NB&AG || Part 47

91.7K 12.2K 154
                                    

[FOLLOW SEBELUM MEMBACA! JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN!]

.
.
.
.
.

H A P P Y  R E A D I N G !

Hari ini, SMA Dermaga digemparkan oleh berita yang terpampang jelas di mading sekolah. Mulai dari mading kelas sepuluh hingga mading kelas dua belas. Terlihat poster larangan pembulian atau bullying serta contoh pembulian dan berita hots yang muncul dari siswa kelas dua belas.

Di semua mading tertera foto dari adik Devon sebagai tersangka yang membuli, dan foto Devon sebagai penyuruh adiknya membuli temannya sendiri. Di kertas folio putih itu tercetak jelas berita penyuruhan Devon yang menggunakan adiknya sebagai alat balas dendamnya.

Tak sedikit siswa dan siswi yang berbisik-bisik membicarakan perilaku tercela Devon. Tak disangka, ketua basket yang banyak dikagumi  tentunya dari kaum hawa itu, sekarang mengecewakan seluruh warga sekolah.

Hingga terdengar suara bariton dari lapangan mengintrupsi seluruh siswa dan siswi.

"MULAI DARI KELAS SEPULUH SAMPAI KELAS DUA BELAS, HARAP BERDIRI DI LAPANGAN, SEKARANG!" seru salah satu guru yang berada di ruang guru. Ia berucap menggunakan mikrofon sehingga suaranya terdengar ke seluruh penjuru sekolah.

"Mampus, lo!" batin Reina yang tersenyum penuh kemenangan yang masih berada di dalam kelasnya.

Flashback On

Hari ini Reina bangun sangat pagi. Terlihat jelas di jam dindingnya, jarum jam panjang menunjuk pada pukul lima pagi.

Senyum smirk-nya tercetak kala merenggangkam ototnya. Hari ini pasti menjadi hari menyenangkan baginya.

Ia bersiap diri untuk sekolah, tak lupa dengan meminum susu hangat yang ia buat sebelum mandi tadi.

Ia bergerak menuju kamar mamanya meninta izin untuk berangkat lebih pagi hari ini.

Reina sengaja tidak menjemput Galang hari ini, karena ia akan memberi suprise untuk Galang.

Sesampainya di sekolah, ia melihat gerbang sekolah yang masih menutup, tetapi terlihat pak satpam yang sudah terduduk rapi di pos-nya.

Ia menghampiri pak satpam tersebut meminta izin untuk dibukakan pintu gerbangnya.

Akhirnya ia dibukakan pintu gerbang dengan alasan ada waktu piket hari ini. Ia pun bergegas memarkirkan mobilnya.

Ia menuju ke mading kelas sepuluh. Sesampainya di sana, ia mengeluarkan selembar kertas dari tasnya. Tak lupa dengan beberapa lembar foto dan selotip. Ia menempelkan beberapa kertas tersebut dengan rapi. Kemudian bergegas menuju ke mading-mading selanjutnya.

Flashback Off

"Mulai hari ini. Saya, Sutarjo Muhaimin. Menyelenggarakan gerakan anti bullying atas nama sekolah! Diharapkan, berita pembulian tidak terdengar lagi di sekolah ini, maupun di luar sekolah! Tegakkan keadilan, jauhi pembulian!" Kepala Sekolah itu pun turun dari atas panggung kecil yang tertera di tengah-tengah lapangan yang luas dan terik ini.

Beberapa guru membawa poster besar dengan tulisan 'HENTIKAN PEMBULIAN, PERERAT PERSAUDARAAN' sekitar enam guru itu berjalan menuju sisi-sisi barisan kelas. Bertujuan untuk memperlihatkan poster di tangannya kepada seluruh siswa dan siswinya.

"Dengan ini, saya akhiri. Wassalamualaikum," ucap Kepala Sekolah mengakhiri pembicaraannya.

Seluruh siswa dan siswi berhamburan menuju kelasnya masing-masing.

Berbeda dengan Reina. Ia masih betah memandang Galang dari kejauhan. Ia tersenyum senang. Kemenangan di tangannya.

"Lo bebas, Lang," batin Reina tersenyum.

***

"Itu semua bohong, Pak!" Devon menyangkal pernyataan dari Pak Sutarjo, selaku Kepala Sekolah di SMA Dermaga.

"Saya mendapat laporan, yang menyatakan kamu, telah membuli Galang, teman seangkatanmu. Dan tidak hanya sekali, benar?" pernyataan Pak Sutarjo membuat Devon Bungkam tak berdaya. Memang yang dikatakan benar semua, ia tak bisa menyangkal ini.

"Dengan ini, saya menyatakan bahwa kamu saya keluarkan dari sekolah," putus sang Kepala Sekolah.

"Pak, Pak! jangan dong, Pak! Kasih saya kesempatan satu kali lagi," pinta Devon dengan raut wajah yang menyedihkan. Tapi, dibalik itu semua ia memendam rasa kesal dan marahnya pada Galang.

"Tidak bisa. Keputusan saya sudah bulat!" ucapnya kemudian memberikan sebuah surat dengan balutan amplop yang tertutup rapi.

Devon menerimanya dengan hati yang tak senang.

Pak Sutarjo kembali ke ruangannya.

Sedangkan Devon ia berlari tergesa-gesa menuju kelas Galang. Ia akan meluapkan amarahnya saat ini juga. Buat apa dipendam? Toh, dirinya juga akan pergi dari sekolah ini. Tidak ada yang perlu ia takutkan lagi.

***

Galang yang berkutat dengan bukunya itu pun terlonjak kaget ketika seorang cowok menggebrak mejanya keras dengan tatapan penuh kebencian. Tanpa sepatah kata cowok itu pun memukul rahang Galang. Pergulatan panas itu berlangsung hingga membuat orang di sekitarnya memekik takut. Bukan pergulatan. Lebih tepat satu cowok yang menghantam seseorang tanpa diberi balasan dari sang korban.

Devon. Cowok itu melayangkan pukulannya tanpa henti.

"GALANG!" teriakan Reina membuat pukulan Devon terhenti.

"Gila ya, lo!" Reina berteriak pada Devon seraya membantu Galang untuk bangun.

"Udah salah! Gak mau ngaku lagi!" sungut Reina penuh emosi.

Kelas Galang kini sudah penuh dengan siswa dan siswi lainnya. Tentu, kejadian tersebut tak kan terlewati oleh mereka.

"Semuanya emang, gue!"

"Mulai dari yang nonjokkin lo di jalan sepi, yang buli lo, yang buat adek lo mati sekalipun, ITU GUE!" ucap Devon berteriak dengan menekankan kata 'itu gue'. Ia lepas kendali ketika mengucapkannya. Tidak ada satu pun kebohongan yang terucap barusan.

Devon meninggalkan kelas Devon dengan deruh nafas yang belum teratur. Suara sorakan dari teman-teman yang lain pun menggema. Ia marah, ia kesal, tapi itu berawal dari ulahnya sendiri. Berani berulah, harus berani menanggung konsekuensi, kan?

Reina memapah Galang menuju UKS. Luka di wajah Galang cukup parah. Mungkin akan terasa sangat perih ketika diobati.





[JANGAN LUPA VOTE SESUDAH MEMBACA! KOMEN JUGA BOLEH!]

***
TBC!

Nerd Boy & Absurd Girl [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang