VI

198 62 5
                                    

Argen melemparkan tasnya kasar ke arah kasur ukuran king size miliknya. Ia merasa sangat lelah tak ada yang mau mengerti keadaannya sekarang. Setelah pulang sekolah tadi Argen tidak langsung pulang, akan tetapi ia mengunjungi kolam renang belakang sekolah yang cukup luas karena ada jadwal latihan renang. Emosinya bermula ketika pelatih renang di sekolah nya itu selalu menyalahkannya saat waktu yang ia tempuh untuk berenang terlalu lama.

Flashback on

Bel pulang sekolah berbunyi, seluruh siswa SMA Bunga Bangsa berhamburan keluar kelasnya masing-masing, terkecuali Argen ia harus berlatih renang dahulu.

Setelah ia berada di kolam renang, sebelumnya ia melakukan pemanasan terlebih dahulu sambil menunggu pelatih datang. Dulu, yang melatih Argen adalah saudaranya sendiri, tetapi sekarang telah digantikan karena alasan saudaranya itu dipindahkan tugas ke luar kota.

"Argen, dua minggu lagi kamu akan menghadapi perlombaan tingkat provinsi. Kamu bukan hanya mewakili sekolah tetapi provinsi juga. Bapak harap kamu dapat memberikan yang terbaik untuk sekolah dan provinsi kita." harap
Pak Andri, pelatih renang SMA Bunga Bangsa dan diangguki oleh Argen.

Sebenarnya, Argen ingin sekali menghentikan skill berenangnya. Ia sudah tak mampu lagi jika mengikuti perlombaan apalagi sekarang bahu kanannya sering merasa kesakitan saat berenang. Tetapi ia tak mau mengecewakan pelatih dan orang-orang yang selalu mensupport nya.

Argen dengan pakaian renangnya sudah siap untuk terjun ke dalam air. Ia harus berenang dengan panjang lintasan 50m. Dengan peluit yang menggantung dilehernya, Pak Andri meniupnya dan jarinya menekan stopwach yang ia pegang di lengan kanannya. Sementara Argen dengan sigap langsung menyeburkan dirinya dan berenang secepat mungkin yang ia bisa.

Setelah sampai diujung, ia mengangkat kepalanya sebentar untuk mengambil nafas lalu kembali berenang lagi ke tempat dimana ia mulai untuk berenang. Setelah beberapa menit ia sampai, ia langsung ketepi kolam renang dan menghampiri pelatih.

"2 menit lebih 15 detik, waktu kamu terlalu lama Argen."

"Fokus! Lupakan apa yang ada di pikiran kamu."

"Kalau waktu kamu segini, mana bisa kamu dapet medali emas Argen."

"Bapak gak mau tau, lusa nanti waktu kamu harus lebih baik dari ini."

Begitulah yang diucapkan pak Andri. Padahal Argen sudah berusaha sebaik mungkin untuk mencapai rekor waktu yang cepat. Mungkin ini pengaruh dari bahu kanannya yang sering merasa sakit ketika berenang, saat berenang tadi pun bahu nya merasa sakit tetapi ia menahannya dan tak memberitahu pelatih.

Flashback Off

Argen melepaskan seragamnya ke kasur menyisakan kaos hitam oblong di tubuhnya. Ototnya terlihat sangat kekar nan sexy bila berpakaian seperti ini. Perlahan matanya menutup, tetapi suara ketukan pintu di kamarnya membuatnya terbangun.

"Siapa sih ganggu gue tidur aja," guman Argen pelan.

Dengan langkah gontai, Argen bangkit dari kasurnya dan membukakan pintu.

"Loh bunda?!"

"Bunda kapan balik? Kenapa ga ngabarin Argen dulu?" tanya Argen, bundanya hanya memasang senyum manis dan langsung memasuki kamar Argen meninggalkan Argen yang masih di depan pintu.

"Sialan gue di kacangin," umpatnya pelan. Ia menutup pintu dan menghampiri bundanya yang telah duduk di atas kasur  dengan senyum manis yang tercetak dalam wajahnya.

Argen sebenarnya sangat merindukan sosok wanita di depannya. Namun, ia tak ingin menunjukkan kerinduannya di depan bunda, cowok tampan itu memang sulit mengungkapkan perasaannya secara langsung kepada orang lain.

Love in ChildhoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang