Chap 49. Topeng Yang Mulai Terlihat

11 1 0
                                    

Pada suatu hari yang cerah, Alisha merasa dirinya kembali ke beberapa waktu yang lalu. Waktu di mana setiap pulang sekolah di hari Senin dan Kamis, ia akan menghabiskan waktunya untuk berlatih bulutangkis. Meski terasa melelahkan, tapi ketika Mama memilih untuk menemaninya sampai selesai Alisha tentu akan tersenyum senang dan semangatnya yang sempat memudar kembali membara, dan Papa akan menjemput mereka ditemani Arcilla dan Arcella yang baru selesai les dan membawa sebungkus minuman rasa teh less sugar untuk Alisha. Lalu setelahnya, keluarga kecil itu akan menghabiskan malam di restoran siap saji atau restoran mewah atas permintaan mereka. Karena apapun permintaan anak-anaknya, orang tua mereka dengan senang hati akan menurutinya.

Pada saat itu, keluarga kecil Alisha seperti keluarga paling bahagia tanpa ada satu pun yang boleh mengganggunya.

Tapi sekali lagi, itu dulu. Dulu sekali sampai-sampai tidak ada celah untuk kembali ke masa itu.

Dan sekarang, Alisha kembali ke rutinitasnya yang dulu. Berlatih bulutangkis setiap sore. Namun bedanya, tidak ada Mama yang menemaninya, tidak ada Papa yang akan menjemputnya, dan tidak ada kedua kakaknya yang akan memberikan satu botol minuman untuknya. Semua yang dulu menjadi kebiasaan keluarganya, kini hilang, sirna tanpa sisa, dan pergi tanpa pamit yang lebih menyenangkan.

Air mata Alisha hampir saja luruh saat berlatih bulutangkis ketika bayang-bayang memori manis itu kembali memutar hangat di kepalanya. Menampilkan segala kenangan manis yang tidak sedikitpun luput dari peragaannya. Semuanya masih terekam jelas, sekalipun hal remeh yang Arcella lakukan pada waktu itu masih bisa Alisha rasakan keberadaannya.

Alisha terus berusaha untuk melupakan, mengubur dalam-dalam kehangatan yang dulu pernah menjadi rumahnya. Namun nyatanya, semakin ia membuang jauh ingatannya, semakin besar ingatan itu terekam jelas dikepalanya.

Melupakan dengan cara menghidupkan manusia lain di dalam dirinya, adalah hal yang paling sulit untuk Alisha lalui. Namun akhirnya, Alisha mampu. Alisha mampu membuang karakter dalam dirinya dan menjadi manusia lain yang kebal akan dunia. Sekalipun itu menyakiti, tapi Alisha melakukannya tak lain hanya untuk melindungi dirinya sendiri. Walau pada akhirnya, topeng kepalsuan itu mulai terlihat. Dan manusia lain dalan dirinya perlahan pergi, seakan lelah dengan kehidupan palsu yang Alisha rangkai di dalam kehidupannya.

Alisha masih terus berusaha untuk fokus. Matanya tidak luput dari pergerakkan Shuttlecock yang bergerak ke sana ke mari mengikuti setiap servis yang dilakukan para pemainnya. Ia bahkan tidak tahu, apakah permainannya masih bagus seperti dulu atau sudah kacau balau seperti hidupnya sekarang. Yang pasti, saat ini ia seperti terjebak dalam ketidak inginan yang memaksanya harus bertahan.

Alisha menggenggam raketnya dengan erat. Raket pertama yang Papanya belikan untuknya berlatih sampai berkompetensi dan tidak pernah diganti dengan raket lain. Raket berwarna merah itu nyaris dijadikan abu ketika mendiang Papanya resmi menjadi mantan penghuni bumi. Tapi ketika melihat bayang-bayang Papanya saat pertama kali membelikan raket itu untuknya, Alisha urung membakar raket itu. Karena bagaimanapun, raket itu adalah barang pemberian paling berharga dari Papanya untuk Alisha, meski luka yang diberikan barang itu pun tidak kalah menyakitkannya.

Hingga pada akhirnya, Alisha memilih untuk menyimpan benda itu dalam sebuah kotak yang ia taruh di suatu tempat penuh kegelapan. Seakan tau bahwa sang empu sudah tidak lagi membutuhkannya, raket berwarna merah itu seolah berserah ketika pemiliknya kini tidak lagi merawatnya begitu baik seperti dulu, setidaknya menjamahnya hanya untuk membawa sedikit cahaya untuknya agar ia tetap kukuh.

Raket berharga itu pernah Alisha simpan, kemudian ditinggalkan, lalu dilupakan.

Namun hari ini, detik penuh sesak yang dilewati Alisha membawa langkahnya untuk kembali berjumpa dengan raketnya. Tidak untuk digunakan secara tulus atau setidaknya bercumbu secara mulus kala sudah lama tidak berjumpa. Tidak. Alisha menggunakan raketnya kembali dengan penuh keterpaksaan. Raket itu bukan lagi barang berharga. Baginya sekarang, raket itu adalah suatu kepiluan yang harus dihilangkan eksistensinya. Karena ketika Alisha terus merawat raketnya seperti dulu, sama saja ia seperti merawat luka batin yang tidak kunjung sembuh.

KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang