cantik. Walau tidak memakai make up karena berada di pulau terpencil seperti ini, namun kecantikannya tetap terpancar dengan sempurna.

HIDDENVIEWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang