39. H-1

9 1 0
                                    


Sudah lebih dari seminggu Daisy dan Watson melakukan latihan bersama. Masih ingat syarat yang ingin dikatakan oleh Daisy kepada Watson?

Ya, Daisy mengatakan akan membantu Watson untuk acara penampilan tersebut namun dirinya tidak ingin bergabung dengan ekstrakulikuler musik, sayang sekali.

"Untuk acara besok, rencana dress code gimana?"

Mata Daisy membulat, ah dress code? Dapat dari mana dirinya uang? Minta ke bapak atau mbaknya? Mustahil, yang ada dirinya kena marah.

"Eum, kalau cuman pakek baju seadanya gimana?" Tanya Daisy sembari memilin ujung bajunya.

Watson mengerjitkan alisnya bingung, "ah pasti kamu malu ya?"

"Ngak sih, tapi ya pakek apa? Random? Gabagus, nanti warnanya nabrak. Misal gue merah lo kuning, kan gak lucu."

"Ya, iyasih." Ujar Daisy dengan tangan yang menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "emang tema warna pas acara sekolah nanti kamu gatau? Nanti kita bisa sesuaikan."

"Kalau gak salah sih, hitam perpaduan maroon."

"Serioslly? Wow, maroon kesukaan aku, Daebak!"

"Nah, pasti lo banyak warna maroon kan? nanti gue pakek kemeja hitam, lo bisa dress gitu."

"Dress? Mana ada aku, kamu tau sendiri aku orang kalangan mana."

"Eum, keknya mama gue ada deh. Nanti gue tanyain pas kita kebawah, jangan nolak."

Mereka memang melakukan latihan dirumah Watson, katanya biar lebih fokus. Lagian dirumah Watson memang ada ruangan khusus ruang musik.

"Aish, gak enak tau."

"Namanya bukan makanan."

Daisy memutar bola matanya malas, semakin lama dirinya semakin tau sifat menjengkelkan milik Watson.

"Ya ya ya, suka suka kamu."

🌸🌸🌸🌸🌸

"Long time no see, brother."

Di depan Watson musuh bebuyutannya selama ini sedang memandangnya dari atas sampai bawah, huh mau menilai? Tidak bisa, anda pasti kalah saing.

Di depannya bisa dikatakan musuh bebuyutannya, bagaimana tidak? Pria dengan jaket berlogo elang kebanggaan itu selaku ketua selalu mencari masalah dengan BW.

"Mau apa?"

Pria itu terkekeh pelan, "jangan buru-buru, gue masih kangen sama lo."

Watson berdecih pelan, menjijikkan sekali.

"Lo kekurangan belaian cewek sampek jadi gay kek gini? Memalukan."

"Sialan lo, emang lo dan geng sampah lo wajib di musnahkan!"

"Gak salah bilang buat geng lo sendiri?" Ujar Watson tenang namun membuat emosi sang lawan naik.

"Sialan!" Pria itu langsung maju dan menghajar Watson.

Watson menangkis setiap pukulan pria itu, melawan dengan tenang itulah dirinya. Jangan terburu-buru, untuk apa? Buang-buang tenaga saja.

"Gimana kabar Alder? Baik? Ah, atau sekarang sedang dirawat dirumah sakit? Kakinya patah atau sudah lumpuh?" Ujarnya di sela-sela perkelahian itu.

Untung saja ini tempat sepi dan jarang sekali orang berlalu lalang, jadi mereka tidak ada yang melerai.

Watson membulatkan matanya, tangannya juga mengepel erat. Sial jadi di depannya ini ulahnya? Tenang Watson, pria itu hanya ingin memancing dirimu.

"Baik, sangat baik. Mana ada anggota gue yang di keroyok 7 orang aja tepar? Anggota gue gak lemah dan pecundang seperti anggota lo, bastrad!"

"Assh.." Watson meringis pelan ketika pipinya bagian kanan terkena pukulan oleh pria itu, dirinya lengah.

"Bangga udah mukul gue? Baru di pipi aja gue lebam, sedangkan lo?" Ujar Watson tak lupa dengan tawa pelannya yang seakan-akan mengejek pria itu.

"Watson Watson, wakil ketua dari Black wolf. Kumpulan orang-orang sampah yang diketuai oleh pembunuh, kenapa di lindungi bukan dibasmi? Bukannya nyawa dibalas dengan nyawa?"

Watson sudah tak terkendali, matanya menatap pria itu tajam. Nafasnya cukup memburu, emosinya terpancing.

Watson dengan cepat melangkah ke depan dan membabi buta pria itu tanpa jeda. Tidak memberikan peluang untuk pria itu membalas pukulannya, salah sendiri membangunkan macan yang sedang tidur.

"Argh, bangsat!" Teriak pria itu ketika Watson memukul keras hidungnya, darah sudah keluar cukup deras disana. Jangan tanyakan bagaimana rasanya, sakit dan nyilu bersamaan.

"Ren bukan pembunuh, lo dan anggota lo hanya mendengar dari mulut ke mulut tanpa bukti bajingan!" Ujar Watson diatas tubuh pria itu, satu pukulan ia beri di pipi kanan pria itu kemudian Watson bangkit dari tubuh yang terkulai lemas tak berdaya itu.

"Gue tau, lo nyelakain alder juga bukan karena masalah Ren. Tapi masalah gue yang pernah hajar adek lo? Apa benar itu tuan Krisan Alexander?"

🌸🌸🌸🌸🌸

Di sisi lain kini Ren tengah mengacak rambutnya ia juga menyelipkan sebatang bahan nikotin kedalam mulutnya, tenang saja Ren bukan pecandu rokok, dia hanya akan mengkonsumsi rokok tersebut jika sedang merasa kalut saja.

Ren sudah mendapat kabar dari Watson. Dari dia yang bertemu dengan Krisan dan ternyata dia dan anggotanya lah yang mengkroyok Alder.

Ternyata, ia salah tanggap. Selama ini Ren mengira Black Wolf akan damai-damai saja. Namun, siapa sangka? Ternyata musuh bebuyutannya kembali muncul dan mencari gara-gara.

Pandangan Ren lurus ke depan, ia memikirkan rencana apa yang harus ia buat agar anggotanya tidak dalam masalah yang besar. Ia sebagai ketua yang akan menanggung semuanya.

Senyum tipis terbit di bibirnya, ia mengacak rambutnya kembali dan membuang putung rokok itu dari atas lantai dua. Ren memang sedang berdiri di balkon kamarnya, sejuk. Memang disini membuat pikirannya tenang.

Sore hari, dengan dirinya berdiri disini Ren bisa melihat semburan warna kuning ke orangenan di langit sana.

Ah dirinya ingat, gadisnya suka melihat senja seperti ini dan gadis itulah yang membuat bibir Ren terbit barusan.

Gadisnya? Ren memang mengklaim seperti itu, dekat sekitar empat bulan sudah membuktikannya kan? Ah manis sekali gadisnya itu.

"Emang gak salah gue naroh perasaan ke dia."

Ren memandang langit diatas sana, "Daisy, ah cantik banget anjing!"

"Udah cantik, gak neko-neko pas banget dijadikan istri."

"Siapa yang mau dijadikan istri?" Ucapan itu membuat Ren membalikkan badannya.

Berdecak kesal, pria tua bangka itu kembali.

"Wanita cantik yang terpatri indah di hati Ren."

Pria itu terkekeh pelan, kemudian melipat tangannya di dadanya. "Bukannya papa sudah bilang ke kamu?"

"Ck, ini hidup Ren pa. Papa gak berhak ikut campur, Ren bisa memilih mana yang terbaik buat diri Ren sendiri."

"Papa orang tua kamu dan saya tau mana yang baik buat anak saya. Dan ingat, jangan bermain-main dengan ucapan papa atau kamu tau akibatnya."

"Ah, sepertinya papa dengar gadis itu bernama Daisy. Ck ck ck, gadis yang malang. Jauhi dia sebelum papa lukai Daisy itu."

BLAM...

Bunyi pintu yang di tutup keras membuat Ren memejamkan matanya erat, tangannya juga terkepal.

Sial, ingin rasanya dia memukul wajah pria tua bangka itu. Tapi dirinya masih tau, jika pria itu adalah papanya.

Terkekeh pelan, "kebaikan? Kebaikan apaan anjing, papa udah berubah sejak mama meninggal. Bangsat!"

🌸🌸🌸🌸🌸

Seperti biasa.
Jangan lupa tinggalkan jejak, sayang.

Salam hangat.
Daisy🌸

DaisyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang