28. tinggal kenangan

28 5 0
                                    

"Edelweis!!" Ujar Daisy ketika dirinya terbangun di atas brankar uks di sekolahnya.

"Dai, are you okay?" Tanya Jasmine pada Daisy.

Dengan nafas yang tidak beraturan Daisy menatap Jasmine yang sedang tersenyum kearahnya, ia mengamati wajah Jasmine mata sedikit bengkak dan ada bercak air mata yang sudah mengering.

"Edelweis?" Tanya Daisy.

Jasmine terdiam, dirinya barusan kembali menelfon orang tua Edelweis untuk memastikan apa bener berita itu dan ternyata benar, ia dan Daisy kehilangan.

Jasmine tersenyum tipis ia menganggukkan kepalanya pelan membuat Daisy menutup mulutnya dengan kepala yang ia gelengkan.

"Gak mungkin kan mine, gak mungkin, ngak. Edelweis baik-baik aja kok, mungkin bener kata kamu tadi di kelas Edelweis lagi keluar kota, ya bener dan orang yang ngasih informasi itu pasti orang iseng." Ujar Daisy penuh keyakinan, ia tersenyum bertekat dengan ucapannya.

Jasmine menatap miris Daisy, ia tidak jauh beda dari Daisy. Ia terpukul, terpuruk mendengar kabar ini, namun bagaimana lagi? Ia tidak bisa menyangkal bahwa Edelweis kini sudah pergi, selamanya.

"Tapi dai, bener Edelweis meninggal, tadi pagi jam lima pagi." Jelas Jasmine.

Daisy mengacak rambutnya, ia segera turun dari brankar dan berlari mengabaikan teriakan Jasmine dan beberapa temannya juga yang terpenting sekarang dirinya harus kerumah Edelweis memastikan sendiri dengan mata kepalanya.

Bruk...

Daisy terjatuh, ia menabrak seseorang sehingga membuat dirinya tersungkur dibawah sana. Daisy memukul pelan tanah dibawah menyalurkan perasaan yang ia rasakan sekarang.

"Lo kenapa?"

Tidak ada sahutan, Daisy masih sibuk menundukkan kepalanya membuat orang yang mengajak dirinya berbicara memegang dagunya agar bisa mendongakkan kepalanya dan melihat kearahnya.

"Daisy?"

Daisy mengerjapkan matanya yang bergelinang air mata.

Daisy kembali menangis, ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya tanpa memperdulikan tangannya yang kotor dengan tanah dibawah itu.

Pria di depannya ini menatap prihatin pada Daisy, ia merengkuh tubuh lemah Daisy mengusap pelan punggungnya.

"Gak mungkin, ini gak mungkin."

Pria itu tidak tau apa yang sedang terjadi, mengapa gadis di pelukannya ia seperti orang, frustasi?

"Semua baik-baik aja oghey? Percaya sama gue," ujarnya menyakinkan Daisy.

Daisy memukul pelan punggung sang empu. "Bilang kalau ini bohong," ujarnya, ia melepas dekapan itu dan menatap mata teduh pria di depannya.

Watson, ia tidak tau harus menjawab apa. Dirinya tidak tau mengapa Daisy bisa menangis.

"Gak jawab kan kamu? Hiks, ini bohong Edelweis gak meninggal dia gak bakal ninggalin aku sama Jasmine disini."

Watson tertegun, Edelweis? Bukannya nama itu adalah sahabat Daisy?

Ah, sekarang dirinya tau akar permasalahan ini.

"Berdiri dulu ya dai? Kotor dibawah," Watson membantu Daisy bangun dengan tubuh yang sedikit bergetar, mungkin dirinya terguncang mendengar berita itu.

Daisy memeluk Watson, ntahlah dirinya tidak tahan dengan kabar ini, ia butuh sandaran.

"Anterin aku kerumah Edelweis, aku mohon." Ujar Daisy, Watson menganggukkan kepalanya, ia mengusap rambut Daisy dan membenarkannya.

DaisyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang