Chap 14. Buah Mangga

9 3 0
                                    

Pemuda dengan sarung disampirkan di bahu sebelah kiri itu tengah menikmati angin sepoi-sepoi di samping masjid sekolah. Selesai menjalankan sholat Jumat, Aksa bersama keempat temannya sedang nongkrong di bawah pohon mangga. David yang tidak menjalankan ibadah sholat Jumat karena berbeda keyakinan pun dengan setia menunggu teman-temannya di bawah rindangannya pohon mangga.

"Buruan dong Sa, lama banget sih!" Teriak Arka dari bawah, pasalnya Aksa sedang berada diatas pohon untuk mengambil mangga yang sebentar lagi matang. Kalau kata mereka berlima sih, siang-siang gini enak makan yang seger-seger. Ingin beli es di kantin katanya sayang uang, jadilah Aksa yang jadi korban kekalahan suit Jepang dan berakhir ada di atas pohon untuk mengambil buah.

"SABAR ELAAHH, LO PIKIR GAMPANG APA NGAMBIL BUAH. MANA LO MINTA YANG PALING GEDE LAGI!" Teriak Aksa dari atas pohon. Kesal, kesal sekali. Image nya sebagai ketua geng luntur karena buah yang menggugah selera.

'Dug'

Satu buah mangga berukuran besar berhasil Aksa lempar dari atas. Tentu itu membuat wajah teman-temannya yang tadi kesal menunggu berubah menjadi sumringah. Cuman karena buah mangga, sesenang itu. Seleranya rendah banget ya?

Berbeda dengan teman-temannya yang kelihatan senang, Aksa justru kebalikannya. Ketika teman-temannya beramai-ramai mengupas mangga dengan pisau hasil pinjaman dari warung Teh Yanti, Aksa justru sedang berusaha mengusir semut yang menempel di tubuhnya.

"Woi kampret sisain gue!" Seru Aksa tak terima ketika mereka sudah lebih dahulu memakan buah mangga itu. Ia yang sudah susah payah manjat keatas pohon, lah masa teman-temannya yang lebih dulu menghabiskan.

"Hehehe, selow Sa masih banyak." Cengir David dengan mangga yang memenuhi rongga mulutnya.

Buru-buru Aksa ikut memakan buah mangga itu. Rasanya nikmat bukan main, manis asam dari mangga sangat pas untuk dinikmati di siang hari seperti ini.

"WOI CURUT NGAPAIN LO SEMUA DISITU?!!" Dari jarak yang cukup jauh, suara itu dapat menghentikkan kenikmatan mereka, suara itu adalah suara yang tidak asing untuk mereka dengar, dan suara itu... Suara yang menyebut nama lengkap mereka ketika Pak Joko menyuruh orang  memanggil mereka ke bk. Dan itu adalah,

"SUKA-SUKA GUE DONG ALISHA!" Teman-temannya masih cengo bingung harus menjawab apa, berbeda dengan Aksa yang sudah kebal dengan sikap Alisha yang selalu berteriak seperti ini.

"LAGI MAKAN MANGGA AL, LO MAU? " Kata Arka menunjukkan mangga yang sedang mereka santap. Semuanya sudah berada di alam bawah sadar. Tapi sebenarnya mereka cukup heran, kenapa selalu Alisha yang akhir-akhir memergoki mereka?

Alisha memutar bola matanya malas. Kalau bukan perintah dari Pak Iwan guru sejarah paling killer seantero sekolah, Alisha sih ogah capek-capek mencari keberadaan Aksa dan antek-anteknya.

Alisha mendekat kearah Aksa dan teman-temannya yang masih sibuk memakan mangga, berdiri dihadapan kelima lelaki yang sedang jongkok itu membuat Alisha dapat melihat sepuluh netra yang sedang mengangkat kepala untuk menatapnya.

"Lo semua dicariin Pak Iwan suruh masuk kelas. Ngapain malah nongkrong disini?" Tanya Alisha sinis. Ia sangat kesal harus meninggalkan jam pelajarannya karena mencari Aksa and the geng.

"Lah kan yang nyariin kita Pak Iwan ngapa lo yang negur kita?" Tanya David polos.

"Gue disuruh Pak Iwan kali, kalau ngga sih ogah gue. Buang-buang waktu!"

"Lo cantik tapi ngeselin ya." Kata Dani masih fokus memakan mangga.

Alisha memang seperti itu, sama sekali tidak menjaga image di depan laki laki, apalagi di depan Aksa dan teman-temannya. Baginya, bersikap apa adanya akan lebih menyenangkan dibanding harus bersifat baik-baik padahal sifat itu sama sekali bukan dirinya. Dan untuk kata baik itu sifatnya universal, banyak arti dari kata baik itu sendiri. Pura-pura baik agar disukai dan di puji banyak orang, itu sama sekali bukan sifat Alisha.

KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang