Chap 38. Halte Menjadi Saksi Pertemuan

29 1 0
                                    

Di siang hari dengan panas matahari yang terasa menyengat. Disaat banyaknya orang memilih berada di tempat yang sejuk.

Aksa dengan sengaja memainkan basket di tengah lapangan seorang diri. Memasukkan basket itu ke dalam ring, dan melakukannya berulang kali.

Sampai bola itu memantul jauh ke lapangan berumput di sebelah lapangannya tempat bermain basket. Aksa mengejarnya. Tapi bukan untuk kembali bermain, ia merebahkan tubuhnya di rerumputan hijau.

"Kalo lo bolos terus. Lo ga bakal jadi orang sukses." Seseorang menghampirinya. Ia duduk di samping Aksa yang sedang merebahkan tubuhnya.

"Terus, lo kenapa ga masuk kelas?"

"Gue cuma males ngedengerin guru ngomong yang nuntut gue harus sempurna untuk bisa di semua mata pelajaran."

Aksa mengerutkan alisnya. Menatap Kania dengan tatapan bingung. Seolah ada kebenaran di ucapan gadis itu.

Memilih tak menanggapi tentang perihal tadi. Aksa lebih tertarik bertanya kearah lain.

"Kania.. Kenapa lo benci sama Alisha?"

Kania diam. Ada sesuatu yang sulit untuk ia jelaskan ketika mendengar pertanyaan itu.

"Kenapa harus benci sedangkan Alisha sahabat lo?"

Kania tertohok. Hatinya begitu gusar. Pertanyaan yang begitu ia benci, kini menembus ke daun telinganya bersamaan dengan angin yang berhembus.

"Udah gue bilang. Lo gak perlu tau."

"Gue gabisa diem aja kalo lo ngusik Alisha terus." Ujar Aksa.

Kania melirik pelan kearah Aksa. Melihat bagaimana ikut khawatirnya Aksa saat ia berusaha menjatuhkan Alisha.

"Kenapa lo ga ikut gue buat benci Alisha?"

"Bodoh."

Pertanyaan bodoh itu. Mampu membuat Aksa bangun dari posisinya. Ia melempar bola basket yang semula ada di tangannya ke sembarang tempat. Setelah itu, menarik Kania agar mau menatapnya adalah hal yang ia lakukan.

"Apapun yang lo lakuin. Itu gaakan buat gue terhasut."

Setelah mengatakan itu. Aksa pergi meninggalkan Kania yang terdiam di tempatnya.

Menatap punggung Aksa yang mulai menjauh. Meninggalkannya sendirian di bawah matahari yang kali ini terasa menyengat. Kania tersenyum getir. Merasa pertanyaan bodohnya, akan membawanya pada jurang kebencian.

Tapi apapun itu. Bagaimanapun resiko yang akan ia terima. Kania tetap tidak peduli. Kania merasa, semuanya harus mendapat balasan.

****

"Alisha. Apa yang lo lakuin sampe Kania bilang kalo lo orang jahat?"

"Tolong berikan jawaban benar atau bohong kalo lo itu orang jahat? Apa arti dari kejahatan lo?"

"Kalo yang Kania bilang itu bohong. Harusnya lo bisa menyangkal dan ngga diem aja kan?"

Alisha memundurkan langkahnya. Menatap beberapa orang di depannya dengan tatapan tidak percaya. Napasnya terengah, mendengar pertanyaan yang ia pikir tidak akan pernah ia dengar. Menyaksikan bagaimana ketiga orang ini memberi tatapan mengintimidasi untuknya.

KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang