Aksa berlari dengan terburu-buru setelah membaca pesan yang dikirimkan oleh Arka. Niatnya untuk mengganggu Alisha ia urungkan, masalah ini lebih penting dari apapun.Aksa menyuruh semua teman-temannya untuk berkumpul di gedung belakang sekolah yang sudah tidak terpakai. Gedung itu jarang dikunjungi guru atau penjaga sekolah, jadi menurutnya itu aman untuk berdiskusi tentang masalah ini.
Berlari dari lantai tiga ke lantai bawah, dan harus berlari lagi kearah belakang, itu bukanlah suatu hal yang mudah. Nafas Aksa tersengal-sengal, ia memegang lututnya dengan kedua tangan. Gedung yang dimaksud tinggal beberapa ratus meter lagi dari jangkaunya. Aksa bisa melihat sudah banyak teman-temannya yang berkumpul disana. Termasuk Arka dan David.
Kakinya sudah menginjak lantai gedung. Semua yang ada kompak melihat kearah Aksa, kentara sekali eksperesi Aksa yang tak dapat diartikan.
Sebelum berbicara, Aksa mengatur nafasnya terlebih dahulu. "Dimana Raza ngajak ketemu?"
"Dia belum kasih tau tempatnya dimana, tapi yang jelas sore ini dia minta ketemu." Kata Arka, yang menerima langsung pesan dari Raza, musuh bubuyutan mereka.
"Dalam rangka?"
Tak ada yang menjawab, semua nya terlihat diam. Hanya Arka yang mengedikkan bahunya tanda tidak tahu. Aksa menghela nafasnya kasar. Ternyata, Raza belum puas juga melempar kebencian padanya juga teman-temannya.
"Biar gue yang temuin dia. Kalian gausah ikut." Sontak apa yang diucapkan Aksa menuai ketidak setujuan dari yang lain. Raza mengajak mereka bertemu, kenapa malah Aksa seorang yang akan menemuinya? Tidak, mereka tidak ingin sesuatu terjadi pada Aksa. Tumbang satu, tumbang semua.
Adi membuang permen karet yang ada di mulutnya. "Gak gak Sa, Raza ngajaknya kita semua bukan lo doang."
"Kalo lo kenapa napa gimana? Raza itu picik Sa!"
"Dan kalo lo tiba-tiba diserang sama anak buahnya Raza dengan jumlah yang banyak, emang lo bisa lawan sendiri Sa?"
Aksa memandang satu persatu orang yang ada disana, sekitar lima puluh orang yang berkumpul karena ajakan dari Raza. Aksa bisa melihat raut kekhawatiran dari semuanya, seakan mereka tak membiarkan Aksa pergi seorang diri. Inilah yang tidak Aksa sukai, ia tak suka dikhawatirkan. Dan ia juga tak suka Raza selalu membawa teman-temannya dalam masalah yang harusnya bisa mereka selasaikan berdua.
"Lo semua tenang aja. Seberapa banyak Raza bawa pasukan, dia gak akan pernah bisa menang."
"Tapi gimana kalau kali ini keberuntungan lagi berpihak sama dia Sa? Apa lo yakin lo bisa tetep menang?"
Aksa tidak bisa menjawab. Apa yang diucapkan teman-temannya memang ada benarnya juga. Ucapan Aksa tadi sifatnya hanya untuk menenangkan, bukan berarti itu kebenaran.
"Sebentar lagi bel bunyi. Lo semua ke kelas deh, jangan pada bolos mulu. Gue ke kelas dulu, bye." Aksa membalikkan badannya berniat untuk pergi. Tapi sebuah suara tiba-tiba membuatnya mau tak mau harus berhenti.
"Lo punya kita Sa."
*****
Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak setengaj jam yang lalu. Masih banyak siswa siswi yang berlalu lalang di sekolah. Entah itu ada yang akan eskul, membaca buku di perpustakaan, atau hanya nongkrong-nongkrong saja menunggu sore jelang malam tiba.
Begitupun dengan Aksara, motor kesayangannya sudah tidak terlihat di parkiran sejak bel pulang berbunyi. Biasanya Aksa akan menghabiskan sorenya di sekolah. Tapi kali ini, Ia menuruti keinginan Raza bertemu dengannya. Entah apa tujuan jelasnya, yang pasti ini bukan suatu hal yang akan baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
KITA
Teen FictionKita, hanyalah remaja yang seharusnya menikmati hari dengan tawa. Kita, diciptakan untuk memulai, bukan mengakhiri. Kita, adalah sebagian dari makhluk bumi yang mengharapkan kedamaian dari apa yang sudah terjadi. Sekuat apapun melawan, goresan lu...