Jantung saya berdegup sangat kencang. Padahal, mahar yang berupa lantunan surat Ar-Rahman, dan ijab Qabul telah selesai dilaksanakan. Saya dan Rahma telah resmi menjadi sepasang suami-istri. Tetap saja, jantung saya masih tak henti-hentinya berdebar. Mungkin, karena Rahma berada di samping saya. Saya memasangkan cincin di jari manis Rahma. Setelah itu, saya merapalkan doa-doa, lalu mencium keningnya. Kemudian, kami berdua menandatangani buku nikah secara bergantian. Selanjutnya, kami berdua berfoto sambil menunjukkan buku nikah kami.
"Terimakasih telah menjadi imam saya, pak," ucap Rahma dengan pelan, hanya saya yang mendengarnya.
Saya telah menepati janji saya sewaktu kecil, Rahma. Batin saya.
Tiga belas tahun, ketika saya masih berusia 15 tahun sedangkan Rahma, pada waktu itu berusia 5 tahun. Dengan wajah polosnya, Rahma kecil pernah berkata, "Karena kak Fahli tidak jahil seperti kak Faliz, aku mau menikah dengan kak Fahli. Kak Fahli janji, ya, akan menikahi aku?" Begitulah katanya. Saat itu, saya hanya mengangguk sambil tersenyum geli. Bagaimana bisa, anak kecil bisa berkata seperti itu?
Namun, pada akhirnya saya berjanji sembari mengaitkan jari kelingking saya dengan jari kelingking Rahma kecil yang mungil. Rahma mungkin tidak mengingatnya karena masih kecil. Tetapi saya, saya masih mengingatnya. Bahkan, sangat jelas.
"Saya senang, sangat senang. Terimakasih Rahma, karena telah menjadi pelengkap iman saya. Insya Allah, saya akan membuat kamu bahagia," kata saya. Rahma mengangguk dengan senyumnya yang indah. Sekarang, saya bisa mengobrol sambil menatap kedua mata Rahma. Sebelumnya, karena bukan mahramnya, saya tidak bisa melihat, bahkan menatap wajah Rahma.
Sedangkan Rahma, ia masih malu. Jadi, masih sedikit tidak berani berbicara sambil menatap saya. Selain itu, panggilan "pak" masih melekat di saya. Rahma terus saja memanggil saya "pak" meskipun kami berdua telah menjadi sepasang suami-istri.
***
Hampir satu tahun saya dan Rahma hidup berumah tangga. Saya dan Rahma tidak tinggal di rumah orang tua kami, melainkan rumah kami. Sebelum saya menikahi Rahma, saya telah membeli rumah untuk saya dan istri saya tempati nanti. Ya, walaupun tidak begitu besar, sederhana, setidaknya mampu melindungi kami berdua. Waktu itu, satu hari setelah menikah, saya langsung mengajak Rahma pindah ke rumah baru, rumah yang sudah sebelas bulan ini kami tempati.
Saat ini, saya sedang membantu Rahma menyiapkan sarapan. Ya, walaupun hanya menyiapkan piring yang sudah terisi nasi goreng. Ini adalah kali ketiga dalam waktu sebelas bulan, Rahma membuatkan saya sarapan nasi goreng. Biasanya, kami hanya sarapan roti selai dan susu.
Saya duduk di bangku, setelah itu Rahma menyusul dan duduk di bangku yang berseberangan dengan saya. Saya memerhatikan wajah Rahma yang terlihat sedang melamun. "Rahma," panggil saya. Si empunya nama masih tidak merespons saya. Saya kembali memanggilnya sembari menggoyangkan pundaknya.
"Iya, pak?" Rahma tersadar dari lamunannya. Oh iya, kalian jangan heran dengan panggilan Rahma ke saya. Rahma sudah terbiasa memanggil saya "pak", jadi ia terus memanggil saya "pak". Jika ditanya marah, tentu saja tidak. Tetapi, tetap saja saya ingin mendengar Rahma memanggil saya "mas", meskipun hanya sekali saja.
"Kamu sedang melamun kan apa?" tanya saya.
"Pak Ramdan," panggilnya. Setiap kali Rahma memanggil saya seperti itu, saya langsung merasa waspada.
"Iya?"
"Di saat Bara menolak menikahiku ketika dia tau tentang kejadian yang pernah aku alami, mengapa pak Ramdan memilih menikah denganku? Padahal, Bara hanya mendengar cerita dariku saja, dan langsung menolak diriku. Sedangkan pak Ramdan, pak Ramdan melihat langsung apa yang aku alami," katanya. Saya tidak tahu mengapa Rahma tiba-tiba membahas hal ini. Padahal, Rahma sudah pernah bertanya sebelum kami menikah. Di saat saya sedang datang ke rumah orang tuanya bersama orang tua saya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pilihan Hati
Spirituale[Pilihan Hati season 1 SELESAI] [Pilihan Hati season 2 on going] *** Karena kamu adalah pilihan hati saya. -Fahri Muhammad Ramdan *** DON'T COPY MY STORIES, PLEASE! Copy Right April 2020 dan 8 Oktober 2023 @egy_rosmawati Ditulis dengan nama pena: am...