Chap 4. Ketemu lagi

37 7 2
                                    

Di malam yang sama,

Kuhitung berapa bintang yang sudah menemani

Baiknya bulan yang setia mendengarkan

Dan Angin yang terus memberi ketenangan

Lagi, malamku terjerumus dalam sepi

Lembaran buku kosong miliknya kini kembali tergores oleh tinta kesayangan yang selalu di simpan baik-baik. Ditutupnya buku yang sudah menemaninya selama beberapa tahun terakhir ini. Alisha memejamkan matanya perlahan, menikmati udara malam yang selalu ia rasakan. Rasanya masih sama, sama-sama menenangkan. Duduk di balkon kamar sambil menikmati suasana malam, melihat lampu-lampu yang menyala di Pusat Kota, dan memandang langit yang dipenuhi bintang dan bulan adalah hal yang tidak pernah Alisha lewatkan.

Alisha masuk ke kamarnya yang bernuansa silver, entah mengapa ia begitu menyukai warna silver karena menurutnya silver memberikan kesan damai. Alisha sangat menyukai apapun yang bersifat damai.

Alisha mematikan lampu kamarnya lalu menyalakan lampu tidur berukuran kecil agar ada sedikit cahaya. Perlahan ia menarik selimut sampai menutupi sebagian tubuhnya, memejamkan mata berharap malam ini ia bisa tertidur pulas.

Jauh di tempat Alisha berada, seorang laki-laki tak henti-hentinya menghisap benda nikotin yang ia selipkan diantara dua jarinya. Meski asap sudah memenuhi ruangan sepertinya tak urung membuat pemuda itu berhenti. Baginya, menghirup rokok sedikit membuatnya merasakan tenang. Setiap orang berhak atas rasa tenang bukan?

Merasa sudah cukup ia menginjak ujung rokoknya dan bangkit memasuki kamar. Bukan untuk tidur, pemuda itu meraih jaketnya dan keluar dari rumah. Tak peduli meski hari sudah larut dan sebentar lagi ayam akan berkokok. Ia akan tetap pergi.

***

Aksa menjalankan motornya diatas kecepatan rata-rata. Ia telat, sungguh sangat telat. Sekarang sudah pukul 07.55 yang artinya gerbang sekolah sudah di tutup. Sedari tadi Aksa terus merangkai kata agar satpam sekolah bersedia membukakan gerbang untuknya, meski mustahil untuk didapat.

Gerbang sekolah sudah ada di depan matanya. Ia mengerem motornya secara tiba-tiba, hampir saja menabrak gerbang yang menjulang itu. Satpam yang ada disitu dibuat kaget dengan tindakan Aksa. Sementara Aksa, hanya menyegir seolah tindakannya tak membahayakan.

"Kenapa kamu baru dateng? Tau waktu kan?!" Satpam SMA Langit terkenal dengan galaknya. Tapi yang perlu diketahui, satpam ini adalah cs Aksa ketika Aksa akan melancarkan aksinya.

"Di jalan macet Pak."

"Sudah tau Jakarta macet, kenapa kamu berangkatnya siang?" Pak Satpam itu melototkan matanya pada Aksa membuat Aksa meringis pelan.

"Saya berangkatnya pagi Pak, tapi saya kejebak macet."

"Alah alesan, kamu tidak boleh masuk!" Tegas satpam yang diketahui bernama Pak Asep itu. Aksa menghembuskan nafasnya kasar. Ia tidak mau harus berurusan dengan Pak Joko lagi hanya karena masalah ini. Aksa sedang malas.

"Yah Pak, boleh lah Pak nanti saya di hukum lagi." Aksa memasang wajah sesedih mungkin agar Pak Asep mau mengizinkannya masuk.

"Ya itu salah kamu!"

"Pak, bapak ga kasian gitu sama saya Pak. Kemaren saya di jemur sama Pak Joko hampir enam jam. Masa sekaranh saya harus di jemur lagi. Bapak ga kasian sama badan saya? Kalau nanti saya pingsan pas di-"

"Ya sudah ya sudah, kamu boleh masuk. Asal besok kamu jangan telat lagi!" Pak Asep membukakan gerbang untuk Aksa. Aksa tersenyum sumringah, lagi-lagi caranya membujuk Pak Asep berhasil.

KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang