XXXI

81 25 8
                                    

Sebenarnya, surga bagi anak-anak SMA itu sangat sederhana; jamkos, istirahat dan dibubarkan. Bel istirahat berbunyi sekitar lima menit yang lalu. Seluruh siswa SMA Bunga Bangsa berhamburan keluar kelas dan berdesak-desakkan menuju kantin. Berbeda dengan Arsya yang menolak ajakan kedua temannya untuk ke kantin dan lebih memilih pergi ke perpustakaan bersama Rama.

"Serius lu gak ikut ke kantin bareng kita?" tanya Azulla meyakinkan.

Arsya tersenyum, detik itu juga ia mengangguk.

"Yaudah deh, kita ke kantin ya. Oh ya buat lu Rama, jangan lupa izin sama pawangnya dulu mau bawa Arsya," peringat Azulla pada Rama yang sedang berdiri di samping Arsya. Tetapi Rama hanya menggedikkan bahu tak perduli.

Avika dan Azulla berlalu keluar kelas meninggalkan Arsya dan Rama yang kini saling pandang. Sementara keempat lelaki disudut kanan, tengah memperhatikan interaksi keduanya.

"Arsya anter gue ke UKS. Lutut gue luka karena nolongin lu," teriak Argen.

Arsya mendengus pelan. "Gausah manja deh Gen, lu minta anter aja sono sama tiga prajurit setia lu. Sekalian minta diobatin sama anggota PMR yang jaga disana. Gue mau anter Rama, kasian dia mau ke perpustakaan gak tau tempatnya." Setelah berkata seperti itu Arsya melengos pergi meninggalkan kelas dengan satu tangannya menarik tangan Rama.

"Kok kesannya Arsya kaya lebih mentingin cowok lain di banding sama lu yang notebanenya pacarnya sendiri ya bos," selidik Titan.

"Bibit-bibit pelakor sudah merajalela euy," sambungnya lagi.

"Salah bego, harusnya pecekor," timbal Daniel.

"Apaan tuh?" tanya Titan dan Raynald kompak.

"Perebut cewek orang,"

"Ohh..." balas Raynald dan Titan singkat. Sedetik kemudian ketiganya tertawa kecuali Argen yang kini sedang menelungkupkan kepalanya di atas meja.

"Eh eh btw kenapa bisa Arsya care gitu sama tuh murid baru? Padahal baru beberapa hari dia disinikan?" kata Raynald.

"Wah gabisa dibiarin ini sih bos, lu kudu nyari cewek lain juga biar bisa kaya Arsya," cetus Daniel santai. Kedua kakinya ia naikkan di atas meja. Sedangkan satu tangannya meraih botol minuman di balik tas selempang biru dongkernya.

******

"Kamu seharusnya gak boleh gitu sama Argen. Dia itu pacar kamu, harusnya kamu lebih mentingin Argen bukan aku. Bukannya aku gak suka kamu lebih mentingin aku, tapi aku ngerasa gak enak aja gitu sama Argen dan teman-temannya, sama temen kamu juga. Di tambah lagi kan mereka gak tau kalau kita sahabatan dari kecil. Aku takutnya mereka mikir yang enggak-enggak," saran Alanka.

Keduanya kini telah terduduk di kursi perpustakaan. Tenang, nyaman, tanpa suara sedikitpun kini mereka rasakan. Ditatapnya bola mata hitam kecoklatan milik gadis cantik di depannya itu dengan senyum tipisnya. Tangannya merogoh jepit kupu-kupu dibalik saku celananya. Kemudian berlalu memasangkan jepit tersebut pada rambut hitam Arsya.

"Cantik." Satu kata yang keluar dari mulut Alanka.

"Apanya?" celetuk Arsya sambil menahan senyumnya.

"Jepit kupu-kupunya," timpal Alanka singkat.

"Oh kirain aku hehehe," kekeh Arsya.

"Lah itu tau, kenapa pake nanya segala si cantik." Refleks tangan Alanka beralih mencubit kedua pipi gembul Arsya dengan gemas. Membuat sang empu meringis kesakitan.

"Kamu ngertikan apa yang aku bilang tadi?" tanya Alanka hati-hati. Ia takut Arsya tersinggung oleh perkataannya.

Arsya tersenyum sumringah. "Iya Alanka aku ngerti. Tapi aku yakin Argen juga pasti ngerti kok."

Love in ChildhoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang