3 - 6

1.4K 88 1
                                    

Persoalan tentang rencana Barbara yang ingin menghancurkan Hiddenview itu dipikirkan Ayaka untuk lain kali. Ia mencoba fokus saja untuk sekarang menyelamatkan dirinya terlebih dahulu. Benar memang. Ia masih terjebak di permainan gila yang mempertaruhkan nyawanya. Ada juga masalah-masalah lain yang harus ia pikirkan terlebih dahulu, seperti nasib Macaroni serta Lasagna dan juga tentang Frisja yang merupakan salah satu peserta di permainan ini. Apa pun, yang paling pertama dan paling nyata di depan mata yang harus ia hadapi adalah tentang ritual penebusan dosa suku Kuwalakami.

Senja telah berlalu dan malam pun tiba. Bulan purnama dengan gagahnya muncul di langit sebagai penguasa, diiringi dengan jutaan bintang-bintang yang menemani.

Ayaka diseret keluar dari kandang babi, dengan kondisi tubuh kotor berlumpur dan apa adanya tanpa tertutup apa pun benar-benar seperti babi sungguhan. Ia kemudian di dudukkan di tengah desa beserta empat penduduk desa lain yang kondisinya tidak jauh berbeda. Para pendosa yang lain, seperti yang dikatakan Barbara.

Semua pendosa termasuk Ayaka menjadi tontonan penduduk desa. Barbara, serta Kasa juga ikut ada di antara penonton. Kasa menghisap bibir tidak tega melihat kondisi Ayaka tapi ia juga tidak bisa melawan seisi desa. Sedangkan sosok Andrew baru saja tiba dan wajahnya sungguh menganga-nganga, kaget dan bertanya-tanya apa yang sudah terjadi? Kenapa Ayaka bisa berada dalam kondisi semengenaskan itu!? Tapi, Andrew yang ingin protes dan berontak ditenangkan Barbara.

Kepala suku, lengkap dengan topeng kepala harimaunya mulai bersuara lantang. Ayaka tidak mengerti apa yang dikatakannya, tapi sepertinya sedang menjelaskan kepada seluruh penduduk desa kalau ritual penebusan dosa malam ini akan dimulai. Suasana pun langsung tegang. Wajah para pendosa di kiri dan kanan Ayaka pucat berkeringat, panik dan ketakutan. Ayaka lantas sedikit merasa beruntung, karena ia tidak mengerti apa yang dikatakan si kepala suku, ia jadi tidak tahu semengerikan apa ritual yang harus ia jalani.

Setelah kepala suku memberikan pepatah kata kepada para penduduk desa tentang ritual penebusan dosa, semangat para penduduk pun membara. Dengan tangan dan kaki yang masih terikat, Ayaka diseret dipaksa berjalan bersama para pendosa lainnya. Mereka semua berjalan ke pintu gerbang di samping desa, di mana mengarah ke sebuah bagian hutan yang lebih gelap dan rimbun. Letak hutan itu ada di lereng dua gunung sehingga rasa-rasanya, kedua gunung itu menjadi pagar yang membatasi.

"A- Ayaka!?" Andrew menjulurkan tangan, ingin menarik Ayaka dari sana dan menyelamatkan perempuan berdarah campuran itu dari keadaannya yang mengenaskan.

"K- Kak ..." Namun, Ayaka tertunduk. Malu. Ia tak punya wajah menghadapi Andrew dengan kondisinya yang hina. Ditambah, dirinya yang diseret oleh pasukan suku Kuwalakami juga tahu kalau ia tidak punya waktu untuk sekedar bertemu dan berbincang dengan Andrew.

Akhirnya, Andrew pun ikut terdiam. Ia hanya pasrah berdiri menatap kepergian Ayaka yang sekarang dibawa keluar desa. Pasrah, dan penuh pengharapan agar Ayaka dapat kembali dengan selamat.

"Tenang. Dia akan bisa melewatinya. Kau sudah melakukan apa yang kusuruh selama tiga hari ini bukan?"

Andrew pun berbalik menatap Barbara. "Iya." Sahut Andrew mengangguk.

"Kalau begitu, kita sudah melakukan segala yang kita bisa dan sekarang tinggal dirinya saja."

Entah. Andrew tidak bisa meyakinkan dirinya seyakin Barbara. Padahal, dia sendiri yang selama tiga hari ini memastikan kelancaran ritual Ayaka untuk hari ini. Selama tiga hari, daripada tidak melakukan apa-apa di desa, Andrew menurut dengan rencana Barbara yang memintanya ke hutan yang saat ini dimasuki Ayaka dan para pendosa lainnya.

Di sana, ia memasang berbagai perangkap dan menempatkan beberapa supply untuk dipakai Ayaka nanti. Curang? Siapa yang peduli dengan hal itu. Andrew hanya ingin Ayaka selamat, dan persetan dengan adat dari suku Kuwalakami ini. Sedangkan Barbara, berpegang teguh dengan rencana besarnya. Mereka berdua sama-sama orang luar, yang tidak peduli dengan adat omong kosong suku pedalaman. Yang diinginkan Barbara hanya satu, yaitu agar Ayaka dapat kembali hidup-hidup dan menjadi Dewi suku pedalaman tempatnya tiga tahun tinggal ini.

HIDDENVIEWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang