Diantara banyaknya manusia di muka bumi ini. Kenapa harus Aksa yang mengucapkan kalimat perhatian pada nya. Kenapa harus Aksa laki-laki yang tak pernah Alisha duga akan muncul di hidupnya, dan orang pertama yang menanyakan tentang Kania, gadis yang Alisha temukan beberapa hari yang lalu.
Karena setelah acara konser, sekolah diliburkan beberapa hari.
Tujuh detik setelah ucapan Aksa itu, Alisha masih tetap memerhatikan pemilik netra hitam tegas yang tak pernah ia tatap sebelumnya. Setelah sadar, ia tersenyum tipis. Kembali menatap jalanan yang sudah menyatu dengan air hujan.
"Gue gapapa. Gue akan selalu baik-baik aja, lo ga perlu khawatir tentang itu."
Aksa menelaah jawaban itu. Setiap ucapan Alisha, tidak jauh-jauh dari kata 'gapapa.' Entah Alisha yang memang sebenarnya tidak apa-apa, atau gadis itu yang terlalu pandai menyembunyikan sendirian.
"Emang ya, cewek selalu gapapa." Kata Aksa. Bermaksud merubah atsmorfer agar lebih tenang.
"Kenyataannya gitu."
"Alisha, kok lo bisa muncul di hidup gue sih?"
"Lo sendiri yang ngelabrak gue." Ujar Alisha. Mengingat Aksa yang menghampirinya saat sedang di kaffe yang sering ia kunjungi.
"Salah lo sering laporin gue."
"Gue ngga salah. Gue ngelaporin sesuatu yang salah."
"Cepu." Desis Aksa.
Alisha mendelik tak suka. Bagaimana pun kata mereka, Alisha tetap pada prinsipnya. Menurutnya, itu adalah sesuatu yang salah, sesuatu yang salah harus ada hukumannya.
"Gue tawuran bukan sembarang tawuran biar keliatan keren. Ada alesannya, ada penyebabnya. Kadang, suatu masalah harus diselesain lewat fisik." Kata Aksa ikut merenung bersama Alisha menatap ke jalanan.
Di tepian ruko yang tutup, hanya ada mereka berdua, melindungi diri dari hujan yang sepertinya akan menghantarkan sakit. Aksa tidak sadar bahwa ucapannya menghenyak Alisha. Membuat gadis itu tersentak beberapa saat, fikirannya yang mulai mengeluarkan beberapa tanya, hingga rasa bersalah menghantui dirinya secepat ini.
Dalam derasnya hujan di pagi hari ini, samar Aksa bisa mendengar Alisha mengucapkan empat huruf berisi kata maaf.
Rasa bersalah, perasaan canggung, dan ketidak enakan kini jelas bercampur di dalam diri Aksa. Lelaki itu tidak bermaksud apapun, ia tidak mengharapkan kata maaf dari Alisha. Ia mengatakan itu, murni karena ingin memberitahu yang sebenarnya.
"Lo ga perlu minta maaf Alisha." Aksa menelan salivanya. Menunggu Alisha membalas tanyanya, padahal ia tahu Alisha tak akan menanggapi.
"Gue ngga tau apapun Aksa. Maaf, maaf gue selalu ikut campur."
Nyatanya, praduga Aksa salah. Alisha menjawab pertanyaan meski ucapannya kini membekas diingatan Aksa. Aksa merasa, ucapannya tadi melukai gadis itu. Tapi dari nada bicaranya, Aksa bisa melihat ketulusan dari suara khas pemilik mata kecoklatan ini.
"Jangan benci gue, Aksa."
Dan lagi, Aksa dibuat bungkam dengan ucapan Alisha yang kesekian kalinya.
***
Di pagi hari pukul tujuh lewat lima belas menit. Di bawah sendunya langit kini menjadi lukisan Jakarta, dan suasana basah yang ada di sekeliling. Setelah melewati derasnya hujan, harapan gadis yang begitu mencintai air langit. Setelah meneduh di tepian ruko tutup, hanya ada mereka berdua yang berdiri dengan jarak tak lebih dari tiga meter.
KAMU SEDANG MEMBACA
KITA
Novela JuvenilKita, hanyalah remaja yang seharusnya menikmati hari dengan tawa. Kita, diciptakan untuk memulai, bukan mengakhiri. Kita, adalah sebagian dari makhluk bumi yang mengharapkan kedamaian dari apa yang sudah terjadi. Sekuat apapun melawan, goresan lu...