XXXIII

36 7 0
                                    

Sepasang mata teduh itu tiada hentinya menatap figura kecil berisikan seorang gadis berambut sebahu tengah tersenyum lebar terpampang jelas di sana.

Sirat kerinduan amat jelas terlihat pada lelaki tampan berbadan kekar dengan gaya rambut cepak tengah termenung di balik jendela kamar. Kadang kala ia tersenyum lirih, mengingat masa putih birunya dulu saat bersama gadis di dalam figura tersebut.

"Gue rindu senyuman lu Lost, rindu orangnya juga hehe. Dimana lu sekarang? Kapan lu kembali Lost? Andai aja, dulu gue berani ngungkapin perasaan ke lu. Tapi sialnya, lu memilih menghilang setelah nyatain perasaan ke Argen hehe," monolognya mengingat peristiwa tiga tahun yang lalu.

"Kadang takdir selucu itu ya Lost? Kita ketemu cuma satu tahun, tapi perasaan gue ke lu selama bertahun-tahun."

"Gue gak akan tinggal diam Lost. Gue bakal balas semua perbuatan Argen sama lu. Karena dia, lu jadi menghilang."

Dibelainya lembut figura itu dengan penuh kasih sayang. Lelaki tampan itu memejamkan kelopak matanya, mengingat saat-saat indah bersama Lost  kala gadis itu masih berada di sampingnya.

Segala hal tentang Lost adalah candunya. Canda dan candu tercampur menjadi satu dalam satu waktu.

Ia membawa figura tersebut ke dalam dekapannya. Tak terasa, setetes air mata menitik begitu saja membasahi pipinya. Baginya, Lost terlalu berharga dalam hidupnya. Gadis berambut sebahu itulah yang selalu menjadi sandaran hidupnya. Meskipun wajahnya tak begitu cantik, namun sifat polos dan menggemaskan Lost membuat lelaki tampan itu mencintai adik kecil dari Erico.

Tangannya berlalu mengusap jejak air mata di pipinya. Ia menarik nafasnya sejenak, tersenyum lirih saat membuka kedua kelopak matanya seraya  menyimpan figura tersebut di samping kalender.

"Ayo kembali Lost. Tiga hari lagi lu ulang tahun yang ke 17," lirih lelaki tersebut saat melihat kalender.

Drtttt... Drtttt

Deringan ponsel membuat lelaki tampan itu perlahan bangkit dari duduknya. Ia berlalu mengambil ponsel hitamnya yang tergeletak di atas kasur.

"Ada apa?" tanyanya memulai pembicaraan.

"........"

"Share lock, gue kesana sekarang. Pastikan atur tempat yang aman. Jauh dari pemukiman warga."

******

"Balik sama siapa Sya?"

Arsya mendongakkan kepalanya sejenak. Memandang kedua temannya yang masih sibuk memasukkan buku-buku ke dalam tas.

"Rama kali," balasnya singkat. "Kita pulang bareng kan Ram?" tanyanya ditunjukkan untuk Rama.

"Ah maaf Sya, kayanya gak bisa deh. Soalnya aku mendadak ada urusan," sahut Rama bernada sendu. "Nanti kalau urusanku udah beres, aku mampir ke rumah kamu ya," lanjutnya lagi seraya mengusap puncak kepala sahabat kecilnya.

"Oh oke. Hati-hati ya Rama." Arsya tersenyum simpul saat kaki jenjang Rama perlahan menjauhi tubuhnya.

Kan ditinggal lagi.

"Gue nebeng lu ya La? Boleh gak?" tanya Arsya. Azulla yang semula sedang membenarkan tali sepatunya pun sejenak ia tolehkan kepalanya ke belakang.

"Ah sorry Sya... Gue gak bawa mobil. Ini juga udah di jemput sama si ekhem," timbal Azulla dengan mimik wajah yang di buat-buat.

Mendengar kata 'ekhemm' membuat Avika dan Arsya serempak memukul pelan kepala Azulla dengan botol plastik bekas.

"Si ekhem siapa lagi lu hah? Gebetan baru?" semprot Arsya.

Love in ChildhoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang