Suatu pagi yang mendung, aroma khas tanah menyeruak bersamaan dengan sisa-sisa gerimis yang tersisa selepas hujan reda. Meski hujan sudah tidak menunjukkan eksistensinya, tapi jejak-jejak basah masih tertinggal di sudut jakarta, dan hawa dingin sempurna menusuk setiap helai sukma yang bernafas. Sama halnya dengan pagi yang temaram kali ini, jika digambarkan, keadaan hati seorang pemuda berkaus hitam diantara ribuan manusia di muka bumi ini tidak kalah suram dengan keadaan langit yang sekarang. Mendung. Dingin. Nyaris seperti tidak ada kemampuan untuknya bisa berubah menjadi cerah. Tapi lain halnya dengan itu, ada karsa yang memintanya untuk bergerak menuju ke suatu tempat di belahan Jakarta, tempat yang dekat dengan tempat tinggalnya namun kakinya tidak pernah mampu untuk melangkah ke tempat itu. Terlalu berat walau hanya sekedar melintas. Ada beban tidak terhitung kala tempat ini harus menjadi tujuannya untuk bertumpu.
Hingga di sinilah Aksa berada, di sebuah pemakaman umum Jakarta yang menyimpan banyak cerita perih di dalamnya. Tempat di mana ia melihat banyak harapan yang pupus ketika harus ditinggalkan untuk selama-lamanya. Tempat di mana ia mendengar jerit tangis menyakitkan yang sulit untuk dihentikan. Tempat di mana suatu kehidupan seseorang harus berhenti karena takdir Yang Maha Kuasa dan meninggalkan kenangan-kenangan manis untuk orang terdekatnya. Dan tempat di mana ia harus merelakan kakaknya pergi selama-lamanya, ke tempat paling jauh yang tidak akan pernah bisa ia kunjungi. Karena sejak saat itu, raga kakaknya sempurna didekap bumi, senyumnya hanya mampu di kenang lewat angan, pelukan hangatnya hanya bisa ia rasakan dalam mimpi yang sengaja ia ciptakan. Tempat ini, menjadi saksi betapa hancurnya Aksa pada saat-saat itu.
Meski dingin yang ditimbulkan oleh hujan menyelimuti dirinya. Tapi itu semua tidak membuatnya urung untuk ia meninggalkan makam kakaknya. Susah payah Aksa beradu dengan egonya agar bisa dikalahkan dan ia bisa datang ke tempat ini. Sungguh, ia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan berharga ini setelah lama ia tidak mampu untuk melangkah, menjenguk kakaknya yang tubuhnya sudah membumi. Di hadapannya, tertera nisan dengan nama kakaknya yang terus ia pandangi tanpa rasa bosan. Karena dengan ini... Aksa seakan sedang berbincang dengan kakaknya, Aksa seperti sedang melihat wajah kakaknya yang tidak pernah ia lupakan, ia masih ingat dengan jelas cara kakaknya berbicara, cara kakaknya tersenyum, bahkan cara kakaknya marah sekalipun. Semua itu tidak pernah luput dalam ingatannya. Dengan melihat nisan itu, Aksa seolah merasa hidup seadanya tanpa ada kepalsuan yang mengurungnya.
"Kak Geo, maaf gue baru dateng ke sini lagi." Ini adalah ucapan pertamanya setelah setengah jam ia memandangi nisan Geo-nama kakaknya. "Maaf kak, maaf."
Ada banyak sekali yang ingin ia sampaikan pada kakaknya walau hanya melalui nisannya. Tentang dirinya yang bisa tersenyum bahkan tertawa di balik semua pahitnya kehidupan. Tentang ia yang ingin memperkenalkan teman-temannya karena telah berhasil membantunya untuk kembali bangkit. Tentang ia yang ingin menceritakan bahwa Raza masih membencinya dan akan terus membencinya. Tentang ia yang tidak ingin bertemu dengan Papanya karena masih terlalu sakit jika harus melihat lelaki tua itu bersanding dengan perempuan lain yang statusnya adalah Ibu Raza. Tentang ia yang ingin memberitahukan kondisi Mamanya yang belum ada perkembangan, bahkan untuk menggerakkan tangannya pun, Mamanya seakan enggan untuk melakukan. Tentang ia yang bertemu dengan Alisha, dan sejak saat itulah luka yang sempat ia lupakan dengan perlahan muncul kembali memintanya untuk disembuhkan. Dan tentang ia yang ingin menyampaikan kepada Geo bahwa ia telah menemukan di mana cinta pertama Geo. Nasib malang sama seperti Geo, cinta pertamanya, Arcilla sama-sama sudah didekap bumi. Pergi ke tempat paling jauh sama seperti dirinya.
Semoga, Tuhan mengizinkan mereka bertemu. Bertemu dalam keadaan yang jauh lebih bahagia lagi.
"Kak Geo, gue udah tau di mana cinta pertama lo, Arcilla." Diantara semua yang ingin ia ceritakan. Topik tentang Arcilla lah yang membawanya sampai ke sini. Di mana ketika ia tahu tentang Arcilla, sesak kian menyiksanya karena sadar ia tidak akan pernah bertemu dengan perempuan itu. Selamanya, kesempatan untuk bertemu dengan Arcilla tidak akan pernah ia dapatkan. Karena sebelum Geo meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya, ada janji yang harus ia tepati. Janji yang bagaimana pun itu harus ia tunaikan demi ketenangan kakaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KITA
JugendliteraturKita, hanyalah remaja yang seharusnya menikmati hari dengan tawa. Kita, diciptakan untuk memulai, bukan mengakhiri. Kita, adalah sebagian dari makhluk bumi yang mengharapkan kedamaian dari apa yang sudah terjadi. Sekuat apapun melawan, goresan lu...