kak itachi :)

822 178 29
                                    


Mobil Jiraiya sudah berhasil menepi di garasi, Sakura dengan semangat menggebu ingin membangunkan Sasuke tapi belum juga sang gadis mengeluarkan suara lelaki yang duduk di belakang itu sudah berhasil membuka mata lalu pergi setelah mengucapkan terimakasih dan berpamitan dengan sopan.

Jiraiya menatap keadaan itu dengan perasaan yang sedikit terganggu, dia tau Sasuke pura-pura tidur, dia tau anak itu merasa terganggu, tapi mau bagaimana lagi? Perasaan Sakura itu valid, dia tak bisa menghentikannya walaupun tau bahwa usaha anak bungsunya hanya akan menghasilkan sebuah kesia-siaan.

"Yaaaah kak Sasuke bangunnya cepet banget deh," Sakura melepaskan sabuk pengamannya hendak pergi juga dari mobil itu tapi saat sang ayah memanggil namanya, dia menghentikan gerakannya.

"Ada apalagi papa?"

"Kapan mau berhenti?"

"Berhenti apa?" ekspresi senang Sakura tadi sudah hilang sepenuhnya, entah bagaimana dia bisa paham kemana arah obrolan ayahnya kali ini.

"Berhenti suka Sasuke, kayanya dari dulu kamu gak dapet feedback yang bagus dari dia,"

"Hm, aku akan berhenti kalau kak Sasuke menikah, aku janji sama papa kalau aku bakalan berhenti kalau udah sampe dititik itu," Jiraiya menghela napas, melow sendiri karena tau kalau sikap bodoh sang anak  memang berasal dari hatinya, tidak main-main, bukan hanya candaan, dan jika sudah mendengar ucapan ini keluar dari mulut Sakura dengan ekspresi datar dan mata kosong, Jiraiya semakin merasa ketakutan, dan tentu saja Sakura bisa membaca situasi, papanya selalu begini deh kalau lagi bahas Sasuke.

"Papa gak usah khawatir, aku juga tau  resikonya kok, kalau pada akhirnya aku bakalan terluka itu adalah hal yang wajar 'kan? Papa sama mama sering bilang kalau aku gak bisa milikin semua yang aku pengenin,"

"Iya bener, tapi jangan sampe terluka sendiri, kamu harus inget kamu punya papa, punya mama, punya kak Sasori," ucap Jiraiya lagi, tapi kali ini dengan senyuman.

"Kak Sasori jangan diitung paa, dia mana mau peduli kalau aku lagi sedih, yang ada dia bakalan ngetawain aku, udah ya ayah aku pengen pipis nih,"

"Iya iya......"

****

Tapi keinginan pipisnya hilang saat dia melihat ada dua orang lelaki yang sibuk berteriak sambil fokus menatap layar televisi dan mencengkram stik playstation dengan erat.

"Kak Itachiiiiiii," tapi yang menengok bukan sosok yang ia sebut namanya, Sasori lah yang melakukan itu.

"Sial, gara-gara kau nih kakak jadi kalah," Sasori menghela napas, hendak melemparkan stiknya tapi sayang soalnya baru beli kemarin, mana mahal pula.

"Laah orang aku manggil kak Itachi, makanya jadi orang jangan budeg," Itachi tersenyum saja menatap kedua orang yang sedang berdebat itu.

"Ada apa nih manggil-manggil? Mau titip salam ya ke Sasuke?" tanya Itachi saat perdebatan kakak adik itu telah selesai.

"Emang ya kak Itachi tuh kakak terbaik di dunia, ya ampun tau aja kalau aku mau nitip salam,"

"Kakak terbaik di dunia apaan? Semua orang juga bakalan tau, kamu kalau liat muka Itachi pasti bawaannya mau titip salam," Sasori kembali fokus pada layar sambil menggeleng-gelengkan kepala, dia masih tak habis pikir bagaimana cara otak Sakura bekerja.

"Haha iya nanti di salamin kalau ketemu di rumah ya," Sakura tersenyum malu-malu lalu mengangguk.

"Makasih kak, kakak emang baik banget, gak salah deh aku suka sama adik kakak," Itachi mendengar itu hanya bisa tertawa saja.

"Pergi sana ah, lama-lama dengerin omongan kamu bikin pusing," Sasori dan Itachi sudah kembali bermain, tapi Sakura masih enggan untuk pergi, entah kenapa kalau diusir Sasori bawaannya malah pengen duduk lama-lama disini.

"Ayo kak Itachi semangat, pasti menang, lawannya kan noob, jelek banget maennya, tuh kaaaan kalah tu orang yeaaaay!!!"

"Pergi gak? Mau disiram pake air panas?" Sasori yang duduk di lantai bersama Itachi kini menatap bengis ke arah belakang, ke arah Sakura yang duduk manis di sofa.

"Sasori jangan galak-galak gitu deh sama adeknya," sang papa baru masuk rumah eh udah denger suara marah Sasori, mana bawa-bawa air panas lagi, kan ngeri juga.

"Ya lagian dia ganggu konsentrasi,"

"Dih pake nyalahin, kalau emang kakak maennya jago ada pengganggu dua puluh orang juga bakalan tetep jago,"

"Udah-udah, Sakura ganti baju dulu gih, mandi dulu,"

"Dasar kakak curang maenannya orang dalem, seneng kan aku disuruh mandi sama papa? Udah ah aku kesel," Sakura menghela napas sebentar lalu kembali menatap Itachi yang kini sedang tersenyum ke arahnya. "Gak jadi kesel deh ada kak Itachi soalnya, kak Itachi semangat ya ngalahin si diktator, si paham komunis itu, aku yakin kak Itachi pasti menang, dan jangan lupa salam manis untuk kakak gantengku,"

"Buset udah kirim salam lagi aja, kan tadi semobil nak......"

"Namanya juga usaha paaa," Jiraiya hanya bisa menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak gatal, terserah deh, asal seneng aja tu anak.

"Aku bener-bener yakin dia bukan adek aku deh pa, coba besok kita tes dna, kali aja dia ketuker pas bayi di rumah sakit, sifat dia benar-benar gak mencerminkan keluarga Haruno,"

"Kakak aja sonoh yang tes dna, udah deh kakak jangan nyebelin, aku lagi usaha keliatan manis di depan calon kakak ipar,"

"Jijik banget sumpah Raaaa," Sasori sudah akan bangun dan akan menoyor kepala sang adik tapi tak jadi karena sang papa sudah menarik perempuan itu untuk pergi ke kamarnya.

"Udah sana mandi dulu," Jiraiya sudah pusing gara-gara kerjaan, dia udah gak mood dengerin anaknya berantem.

"Yaudah iya aku mandi, kak Itachi dadaaaah," Itachi mengacungkan jempol sambil tersenyum, Sasori menggeleng-gelengkan kepala dengan ekspresi wajah tersiksa, Jiraiya menghela napas, sungguh ruangan ini suasananya jadi buruk.

"Udah udah, yuk main lagi," ajak Itachi sambil memberikan stik pada Sasori.

"Sasuke gak kena gangguan mental kan bertahun-tahun digodain sama orang gila?"

"Enggak kok, dia fine-fine aja, lagian adek lo lucu tau, ayah sama ibu aja suka sama Sakura,"

"Masalahnya gue yang malu Chi,"

"Gak apa-apa kali," Sasori tak lagi berbicara dan memilih untuk kembali bermain, yasudahlah mau bagaimana lagi? sudah takdirnya mungkin punya adik yang kelakuannya diluar nalar.

*****

i love you, kak.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang