XVIII

154 44 9
                                    

Arsya mengemasi barang barangnya di atas meja lalu memasukannya ke dalam tas slempang miliknya. Bel pulang sekolah sudah berbunyi sekitar sepuluh menit yang lalu. Keadaan kelas pun sudah kosong hanya ada dirinya sendiri. Begitu juga dengan kedua temannya sudah lebih dulu meninggalkannya untuk pulang, berbeda dengan Arsya  yang masih menunggu taksi online, karena ia jarang sekali untuk membawa mobilnya ke sekolah.

Argen memasuki ruang kelasnya berniat untuk mengambil earphone yang tertinggal di kolong meja. Ia baru saja ke ruang pelatih renang untuk membicarakan kesiapannya dalam perlombaan yang akan mendatang. Argen menghampiri Arsya yang sedang sibuk mengemasi barang barangnya. Sementara Arsya tidak menyadari keberadaan Argen yang ada di dekatnya.

Ehemmm

Suara deheman khas pria menyadarkan Arsya membuat ia mendongakkan kepalanya ke arah sumber suara. Sial, sejak kapan Argen ada dihadapannya? Dan why? Kenapa saat Argen ada didekat nya dia mati kutu tak berani berucap sepatah katapun seperti dulu? Apa ia sudah diguna guna oleh Argen? Atau Argen telah menghipnotisnya?

"Kenapa masih disini?" tanya Argen dengan nada yang sedikit sinis.

"Eee... Anuu... Gue lagi nunggu ta-taksi online."

Dammn it! Kenapa ia sangat gugup sekali sih saat bicara dengan Argen.

"Lu takut sama gue?"

Argen semakin mendekatkan wajahnya tepat di depan wajah Arsya, mungkin hanya terpaut jarak sekitar lima senti. Hembusan nafas terdengar begitu jelas di telinga Arsya, serta aroma minzt dari tubuh Argen begitu menyapa indra penciumannya.

Sontak Arsya langsung menggelengkan kepalanya dengan ritme yang begitu cepat tanpa henti. Jantungnya kini semakin berdetak tak karuan. Ia menyembunyikan kedua tangannya yang sedari tadi bergetar di bawah meja.

Oh tuhan, kenapa ia harus seperti ini sekarang? Kemana perginya Arsya yang dulu? Arsya yang selalu berani menghadapi sosok pria seperti Argen?

Argen yang melihat Arsya tak berhenti menggelengkan kepalanya pun semakin membuatnya kesal. Dengan geram, Argen memegangi kepala Arsya dengan kedua tangannya. Refleks, Arsya segera melepaskan kedua tangan Argen dengan paksa.

"Cihhh," decih Argen pelan tetapi mampu terdengar oleh telinga Arsya.

"Cancel taksi onlinenya."

"Taksinya lagi di jalan," balas Arsya singkat.

"Pulang bareng gue," paksa Argen

"Taksinya lagi di jalan Argen, lu bisa dengerkan?" Arsya sedikit menaikkan nada bicaranya, ia sungguh tak tahan dengan pria didepannya yang selalu memaksa.

Argen merebut paksa ponsel Arsya yang sedari tadi digenggam oleh pemiliknya. Tujuannya hanya untuk meng-cancel taksi online dan Arsya pulang bersamanya. Selesai meng-cancel taksi online, Argen melemparkan ponsel Arsya asal sehingga membuat ponsel itu tak terbentuk. Arsya tak tinggal diam, tak terima ponselnya dirusak begitu saja oleh pria pemaksa didepannya.

Ia mendorong kasar tubuh Argen sehingga membuat sang empu terhempas ke belakang mengenai dinding belakang kelas, dan berlalu memungut ponselnya yang sudah tak terbentuk.

Siall! Berani sekali Arsya memperlakukannya seperti itu. Argen dibuat semakin kesal, kedua tangannya mengepal dengan sempurna. Tatapan matanya semakin menajam seperti orang yang kesetanan. Ingin sekali ia membalas perlakuan Arsya kepadanya. Tetapi ia teringat kepada pesan ayahnya yang memintanya untuk menjaga Arsya.

Love in ChildhoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang