Berkali-kali Aksa merasa was-was ketika ia berpas-pasan dengan guru. Apalagi ketika melihat wajah guru itu seperti akan memberi teguran padanya. Beruntungnya, itu hanya perasaan Aksa saja. Guru tak ada yang menegurnya apalagi bertanya masalah tawuran kemarin.
Bukan Aksa takut pada hukuman, bukan. Dihukum sudah menjadi makanan sehari-harinya selama di sekolah. Tapi kali ini, Aksa tidak ingin ada guru yang mengetahui tentang kejadian kemarin. Masalahnya akan lebih rumit jika guru ada yang tahu tentang tawuran kemarin.
Kali ini pelajaran kimia sedang berlangsung di kelas Aksa. Guru tersebut bernama Bu Rika. Aksa menopang dagunya sambil memperhatikan guru yang sedang mengajar. Tapi anehnya, Aksa yang selalu bersemangat dalam pelajaran kimia kini merasa jengah dan apa yang guru terangkan tak ada yang masuk di kepalanya. Jangan salah, Aksa suka beberapa pelajaran di sekolahnya termasuk kimia. Aksa tidak bodoh bodoh amat kok.
Aksa menengokkan kepalanya ke belakang, melihat ke arah David dan Arka yang sepertinya juga sudah bosan. Aksa mengangkat sebelah alisnya dan matanya melirik kearah pintu seolah memberi kode. Arka dan David yang sudah mengerti apa yang dimaksud Aksa langsung mengacungkan jempolnya.
Dengan gerakan cepat, Aksa Arka dan David menghampiri guru kimia mereka. Teman-teman sekelas mereka sudah tau apa yang akan dilakukan ketiganya. Terlebih Aksa sempat membisikkan sesuatu pada Adi, teman sebangkunya. Dan pada Dani, teman satu geng nya.
"Bu bu, kita izin ke toilet ya." Aksa berkata sesopan mungkin untuk mendapat izin dari Bu Rika. Tak susah membujuknya karena guru ini terkenal dengan kesabarannya.
"Ke toilet kok ramean."
"Yah bu, gimana kebeletnya ramean mah." Kata Arka memelas, harap-harap Bu Rika mengizinkan mereka.
"Satu orang satu orang aja. Jangan ramean!" Bu Rika sudah tau apa yang akan dilakukan oleh murid Kesayangannya itu. Bukan untuk ke toilet, paling-paling nongkrong di kantin.
"Ah bu, kita kan setia kawan. Jadi harus bareng lah bu."
"Gak bisa, pokoknya-" Ucapan Bu Rika itu terhenti ketika mendengar pengaduan dari Adi.
"Bu, Dani nangis Bu! Katanya sakit perutt!" Sontak, Bu Rika langsung berlari kearah Dani yang sedang menengkulapkan wajahnya diatas meja. Dengan gerakan cepat, Aksa dan kedua temannya berlari keluar kelas. Semoga saja Adi dan Dani bisa diajak kompromi dalam hal ini.
"AKSARAA!!" Baru Bu Rika akan mengejar Aksa, Dani kembali melancarkan aksinya.
"Aduh bu, sakit bu sakitt!"
"Yaudah kamu ke uks sana, Adi temenin Dani ya." Adi mengangguk dan langsung keluar bersama Dani. Bukannya menuju uks, Adi dan Dani malah berbelok menuju kantin menyusul Aksa yang sudah menunggu disana.
***
Aksara bukan seorang laki-laki yang memiliki sifat yang dingin seperti es, dan juga bukan laki-laki yang so cool. Aksara adalah tipe laki-laki yang akan melakukan apapun yang ia inginkan, sifatnya pun terbilang konyol dan aneh. Tapi, ia tetap dijuluki sebagai most wanted sekolah karena ia senang mencari masalah dan punya wajah yang diatas rata-rata.
"Teh Yanti, es satu yaa!" Teriak Aksa pada salah satu penjual es di kantin SMA Langit. Mereka duduk di meja favorit mereka. Biasanya mereka akan menggabungkan beberapa meja menjadi satu untuk teman-teman mereka yang lain. Tapi kali ini, cukup satu karena bel istirahat belum berbunyi.
"Kira-kira si Raza bakal nyerang kita lagi ga ya." David memulai pembicaraan. Masih ingin membahas tentang tawuran kemarin.
"Gue yakin sih iya, kita tunggu aja." Setelah Aksa berucap seperti itu, Arka dan David terdiam tanpa membalas apapun.
Dua orang berlari dari arah pintu kantin dengan tergesa gesa. Siapa lagi kalau bukan Adi dan Dani.
"Cepet banget lo." Kata Aksa sambil meminum minumannya yang sudah ada di meja.
"Bu Rika nyuruh gue ke uks, ya gue belok kantin lah." Mendengar itu, Aksa tertawa diikuti yang lain.
"Ya lagian kita ngapain ke uks, palingan godain mba Mia." Mereka mengangguk, memang benar kata Adi. Biasanya mereka ke uks hanya untuk menggoda mba Mia, atau hanya numpang wifian saja.
Saat mereka sedang asik tertawa dan mengobrol, tiba tiba suara seseorang menyeruak dalam indra pendengaran mereka. Tak lantas mereka memerhatikan orang itu dengan tatapan terkejut sekaligus heran.
"Aksara Langit Wiraguna, Arka Sarfaraz Prasetya, David Johan Adelard, Dani Malik Natanagara, Adi Nathan Rayyansyah. Nama bagus kelakuan bangsat semua." Kata seorang perempuan sambil membaca nama nama itu di kertas yang ada di tangannya.
"Maksud lo apa?!" Aksa seperti emosi mendengar pengakuan cewek itu, sementara teman-temannya yang lain hanya memasang wajah memelas.
"Lo semua di panggil ke bk, beserta antek-antek lo yang ikut tawuran kemaren." Katanya dengan wajah enteng, seperti ucapannya tak memberi efek apa apa pada orang yang ada di depannya itu.
Mereka saling pandang memandang, berharap cewek tadi bohong mengatakan itu.
"Buruan deh, kalian ditungguin. Gue pergi dulu, bye." Aksa menatap punggung perempuan tadi yang sudah menjauh. Aneh rasanya, Aksa tau siapa perempuan itu tapi kenapa baru kali ini orang itu berbicara dengannya.
"Sa, buruan." Ajak Arka sudah berdiri dari duduknya, dilihatnya teman temannya yang lain juga sudah berdiri. Mereka terlihat seperti menyiapkan mental, dan memikirkan kira kira apa yang akan terjadi.
Sebenarnya, mereka tak takut jika harus di hukum, dan karena mereka sering di hukum biasanya mereka senang. Tapi kali ini berbeda, masalahnya bukan masalah yang biasa mereka hadapi. Ini bersangkutan dengan Aksa, teman mereka yang tak pernah takut akan masalah. Tapi ntah kali ini.
Shit.
***
"Tulis siapa aja yang kemaren tawuran!" Tegas guru bk mereka. Padahal berkali-kali sekolah mengganti guru bk hanya untuk membuat Aksa dan teman temannya takut dan tidak akan membuat masalah lagi. Tapi semuanya nihil, siapapun guru bk mereka sepertinya mereka tidak takut. Membuat masalah sudah masuk dalam list hidup mereka.
"Kan kita udah bilang Pak, kita mah ga ngajak tawuran. Mereka yang nantangin." Ujar Aksa berusaha meyakini Pak Joko, guru bk mereka.
"Tapi kalau kalian ga ladenin, kalian gaakan tawuran"
"Kita mah anaknya selow Pak. Kalo ada yang ngajakin ya kita ladenin lah Pak." Ucap Adi disertai anggukan dari yang lain.
"Pilihannya satu, tulis semua anak yang ikut tawuran lalu bapak hukum kalian, atau kalian bertemu dengan SMA Gemintang dan meminta maaf."
"Lah Pak, kenapa kita yang minta maaf? Kan mereka yang ngajaknya?"
"Kalian harus belajar meminta maaf walau kalian tidak salah."
Dengan gerakan cepat, Aksa mengambil kertas dan pulpen yang ada di meja dan segera menulis nama nama temannya. Meminta maaf pada Raza, rasanya tidak mungkin dan image Aksa akan turun kalau sampai itu terjadi. Lebih baik ia menerima hukuman daripada kalah dari seorang Razata Gunawan.
Aksa memberi kertas itu pada Pak Joko. Pak Joko melihat nama nama yang tertera disitu, ia menggelengkan kepala dengan tak percaya. Ada ada saja kelakuan muridnya ini, tawuran dengan jumlah diatas 100 orang.
"Panggil semua teman teman kalian, berdiri dilapangan sampai pulang sekolah." Perintah yang tak bisa dibantah. Mereka hanya bisa mengangguk pasrah. Terutama Aksa yang terlihat menghela nafas lega, beruntung karena Pak Joko tak membuat surat panggilan orangtua.
______________________________________
13.42 WIB
31 Maret 2020❤❤
-Nazwazz
KAMU SEDANG MEMBACA
KITA
Teen FictionKita, hanyalah remaja yang seharusnya menikmati hari dengan tawa. Kita, diciptakan untuk memulai, bukan mengakhiri. Kita, adalah sebagian dari makhluk bumi yang mengharapkan kedamaian dari apa yang sudah terjadi. Sekuat apapun melawan, goresan lu...