4 - 9

1K 79 1
                                    

Kaki Ayaka terasa gemetar, berat menopang dan menggendong Gerry di punggung. Ditambah jalan hutan yang kadang ada batang-batang pohon membuatnya harus hati-hati dalam berjalan. Tapi untungnya, ketika Ayaka menoleh ke belakang, tidak ada sosok yang mengejarnya. Suara tembakan saling membalas juga masih terdengar. Sepertinya, masih belum ada yang sadar kalau dirinya kabur, walau sekarang ia sudah berjalan hampir selama satu jam.

Ayaka sendiri tak menyangka dirinya mampu menggendong bocah itu dan berjalan secepat serta sejauh ini. Ia bahkan merasa belum lelah, dan masih memiliki banyak energi, walau keringat sudah mengucur namun Ayaka sanggup untuk berjalan menggendong Gerry lebih jauh lagi. Yang menjadi masalah adalah Terry, bocah itu kelelahan dan minta duduk beristirahat. Akhirnya, Ayaka pun ikut duduk menepi dan menyender ke pohon.

Mereka tidak punya banyak waktu. Hanya tinggal menunggu kapan Rex sadar mereka sudah kabur, karena itu mereka harus bergegas. Tapi, Ayaka melihat sekeliling dan ia tidak tahu ada di mana. Ia masih berada di bagian utara walau sudah sedikit ke timur. Bagian utara yang merupakan wilayah dari Tim Rex itu memang tidak pernah dijelajahi Ayaka sehingga ia tidak tahu sekarang ada di mana.

"Sungai!" Ayaka ingat kalau markas Tim Will tadi ada di dekat sungai, yang kalau diikuti seharusnya dapat menunjukkan jalan Ayaka ke gua tempat persembunyiannya pertama kali. Kalau sudah di sana, Ayaka tahu jalannya menuju desa Kuwalakami lagi.

"Hei, ayo. Kita tidak punya banyak waktu. Mereka bisa mengejar kita kalau kita berlama-lama di sini," Ayaka menjulurkan tangan ke Gerry yang kemudian menyambutnya sambil mengangguk. Namun, sesaat sebelum Ayaka menggendongnya seseorang datang menyelinap dari belakang Ayaka lalu menodong leher Ayaka dengan sebilah pisau. "Huh!?" Ayaka terkejut terbelalak, dan dalam seketika dirinya berada dalam pelukan kuncian orang tak dikenalnya dari belakang.

Tak berselang lama setelah orang itu datang dan mengunci Ayaka dari belakang, tiga orang lain menampakkan dirinya. Mereka semua berpakaian oranye, dengan tulisan tahanan narapidana di punggungnya. "A- A..." Ayaka gemetaran, tahu siapa yang ia hadapi di depannya ini. Ayaka memang tidak pernah melihat mereka semua, tapi dari penampilan mereka semua sangat jelas kalau mereka ini adalah Tim terakhir yang menampakkan diri, Tim 7! Sialnya, Ayaka yang daritadi terlalu sibuk memperhatikan ke arah Rex, tidak menyadari ada yang menghampirinya!

"Lah? Kalian kan bocah dari Tim 9?" Salah satu anggota tim 7 itu berceletuk.

"Gerry!? Terry!?" Salah satunya yang lain, yang berbadan hitam besar dengan tato tribal dari lengan sampai ke leher terlihat kaget mendapati ada Gerry dan Terry yang sedang terduduk. "Apa yang kalian lakukan di sini?"

"Pamaaaaaan Darnell!" Gerry dan Terry memeluk pria berkulit hitam itu dengan erat, dan Darnell, sosok paling besar dan sangar di antara kawanannya itu juga membalas memeluk kedua bocah itu.

"Dia siapa?" Tanya Darnell tentang Ayaka ke kedua bocah yang sedang memeluk kakinya. Dari tatapannya, Ayaka bisa melihat tatapan curiga, yang sepertinya Darnell menganggap Ayaka hendak menyerang Gerry dan Terry.

"Dia Kakak baik yang menolong kami kabur, Paman!"

"Kabur? Kedua orang tua kalian di mana?" Mendapat pertanyaan itu, seketika raut muka dua bocah itu langsung murung.

"Mereka sudah... Sudah... Tidak ada," jawab Gerry sambil sedikit terisak dan juga meringis menahan luka di kaki.

"Kalau begitu kalian tinggal berdua saja sekarang?" Darnell, meski wajah dan perawakannya besar sangar, namun ekspresinya sungguh iba melihat Gerry dan Terry yang memeluk kakinya itu.

Tatapan pun beralih ke Ayaka yang masih dikunci dan ditodong oleh kawannya. "Siapa kau?" Tanya Darnell.

Setelah menelan ludah dan berhenti berontak sejenak, Ayaka pun membuka mulut. "A- aku... Tim lain yang kabur bersama dua anak ini. Kami disekap oleh aliansi Tim 21 di sana, yang sedang berperang melawan suku pedalaman pulau ini."

HIDDENVIEWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang