Chap 13. Toko Bunga

23 5 0
                                    

Senyumnya terus mengembang sejak ia menginjak bumi yang masih terasa basah akibat hujan yang mengguyur sore ini. Bunga-bunga yang tadi memenuhi keranjang sepeda nya kini tinggal sisa dua lagi, Alisha sudah membagikannya pada setiap orang yang ia temui di jalanan.

Sejak hujan mereda, matahari tidak lagi terlihat. Cuaca mendung lah yang kali ini menghiasi langit Jakarta. Juga lampu-lampu yang sudah banyak menyala tanda malam sebentar lagi tiba.

Alisha memberhentikan sepedanya di salah satu gerobak penjual bubur kacang. Ia mengambil satu tangkai bunga mawar merah dan berniat memberikan pada penjual bubur kacang yang sudah cukup berumur ini.

"Pak ini bunga buat bapak, semangat terus ya pak jualannya!" Ucap Alisha dengan riang sembari menyodorkan bunga mawar itu pada sang penjual. Bapak itu pun menerima dengan senyuman yang terlihat tulus.

"Makasih ya neng. Ini kedua kalinya kamu ngasih bunga sama bapak." Kata sang Bapak, masih dengan senyuman yang tulus.

"Hehe iya Pak sama sama, saya pesen bubur kacang nya satu ya pak!" Ujar Alisha mengacungkan satu jari tengahnya. Lagi-lagi ia tersenyum bahagia melihat orang yang ia beri bunga tersenyum, apalagi karenanya.

"Siap neng." Penjual bubur kacang itu mengacungkan jempolnya, ia langsung membuatkan bubur kacang pesanan untuk Alisha.

Alisha setia duduk di sepedanya, sembari menunggu pesanannya jadi ia melihat keadaan sekitar. Sudah sangat sore, jalan raya pun dipenuhi oleh pengendara yang bersiap kembali ke rumahnya setelah seharian beraktivitas. Meski suara lalulalang sangat terdengat jelas di indra pendengarannya, tak menutup kemungkinan juga bahwa Alisha mendengar seseorang berbicara sesuatu padanya.

"Gue ga di kasih juga bunganya." Ucap seorang laki-laki di samping Alisha. Masih menggunakan seragam sekolah, padahal hari sudah menjelang malam.

"Ngapain gue kasih bunga ke elo." Ujar Alisha sinis, masih sinis seperti biasanya.

Aksa menaikkan satu alisnya, "Orang-orang yang lo temuin di kasih bunga semua. Kenapa gue ngga? Apa bedanya gue sama yang lain?" Tanya Aksa, padahal ia sudah tau jawabannya, bahwa Alisha tidak akan mau memberikan bunga itu padanya. Ya ini hanya iseng semata kok, karena Aksa sedikit rindu menjahili Alisha sehingga membuat pipi perempuan itu menjadi merah akibat marah. Eh.

"Pertama, gue kasih orang bunga karena keinginan gue bukan karena orang lain minta. Kedua, lo ga beda dari yang lain dan mau ngasih lo bunga apa ngga itu hak gue. Ketiga, gue gamau kasih bunga ini sama lo!"

Aksa termundur kaget. Suara Alisha terdengar begitu jelas diantara deru motor dan suara aktivitas lainnya. "Bisa ga sih lo ngomong gausah kenceng-kenceng, budeg ni kuping gue!"

"Bodoamat! Kuping lo ini bukan kuping gue." Alisha memelaskan wajahnya, tak memedulikan Aksa yang masih berada di sampingnya. "Lagian gue bosen ketemu lo lagi lo lagi. Kenapa gaada yang lain gitu selain lo."

"Jodoh kali." Celetuk Aksa asal.

'Plakk'

Sontak candaannya itu langsung mengundang pukulan keras dibagian perutnya. "Aduhh, sakit Alisha!" Teriak Aksa memegang bagian perut kanannya yang perih akibat pukulan Alisha. Telapak tangan Alisha mungil, tapi mengapa sangat terasa perih ketika memukul Aksa.

"Suruh siapa ngomong nya asal!"

"Siapa tau bener." Kata Aksa terus menggoda Alisha.

"Ogah gue jodohannya ama lo. Ngeselin."

"Gue juga ogah."

Alisha menatap Aksa sinis. "Lo itu ngeselin banget ya! Kemaren-kemaren  lo marah gara-gara gue laporin lo tawuran, kemaren lo gangguin gue lagi baca buku, kemaren juga lo sinis banget sama gue gara-gara kuaci. Sekarang lo sok-sokan mau gombal sama gue. MAU LO APA HA?!! "

KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang