XXV

102 35 3
                                    

"WHATT?! RAMAA?!" teriak Arsya membuat seisi kelas memandangnya. Begitu juga dengan Avika yang duduk di sebelahnya menyenggol lengan kanan Arsya.

"Lu kenal Sya?" tanyanya yang langsung diangguki Arsya.

"Perhatikan kesini anak-anak."

"Please introduce yourself son," titah Pak Leon kepada seorang murid baru yang berdiri di sampingnya.

"Annyeonghaseyo. Je ireumeun Dae Arama Hyeon imnida. Jeoneun Rama ragohamnida. Jeo neun Korea saramimnida. Jeoneun yeorilgo sarimnida. Je chwi mi neun yeong hwa bogi imnida. Mannaseo bangapseumnida. Kamsahamnida." ucapnya, selepas itu ia bungkukkan tubuhnya sekitar 45 derajat sebagai tanda hormat menurut budaya Korea.

Seisi kelas menatapnya cengo begitupula dengan Pak Leon. Bahasa yang digunakannya bahasa Korea yang sudah pastinya banyak yang tidak mengerti. Selain itu, ia mengucapkannya begitu fasih dan lancar. Membuat seisi kelas menatapnya kagum dengan mata berbinar. Sementara Rama, masih setia menyunggingkan senyum manisnya.

"Apa ada yang paham anak-anak?" tanya Pak Leon memecahkan keheningan.

"Dia bilang, Halo nama saya Dae Arama Hyeon. Orang lain memanggil saya Rama. Saya berasal dari Korea. Saya berumur tujuh belas tahun. Hobi saya adalah menonton film. Senang berjumpa dengan kalian. Terima kasih," jelas Arsya santai.

"Gadis cerdas," sahut Rama.

"Anjir bisa bahasa Indonesia juga ternyata, tau gitu gak usah pake bahasa Korea broo puyeng pala gue dengernya hahaha," protes Raynald, membuat Rama cengegesan.

"Bagaimana kamu bisa berbahasa Indonesia nak?" tanya Pak Leon.

"Saya pernah menetap di Indonesia selama tujuh tahun saat saya kecil dulu pak," jawabnya halus.

Pak Leon memanggut, dan langsung menyuruh Rama untuk duduk. "Oh... yasudah kamu boleh duduk di meja belakang Arsya yang kebetulan kosong."

"Saranghae"

"I love you Ramaaa."

"Salken ganteng!!"

"Duduk samping gue aja, biar Sindy yang pindah."

"Kenapa harus gue anjir?!"

"Rama taken yuu?"

"Ya Tuhan stok cogan dikelas ini semakin bertambah."

"Jadi makin betah."

Suara seisi kelas mulai gaduh kembali, terlebih bagi kaum hawa yang mengagung-ngagungkannya kala Rama berjalan pelan menuju tempat duduk yang ditunjuk pak Leon padanya. Sebagian para kaum hawa terang-terangan menggoda Rama, namun Rama hanya mampu menampilkan senyumnya dan mengganggapnya hanya candaan biasa.

"Kalian ini ya gabisa diem kalo liat yang bening dikit," tegur pak Leon.

"Good looking sekarang lebih utama pak," celetuk Kana.

"Si boncel kalo ngomong gak pernah salah," sahut Daniel, alhasil ia mendapatkan pandangan sinis dari Kana karena memanggilnya dengan sebutan 'boncel'.

"Sudah-sudah gak usah ribut. Kita lanjut kemateri selanjutnya anak-anak," ujar Pak Leon memulai pembelajaran.

*****

Rama menutup buku tulis yang hanya berisi sekitar satu lembar catatan berupa materi yang telah diterangkan Pak Leon tadi, lalu memasukkannya ke dalam tas hitam miliknya. Ia menepuk pelan bahu Arsya yang terduduk di depannya berniat untuk mengajaknya ke kantin bersama.

Love in ChildhoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang