17. menyebalkan

30 4 0
                                    

"How you like that."

"Bombayah, aye...ayeee."

"Let's kill this love."

"Rapapapapapammm."

"Dududu."

"Sampai kapan lo mau nyanyi satu persatu lagu black pink?"

Sage yang hendak mengeluarkan suara pun terhenti, ia menolehkan kepalanya pada Anthony.

"Gak salah kan gue nyanyi?" Tanyanya.

"Lo nyanyi gak salah, masalahnya lagu yang lo nyanyikan malah lagu black pink," dumel Oleander, ia kesal melihat Sage yang tidak bisa diam sedaritadi.

Sage, pria itu sedari tadi naik di atas kursinya dan menyanyi tak lupa juga tarian khas dari grup band girls black pink.

"Kenapa emang sama grup band itu?"

"Turun lo, gue patahin kaki lo," sengit Watson, ia sudah jengah melihat keabsruban Sage yang semakin hari semakin menjadi, ngidam apa ibunya dulu.

"Yah ngamok."

Sage pun turun dan duduk enteng seperti yang lainnya. "Kapan sih otak lo berfungsi dengan benar? Gabisa apa lo diam sehari aja, gak capek rusuh tiap hari?" Cerocos Anthony.

"Tarik nafas buang, lo nyerocos dari tadi kasihan gue." Anthony membulatkan matanya kesal kearah Sage yang sedang bersandar dengan tangan yang di lipat.

"Otak gue tiap hari berfungsi dengan benar dan seperti kalian. Gue gabisa diam? Padahal gue always diam tiap hari, maybe," ucap Sage sembari menggaruk kepalanya, ia sedikit ragu dengan ucapannya, sedikit saja.

Semuanya mencibir kesal kearah Sage. Bentar, mereka mengingat ngingat, kapan dan dimana mereka bertemu dan menjadikan Sage teman? Ah mereka lupa.

"Udahlah," ujar Oleander, pasrah. Biarlah Sage bersikap sesukanya asal tidak melanggar aturan hukum dan norma yang berlaku, ya meski pria itu bersikap gila dan membuat telinganya berdengung ia pasrah, teman seperti Sage memang langka.

Ada Sage membuat mereka kesal dan telinga mereka berdengung akibat ocehan dan suara nyanyiannya. Namun, jika tidak ada Sage, rasanya hampa, sepi sekali tidak ada pria itu. Ah Sage kamu memang pelengkap diantara kita semua.

"Kapan gue ketemu lo dan kita bisa jadi teman seperti sekarang?" Akhirnya pertanyaan itu keluar dari mulut Alden.

Sage terdiam sembari mengetuk ngetukkan jarinya di dagunya seperti orang berfikir. Halah, Sage begitu hanya ingin terlihat pintar saja, biasanya juga pria itu langsung berbicara tanpa berfikir dahulu.

"MOS kah? Gue juga lupa lupa ingat, yang gue inget, kita semua kenal waktu pertama kali MOS, tau dah lupa gue. Kenapa emang? Lo mau bersyukur udah dipertemukan dengan gue?" Tanyanya dengan pede, "Ah gue emang teman yang beda sih."

Anthony melepaskan sepatunya dan mengarahkan kearah Sage. "Mau gue timpuk pakek ini?"

"Atau ini?" Tawar Oleander juga, ia mengarahkan piring di depan Sage.

"Atau ini?" Alder menawarkan juga pada Sage sebuah garpu di depan Sage.

"Mau ini kah?" Tawar Ren, ia mengarahkan asbak di depan wajah Sage juga.

Bukan karena ada asbak mereka itu perokok, tentu bukan, asbak itu memang disediakan di atas meja sana. Jadi begini, mereka semua sedang berada di sebuah cafe. Untung saja mereka semua duduk di pojokan, jadi tidak terlalu banyak orang yang melihat tingkah gila Sage barusan.

DaisyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang