NB&AG || Part 49

98K 12.6K 323
                                    

[FOLLOW SEBELUM MEMBACA! JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN!]

.
.
.
.
.

H A P P Y  R E A D I N G !



Hari ini, tepat di hari pertama ujian akhir sekolah yang akan dilaksanakan seluruh siswa dan siswi kelas dua belas SMA Dermaga.

Galang berkutat dengan bukunya. Ia sedang menghafalkan beberapa rumus yang baru saja ia pelajari. Ia termasuk siswa yang pintar. Sangat tidak sulit baginya untuk mengerjakan soal-soal ujian tersebut. Tetapi, ia tetap gigih untuk menghasilkan nilai yang terbaik.

Oxford University adalah Universitas impian mendiang adiknya, Gilang. Bolehkan Galang untuk terakhir kalinya mengabulkan impian adiknya yang belum tercapai itu?

Detik terus berjalan maju. Menit berganti dengan menit. Kini Galang sudah siap mengerjakan ujiannya.

Bel masuk kelas sudah berbunyi.

Galang memejamkan mata dan merapalkan doa dalam hati.

***

Reina dan Raisa sedang berleha-leha di kelasnya. Mereka sangat gabut karena tidak ada pekerjaan yang harus dikerjakan.

“Mentang-mentang, kelas dua belas ujian! Nelantarin kelas sebelas sembarangan!” ucap Raisa sendiri. Tentu, ucapannya itu terdengar sepenjuru kelas. Membuat teman-teman lainnya terkekeh oleh ucapannya.

“Gabut, ya?” Reina bertanya dengan nada menggoda kepada Raisa.

“Buta, Bun?” tanya Raisa balik.

“Iya, buta. Buta setelah ngeliat ketampanan, Galang,”  jawab Reina dengan tatapan berhalu.

“Eh, ngomong-ngomong tentang Galang. Lo ngerasa ada yang disembunyiin gak sih, sama dia?” tanya Reina pada Raisa.

Raisa menoyor kepala Raisa. Membuat sang empunya mengaduh kesakitan. “Lo tolol apa bego?” Raisa kesal mendengar pertanyaan Reina.

“YANG PUNYA PACAR SIAPA BAMBANG? NGAPAIN LO NANYAINNYA KE GUE!” teriak Raisa di depan muka Reina.

“Jangan berisik, Rai! Kelas dua belas ujian tolel!” celetuk ketua kelas bernama Ryan itu. Telinganya malas mendengar teriakan Raisa. Ia senang memanggil Raisa dengan sebutan ‘Rai’ yang berarti wajah jika di artikan dalam bahasa jawa. Ryan memang asli orang jawa. Logatnya kadang pun masih terbawa dari daerah aslinya.

“Bawel lo, anjrot!” tukas Reina. Ia beranjak dari duduknya menggeret Raisa yang duduk di atas meja. Mereka berdua berjalan menuju toilet.

***

“Main gitar, yuk!” ajak Kevin yang merangkul bahu Raisa.

“Yuk!” Raisa mengangguk semangat. Ia memang gemar sekali sekarang bermain gitar. Semenjak ia berpacaran dengan Kevin, kemampuannya memainkan gitar semakin bagus. Ia juga sedang mempelajari piano.

Tanpa sepatah kata ia melenggang pergi. Reina yang melihat kepergian Raisa pun menggeleng-gelengkan kepalanya heran. Raisa seperti tak mempunya dosa, meninggalkan Reina sendirian. Tanpa pamit pula.

Ia beranjak dari duduknya. Ia berjalan ke stand yang menjual tempe crispy, kemudian ke ibu-ibu penjual es teh. Memang sekarang ia berada di kantin. Tetapi, ia belum memesan apapun karena menunggu kehadiran Galang. Sedangkan Raisa sudah memesan sedari tadi.

Reina membawa es teh di tangannya menuju meja yang ia duduki tadi. Ternyata sudah ada Galang yang tersenyum lugu di sana.

“Udah pesen belom?” tanya Reina.

Galang mengangguk, “Udah.”

Reina masih fokus mengaduk-aduk es tehnya. Ia memutar-mutarkan sedotan ke dalam gelas es teh. Ia menatap Galang sekilas.

“Gak ada yang mau lo jelasin? Tentang, Oxford mungkin?” ketus Reina. Ia bertanya dengan satu alis yang dinaikkan.

Jantung Galang seakan berhenti sejenak. Ia berpikir, bagaimana Reina mengetahui soal ini sebelum ia memberitahunya?

“Nanti aku jelasin,” titah Galang.

“Kapan? Lo emang niat ninggalin gue, ya?” tanya Reina tergesa-gesa. Terkesan membentak.

“Gak gitu, Rein,” lirih Galang.

“Terus apa?” tekan Reina. Ia berdiri menatap Galang dari atas. Kemudian pergi tanpa mengucapkan apapun pada Galang.

***

Reina berjalan tergesa-gesa menuju parkiran. Ia enggan mendengarkan teriakan Galang dari belakang.

“Rein!”

“Tunggu, Rein!” teriak Galang yang sembari mengejar Reina. Hingga ia sampai mencekal pergelangan Reina.

“Tunggu dulu, Reina!” Reina yang jengah mendengarkan teriakan Galang pun berhenti. Ia merasa tangannya dicekal oleh Galang. Ia pun membalikkan badannya menatap Galang yang sedang mengatur nafasnya. Terlihat dari dadanya yang naik turun tak beraturan.

“Apa lagi?” tanya Reina malas.

“Ikut aku! Aku jelasin semua ke kamu!”

***

Taman kota. Satu tempat yang lumayan sering Reina kunjungi dengan Galang. Mungkin sudah menjadi tempat favoritnya. Tempat yang sunyi, sepi, banyak hantaran bunga-bunga kering yang berjatuhan, membuat suasana rilex yang tercipta.

“Aku cuma mau ngabulin keinginan gilang.”

“Dengan kuliah di Oxford,” lanjutnya.

Galang berucap dengan nada yang lirih. Ia bingung harus berucap seperti apa. Ia tak ingin Reina kecewa dengannya.

“Harus di Oxford, ya?” tanya Reina lirih. Jujur saja, ia tak ingin berjauhan dengan Galang.

“Iya. gilang pernah bilang ... Dia pengen kuliah di Oxford. Dia pengen jadi Dokter.”

“Kamu pengen, jadi Dokter? Tanya Reina polos.

“Kebetulan, cita-citaku sama kayak, gilang,” jawab Galang seraya memandang lekat bola mata Reina. Terpancar kesedihan dari raut wajah gadisnya itu. Sangat aneh bukan? Gadisnya yang sedang bersedih di hadapannya saat ini.

“Jadi, lo tega ninggalin gue di sini sendirian?”

“Kamu gak sendirian, Rein,” ucap Galang. Ia mengambil tangan Reina dari atas pahanya. Ia menggenggamnya erat.

“Kita cuma jauh dari mata aja, Rein. Tetep deket dari hati, kan?” ucapnya meyakinkan Reina. Sedangkan Reina sudah meneteskan bulir matanya.

Reina mengusap air matanya kasar. “Kok, kayak lirik lagu?










[JANGAN LUPA VOTE SESUDAH MEMBACA! KOMEN JUGA BOLEH!]


***
TBC!

Nerd Boy & Absurd Girl [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang