Diantara banyaknya bintang dan bulan yang sendirian menghiasi langit di kegelapan malam. Alisha dan Aksa masih ada di tempat yang sama bahkan dengan posisi yang sama sekali mereka tidak ubah. Aksa yang menyenderkan tubuhnya pada bangku dengan lipatan di kedua tangannya, dan Alisha yang menaruh kedua tangannya di kaki nya.
Hari sudah tidak lagi sama, tanggal sudah berganti sejak beberapa menit yang lalu. Itu artinya sekarang sudah pukul dua belas malam lebih. Tapi diantara keduanya, belum ada yang memutuskan untuk pulang atau bersuara satu pun.
Sejak obrolan terakhir mereka tadi, mereka membisu layaknya patung yang diberi nyawa. Terjebak dalam fikiran masing-masing, menikmati semilir angin malam yang menerpa wajah. Mereka menghirup udara malam dengan tenangnya. Seolah, inilah salah satu cara yang membuat mereka tenang dan damai.
"Masih mau disini?" Akhirnya, setelah beberapa waktu diam tak ada yang bersuara. Aksa lah yang memutuskan untuk bertanya.
Alisha melirik pelan. "Jam berapa sekarang?" Tanyanya, tak berniat melihat di handphone nya sendiri.
Aksa melihat arloji nya sebentar. "Dua belas lewat enam."
Alisha tidak memberikan jawaban lewat suaranya, ia hanya mengangguk pelan sebagai tanda dari jawabannya.
"Yuk gue anter pulang." Tawar Aksa. Ia memakai jaketnya yang ia taruh di bangku tempatnya menyandar tadi.
"Gausah, gue bisa sendiri." Tolak Alisha. Ia tidak seperti Aksa yang bersiap untuk pulang, malah kini ia memejamkan matanya seraya menyenderkan tubuhnya di bangku besi berwarna putih yang sudah sedikit memudar karena termakan usia.
"Udah malem Alisha. Lo cewek."
"Gue tau."
Aksa menghela nafasnya pelan, berusaha sabar menghadapi sikap Alisha yang masih keras kepala. Walau tidak terlalu parah seperti kemarin-kemarin.
"Ini udah malem banget. Gaada kendaraan umum yang lewat sini apalagi jam segini, taksi juga kagak bakalan ada udah pada balik."
"Gue bisa jalan kaki." Ucap Alisha santai. Tak peduli tentang kendaraan yang sudah tidak mencari penumpang di jam seperti sekarang ini.
Aksa melirik kaget. "Gila lu ye, berasa kaya paling kuat aja."
"Udah de lo kalo mau balik balik aja, gausah pikirin gue."
"Gimana gue ga mikirin orang lo cewe." Jawab Aksa sangat pelan seraya membuang wajahnya. Tapi jelas Alisha masih bisa mendengarnya.
"Yaudah deh gue pulang duluan, terserah lo deh mau pulang naik apa. Tapi gue cuma mau ingetin kalo dibelokan depan banyak preman yang lagi cari mangsa." Aksa memutuskan. Ia sudah memakai jaketnya dengan sempurna. Beranjak dari duduknya dan menepuk bahu Alisha pelan sebagai tanda perpisahan mereka.
Tapi belum selangkah Aksa meninggalkan tempat itu, suara Alisha mengintrupsinya bahwa ia masih harus ditempat itu, menunggu gadis itu berdiri dan mengantarnya dengan selamat pada pelukan keluarganya.
"Oke, gue mau bareng lo. Tapi gue ga maksa." Putus Alisha akhirnya. Bukan karena ia takut akan perkataan Aksa tadi. Hanya saja, ia lebih menghargai Aksa dibanding apapun.
"Masih aja gengsi." Kata Aksa berbalik badan ke arah Alisha. Menunggu gadis itu beberapa detik memakai tas selempangnya.
Lalu, dengan langkah gontai Aksa terlebih dahulu keluar dari taman rumah sakit, diikuti Alisha yang berusaha mensejajari langkah Aksa yang terlampau cepat. Melewati lorong dan koridor rumah sakit yang mulai menyepi. Hanya ada beberapa petugas yang berjaga, dan anggota keluarga pasien yang menunggu di luar ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KITA
Teen FictionKita, hanyalah remaja yang seharusnya menikmati hari dengan tawa. Kita, diciptakan untuk memulai, bukan mengakhiri. Kita, adalah sebagian dari makhluk bumi yang mengharapkan kedamaian dari apa yang sudah terjadi. Sekuat apapun melawan, goresan lu...