4.pagi

70 7 0
                                    


Assalamualaikum.

Hai semua kita ketemu lagi hehehe.

Semoga suka ya sama cerita aku hehehehe.

Happy

Reading semuaa

Kata Daisy semoga suka cerita dia yang gajelas ya👉👈

🌼🌼🌼🌼🌼

Kini Daisy bersama kedua sahabatnya tengah melakukan piket kelas. Memang sih di kelas mereka terserah mau piket dengan siapa asal ada cowok dan cewek di daftar setiap piket itu.

"Bahahhahahaha." Tawa Daisy dan Edelweis melihat Jasmine yang tadinya sibuk mengoceh kini tengah terduduk di lantai dengan tidak anggunnya, alias terjatuh.

"Ngeselin kalian berdua orang jatuh tuh dibantu bukan di ketawain aish." Jasmine pun berdiri sendiri sembari membersihkan debu yang melekat pada rok abu abunya.

"Halah kamu juga nyanyi nyanyi gajelas, itu tuh karma buat kamu." Jasmine mencibir pelan mendengar ucapan Edelweis.

"Karma apanya? Aku aja gak buat salah dan gak lagi ngegibahin orang tau."

"Karma kamu itu karena udah buat telinga aku sama Edelweis berasa kek mau pecah."

Daisy dan Edelweis kembali tertawa melihat wajah Jasmine.

"Kalian tau gak aku  pengen banget jadi anak yang pinter, bisa menang lomba pelajaran antar kabupaten dan nasional." Daisy menarik nafasnya kemudian ia melanjutkan ucapannya. "Boro boro mau menang di tingkat itu menang antar sekolah aja aku gabisa."

Daisy meletakkan sapu sapunya dan ia duduk di bangkunya yang diikuti oleh kedua sahabatnya.

"Kenapa kamu tiba tiba ngomong seperti itu?" Jasmine menganggukkan kepalanya menyetujui ucapan Edelweis.

"Bukannya seru kan? Bukan hanya seru sih tapi pasti  seru pakek banget malah kalau bisa pinter sampai bisa menang lomba pelajaran tingkat nasional itu," ucap Daisy dengan pandangan kosong yang melihat ke depan sana.

"Kenapa kamu ngebet banget bisa pinter seperti itu dai?"

Daisy mengalihkan pandangannya ke arah Jasmine. Kemudian dirinya tersenyum kearah Jasmine dan Edelweis secara bergantian.

"Aku ini cewek, aku harus bisa pintar. Bukannya wanita itu harus pintar untuk mengajari anak kita kelak nanti kan? Selain itu aku juga pengen banget buat kedua orang tua aku bangga, oh iya juga aku malu kalau aku menjadi wanita bodoh."

"Dai kamu itu pintar, bukannya waktu smp kamu suka meraih peringkat satu dan dua bukan? Itu sudah cukup di membuktikan kalau kamu itu pintar."

"Benar yang dikatakan Jasmine, setidaknya dengan kamu meraih peringkat satu dan dua waktu smp aku yakin orang tua kamu sudah bangga. Kamu pikir nih aku sama Jasmine kalah telak sama kamu loh."

"Iya aku tau, tapi sekarang beda semenjak masuk sma semuanya seakan berbeda. Aku semakin bodoh dalam pelajaran apalagi matematika aku sudah tidak sepintar dulu."

Edelweis memegang bahu Daisy membuat sang empu mau tak mau menatapnya. "Dengerin, kalau emang kamu bodoh waktu masuk sma seperti yang kamu katakan barusan menurut aku salah deh." Edelweis melepaskan tangannya dari bahu Daisy.

"Kamu aja masih bisa menjawab pertanyaan setiap pelajaran waktu guru menerangkan. Maklum saja dai kamu merasa udah gak sepintar dulu, nih lihat aja kelas kita ini bukan teman smp tapi teman kita udah dari berbagai smp yang tentunya pemikiran mereka beda. Pasti ada yang lebih pintar dari kamu dan ada juga yang lebih bodoh dari kamu. Kamu gak salah kok punya keinginan seperti itu, tapi jangan terlalu menggebu ya aku takut nanti karena kamu merasa minder sama kepintaran teman kelas kita yang lain malah membuat semangat belajar kamu patah," lanjut Edelweis.

Daisy yang mendengarnya hanya diam, yang diucapkan Edelweis tidak ada salahnya. Setidaknya ia harus bersyukur memiliki kepintaran diatas rata rata dan tentunya masih ada temannya yang lebih bodoh dalam pelajaran dari dirinya. Ya meski dirinya tidak bisa memenangkan perlombaan dan sepertinya sekarang dirinya tidak bisa meraih peringkat tiga besar lagi di kelasnya ia harus sabar, roda itu berputar dirinya pasti tidak akan selalu diatas. Sepintar pintarnya masih ada yang lebih pintar, sudahlah daripada dirinya sibuk memikirkan itu lebih baik dirinya mengikuti saja alurnya nanti bagaiman intinya dirinya tidak putus asa untuk belajar.

Sedangkan Jasmine ia mengerjap ngerjapkan matanya mendengar ucapan Edelweis yang menurutnya sangatlah wow.

"Wih Edelweis teguh nih." Edelweis memutar bola matanya malas. Selalu saja begini respon Jasmine ketika dirinya berucap kata bijak. Mungkin nanti ketika dirinya semakin bijak dalam berucap bisa dipanggil Ir.Edelweis.

"Ehmmm aku mau jujur boleh gak nih?" Ucap Jasmine sedikit gugup, bisa dilihat dari dia yang menundukkan kepalanya sembari memainkan jarinya.

"Kenapa mine?" Tanya Daisy.

"Sebenarnya ah gue bilang gini karena gak tahan sebenarnya gue ini udah lama bilang gue lo. Tapi gue gak enak saat kita bertiga bicara malah gue sendiri yang bilang gue lo, yaudah gue paksain bilang aku kamu meski aneh sih gak kek dulu." Jasmine menghela nafasnya, ia menyandarkan tubuhnya pada kursi yang ia duduki.

Jasmine pun melanjutkan ucapannya. "Mangkanya sekarang gue bilang, karena semakin lama gue mendem ini malah duh greget sendiri gue sama diri gue sendiri bilang aku kamu."

Daisy dan Edelweis terkekeh mendengar deretan kalimat yang diucapkan oleh Jasmine.

"Selalu saja begitu kalau gue cerita malah kalian haha hihi hehe terus." cibir Jasmine dengan bibir yang ia tekuk.

"Jadi permasalahannya dimana?" Tanya Edelweis membuat Jasmine menyipitkan matanya menatap ke arah Edelweis.

"Jadi lo gak paham maksud gue barusan?" Edelweis mengangkat bahunya acuh membuat Jasmine membulatkan matanya. Jadi? Dirinya berbicara sepanjang itu namun ah sialan memang si Edelweis.

"Udah ah berantem terus. Hm menurut aku mine selagi kamu enak bilang gue lo jalanin aja kita berdua gak ngalangin kok."

Edelweis dan Jasmine saling berpandangan satu sama lain seakan akan mereka berbicara melewati tatapan mereka barusan.

Tawa keduanya terdengar membuat teman kelasnya yang mendengar tawa keduanya yang sedikit eh bukan sedikit sih tapi lumayan keras itu menatap padanya dan kedua temannya yang sedang tertawa.

"Kenapa sih?" Tanya Daisy heran.

"Coba dai bilang gue lo lagi." Daisy mengerjitkan dahinya bingung mendengar suruhan Jasmine.

"Gue lo," tawa keduanya kembali pecah namun tidak sekeras barusan.

Daisy terdiam, apa aneh dirinya mengucapkan kata "gue lo" itu sehingga membuat kedua sahabatnya itu tertawa terpingkal pingkal?

"Aneh njir tapi bagus juga daripada lo bilng aku kamu berasa kaku tau gak sih dai," ucap Jasmine.

"Kek apa gitu waktu kamu bilang gue lo barusan."

"Lo juga sedikit aneh weis bilang gitu," komentarnya Jasmine membuat Edelweis memutar bola matanya malas.

"Jadi cuman kamu gitu diantara kita bertiga yang gak aneh bilang gue lo?"

"Maybe." Jasmine mengedikkkan bahunya acuh.

"Sialan." Jasmine mengaduh kesakitan saat Edelweis dengan tidak perasaan mendorong kepalanya kebelakang.

Daisy hanya tertawa melihat pertengkaran kecil di depannya ini, menurut dirinya ini sudah hal yang biasa.

"Gada sialan adanya sihantu."

🌼🌼🌼🌼🌼

Hallo semua, maaf baru nongol ya heheheh.

Aku sibuk banget sama tugas akhir akhir ini:( jadi yagitu gak sempat buat ngetik hehehe.

Semoga cerita aku masih pada ada di perpustakaan kalian ya.

Em maaf ya jika cerita gaje Kya:( aku gatau yang mau ngarang gimana lagi. Sekarang aja aku maksain diri buat ngetik karena udah lama pakek buangettttt gak ngetik:(

Yaudah jangan lupa vote dan komennya aku tunggu ya:(

Salam hangat dari Daisy untuk kalian:)

🌼🌼🌼SEE YOU SEMUA😍🌼🌼🌼

DaisyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang