XXVIII

107 32 3
                                    

"Aku mencintaimu, tapi aku tak ingin merebut mu dari Tuhan yang menciptakan mu"

~Dae Arama Hyeon

happy reading gays!!❤️❤️

"Alanka ayo naik ih kenapa diem disitu terus sih!" teriak Arsya, melihat Alanka yang masih diam mematung di area tepi kuda putar ia gemas sendiri. Pasalnya, ia sudah naik di atas kuda, sementara Alanka masih diam di tempat.

Arsya bangkit, bergerak menuju Alanka yang masih mematung. Ia menarik pergelangan tangan sahabat kecilnya dengan sekuat tenaga karena Alanka mencoba menahan dirinya agar tak terseret oleh tarikan gadis didepannya.

Terasa tenangnya terbuang sia-sia karena Alanka tak bergerak maju, ia pun menepis kasar tangannya tak lagi menarik lengan Alanka.

"Kamu aja sendiri ya, aku disini kok ga bakal ninggalin kamu," ujar Alanka lembut.

"Gak ya, kamu harus ikut naik!" tegas Arsya.

"Neng, mungkin pacarnya takut naik kuda putar kali mangkanya gak mau," ucap seorang wanita yang sedang menggendong anak laki-laki berumur sekitar lima tahun.

"Kakak jangan takut, aku juga mau naik kuda putal sama mamah. Kaka kan udah gede, masa kalah sama aku," ujar anak kecil itu dengan logat cadelnya. Sementara, mamahnya terkekeh mendengar penuturan sang anak.

"Kamu takut?"

Alanka terdiam sejenak. Tak menemani bukan berarti dirinya takut. Hanya saja, rasa malu menyelimuti dirinya untuk menaiki kuda putar.

Lihat saja, kuda putar di depannya ini didominasi oleh anak-anak kecil dan sang ibu yang berperan mendampingi anak-anaknya, tak ada yang seusia dirinya dan Arsya. Padahal jika dilihat, masih banyak wahana disini yang lebih cocok ditumpangi dirinya dan Arsya, tetapi kenapa Arsya harus memilih kuda putar?

"Kalian mau naik enggak? Mau saya mulai wahananya," kata seorang bapak-bapak bertubuh kekar yang sepertinya petugas kuda putar.

"Terserah kamu Alanka. Kalau kamu gak naik, jangan harap aku pulang sama kamu!" ancam Arsya. Setelahnya ia meninggalkan Alanka yang masih terdiam, dan berlalu menaiki kuda putar.

"Iya sayang aku naik," teriak Alanka pasrah.

Arsya tersenyum penuh kemenangan. Ia tak sendiri lagi, di sampingnya telah ada Alanka yang rela menemaninya. Ralat, mungkin lebih tepatnya terpaksa menemaninya.

Kuda putar yang mereka tumpangi kini berputar pelan. Sepoi-sepoi angin malam menyapa wajah keduanya. Sambil memasang senyum tipisnya, sesekali Arsya menggoda Alanka yang menatap datar lurus ke depan.

Tak ada senyum yang tercetak dalam wajah tampan pria di sampingnya. Meskipun sedari tadi Arsya terus mengoceh, membicarakan hal yang tak jelas, pria tampan itu masih tetap diam tak menanggapi sama sekali. Jenuh akan sikap Alanka yang mengacuhkannya, ia menusuk-nusukkan jari telunjuknya pada pipi mulus Alanka.

"Abis bilang sayang, eh malah didiemin," sindir Arsya.

"Ibaratnya kaya udah dibaperin, eh berujung di ghosting."

Tak terasa lima menit berlalu mereka lewati di atas kuda putar yang berputar semakin cepat. Membuat kepala Arsya lama-kelamaan terasa pusing. Bukan sekali dua kali ia menumpangi wahana kuda putar ini, ia sangat tahu betul pasti akan berujung seperti ini. Tapi bukan Arsya namanya jika ingin terus mencoba walaupun sudah tau akhirnya bagaimana.

Love in ChildhoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang