27. pergi untuk selamanya?

33 6 0
                                    


"Kenapa kalau lagi berbincang kek gini kosa kata yang lo gunakan selalu aku-kamu? Padahal anak jaman sekarang, apalagi di Jakarta pasti anak muda seperti kita itu bilangnya gue-lo, seperti gue misalnya," ujar Jasmine dengan tangan yang memangku dagunya di atas meja menatap Daisy yang sedang membenarkan letak rambutnya.

Daisy menyadarkan tubuhnya pada tembok di samping, menatap Jasmine yang menunggu jawaban darinya. "Kenapa emang kalau pakai kosakata aku-kamu, bakal kepikiran aku caper ya? Aku ingin menjadi lebih baik lagi, tapi pandangan setiap orang berbeda-beda."

Jasmine gelagapan sendiri. "Aish bukan gitu maksud gue, cuman kenapa gak ngikutin trend aja gitu loh."

"Nanti aja mine, aku lebih nyaman bilang aku kamu aja."

Jasmine menganggukkan kepalanya saja, mengedarkan pandangannya di penjuru kelas. Hanya beberapa siswa di dalam karena sekarang sedang free.

"Si Edelweis kemana ya? Udah sekitar lima hari dia gak masuk, alasan di absen juga izin, emang izin selama itu ya kan udah dibatasi kalau izin cukup dua hari dan sakit tiga hari."

Daisy mengedikkkan bahunya. "Gatau juga, di telfon gak diangkat di chat gak di bales, jadi khawatir." Ujarnya membuat Jasmine menganggukkan kepalanya menyetujui.

"Aneh aja sih, gue juga sempet nyamperin rumah dia waktu mau ke komplek sana."

Daisy menatap Jasmine. "Terus gimana?" Tanyanya yang dibalas gedikan bahu oleh Jasmine.

"Gue manggil-manggil dia kek orang gila gada balesan di dalem, rumahnya tertutup rapat semua."

"Mungkin dia ke luar kota." Ujar Daisy yang disetujui oleh Jasmine.

"Balik balik di bangkunya, guru udah dateng."

Jasmine mengerutkan keningnya.

"Bukannya masih free?"

Quill menatap Jasmine datar, "lihat tuh jam udah berapa, mangkanya jangan gosip terus kerjaannya."

Lihat kan, sekali Quill berujar membuat darah Jasmine mendidih seketika, selamat anda Quill dari amukan Jasmine karena dirinya tidak ingin marah marah hari ini.

Jasmine memutar tubuhnya ke depan mengambil tasnya dan beranjak untuk duduk bersama Daisy setelah berpamitan pada teman sebangkunya dan hal itu bertepatan dengan guru fisika mereka yang memasuki kelas.

"Baik, pelajaran dimulai. Perhatikan dan dengarkan ibu ketika menjelaskan, jangan ada yang berbicara, paham?"

"Paham bu."

Daisy dan Jasmine mendengarkan dengan seksama, kefokusan Daisy buyar akibat handphonenya yang bergetar di lacinya. Dengan gerakan pelan tak lupa mata yang melirik ke depan memastikan dirinya untuk tidak ketahuan.

Terpapar nama Edelweis disana membuat Daisy membulatkan matanya, ia menyenggol lengan Jasmine membuat sang empu mengerjitkan dahinya. Daisy mengarahkan matanya ke bawah membuat Jasmine mengikut arah pandangnya, responya sama, membulatkan matanya.

"Angkat aja," bisik Jasmine dengan ekor mata yang melihat ke depan.

Daisy menganggukkan kepalanya, ia menggeser tombol hijau.

"Halo?" Ujar Daisy pelan.

Daisy mengerjitkan dahinya pelan, tidak ada sahutan masih.

"Buka pesan Edelweis ya dek." Setelah mengucapkan kata itu panggilan terputus membuat Daisy semakin dibuat tidak mengerti.

"Kenapa katanya?" Tanya Jasmine.

"Gatau, katanya aku disuruh buka chat."

"Yaudah buka sana."

DaisyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang