Suara burung diatas sana bersautan satu sama lain, berterbangan ke arah yang mereka tuju. Mengepakkan sayapnya diatas sana, menembus angin yang sedikit kencang.
Hari sudah semakin siang, namun Watson malas untuk keluar rumah. Dirinya masih standby di depan rumahnya, duduk bersandar di kursi dengan pandangan mengarah ke atas sana.
Ditemani dengan secangkir kopi memanglah nikmat ditambah mendengar kabar seseorang putus dengan kekasih kecuali dirinya tentunya, mungkin sangat nikmat sekali seperti slogan salah satu chiki dilayar televisi yaitu "Nikmatos".
"Hei, boy."
Watson tersentak kaget, "Aish, papa. Aku kira siapa."
Andreas tertawa pelan mendengar ucapan anaknya itu, ia duduk di kursi tepat di samping kiri sang anak.
"Tumben gak keluar? Biasanya kamu udah gada dirumah jam segini, dimana teman-temanmu itu?"
"Gatau pa, aku bukan orang tua mereka." Saya Watson membuat Andreas kembali tertawa pelan.
"Kamu gamau cerita apa gitu ke papa? Ya, misalnya tentang pacarmu atau masa lalu kamu."
"flashback dong ceritanya?" Tanya Watson sembari menyenderkan tubuhnya pada kursi tak lupa mata yang ikut terpejam.
"Anggap aja papa ini temanmu, papa ini masih sugar daddy sekali, papa yakin jika kita jalan berdua bukan dikira anak dan bapaknya tetapi pasti dikira saudara." Ujar Andreas dengan kaki kanan yang ia lipat diatas kaki kiri.
"Songong sekali anda bapak tua."
"Mana kakakmu itu?"
Watson mengedikkan bahunya, ia membuka matanya dan duduk seperti semula. "Ntahlah, mungkin lagi ngumpul sama temannya, mama mana?"
"Di dalam, lagi cuci piring. Kenapa semua anak mayoritas nanyain keberadaan mamanya terus? Sekali-kali juga seharusnya mereka bertanya "papa mana?", dasar anak sekarang."
"Alah, kaya papa gak gitu aja."
Mereka berdua kembali bercerita, kadang juga Andreas yang mengusili anaknya itu. Tenang saja, dirinya meski sibuk bekerja namun ia berusaha meluangkan waktu luang seperti sekarang ini, menikmatinya bersama sang buah hati.
"Ini mas, nak teh hangatnya."
Diandra yang tiba-tiba datang dari dalam dengan cangkir teh yang ia pegang lalu ia letakkan di meja bundar yang diapit oleh dua kursi yang kini sedang di duduki oleh suami dan anaknya.
Wanita paruh baya itupun menatap sang suami dan anaknya secara bergantian. "Lagi bahas apa? Sepertinya seru."
"Ntahlah ma, papa orangnya random. Bikin Watson bingung aja." Ujarnya sembari menyesap teh yang dihidangkan oleh sang mama.
"Alah, kamu aja yang otaknya cetek. Padahal daritadi pas papa ngomong kamu juga nyambung, sekarang malah bilang papa random? Kamu tuh yang random jadi orang." Balas Andreas tidak terima.
Watson menatap sang mama dengan wajah yang ia buat-buat seolah-olah lucu, "tuh mah, papa gitu. Masa anaknya yang pinter ini dibilang otaknya cetek."
Diandra hanya terkekeh pelan mendengar aduan sang anak bungsunya itu. "Udah-udah kalian ini ribut terus kalau ketemu giliran gak ketemu malah dicari heran mama."
"Eh!! Ngak ma, kapan aku nyari papa? Wah, ini mah mamah yang pembohongan publik." Bantah Watson.
Diandra memutar balik matanya malas. "Siapa ya yang pas pulang sekolah bilang gini, "mah, papa mana? Kok gada? Bukannya kata papa semalem bakal pulang cepet gada meeting dan lembur?" Aduh mama lupa siapa yang bilang itu, padahal itu 2 hari yang lalu sepertinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Daisy
Random~Hallo, ini cerita aku yang ketiga dan ini masih ada kaitannya sama cerita Andreas ya, tingkyu semua😍 semoga suka ya~ Aku Daisy, Daisy aurelia najela. Aku bukan gadis kaya, aku juga bukan gadis cupu, aku bukan gadis yang berpenampilan bad dan uraka...