Nino POV
Aku masih masih ingat dengan jelas wajah anak kecil yang menemuiku dan meninggalkan foto lamaku beberapa minggu yang lalu. Seperti ada pukulan keras yang menghantam dadaku waktu itu. Bagaimana mungkin dia salah orang bila jelas-jelas diriku yang ada didalam foto yang dia pegang. Dan yang membuatku benar-benar yakin bahwa dia ngga salah adalah mata yang dimilikinya persis seperti mata yang dimiliki oleh wanita yang pergi dariku tepat 5 tahun yang lalu. Apakah itu benar dia? Apa anak itu adalah...
Sekali lagi kupandangi foto yang kupegang. Didalam foto ini terlihat aku yang sedang tersenyum, foto ini diambil dipantai tempat aku mengajaknya kepesta keluarga Harsono. Aku ingat janjiku untuk membawanya ketempat yang sekarang sudah jadi milikku sepenuhnya itu sekali lagi. Apa saat itu dia mulai merasakan sesuatu padaku hingga dengan diam-diam dia mengambil fotoku seperti ini? Terlalu menyakitkan rasanya bila mengira dia mulai menyukaiku saat kami masih bersama karena beberapa waktu setelahnya dia pergi meninggalkanku.
***
Flashback"Kamu sudah pulang?" aku yakin dia tau aku sedang marah padanya. Kemana dia pergi selama ini? Setelah menghilang lebih dari sebulan, sekarang dengan santainya dia muncul disini. Aku berusaha mengacuhkannya dengan langsung berlalu darinya dan mengunci diri dikamar. Badanku masih terasa capek setelah pulang dari pesta Zevan.
"Mau apa kamu kemari?" akhirnya aku menyerah dan memutuskan keluar setelah beberapa saat gelisah didalam kamar karena aku harus mendengar alasan dia menghilang selama ini. Dia harus siap dengan kemarahanku sekarang. Dia harus menerimanya. Dia masih disana, duduk ditempatnya biasa menungguku dan tersenyum. Dia masih bisa tersenyum sekarang?
" Aku masih harus melunasi hutangku padamu." aku hampir memuntahkan kemarahanku sebelum mendengar ucapannya. Apa maksudnya dia mau memutuskan kontrak kami sekarang? Apa mungkin dia menghilang karena merasa aku terlalu lama menahan dia untuk bersamaku dan memutuskan untuk melunasinya sekarang? Harga diriku seperti dikoyak saat ini. Setelah menunggu dan mengharap kehadirannya, kini dengan mudah dia mau aku melakukannya sekarang. Dia pikir aku ini apa? Kalo dia mau pergi sekarang, pergilah. Ngga perlu kamu berbuat seperti ini. Kamu pikir akan semudah ini aku mengambil hak yang sudah kubayar padamu?
"Aku sudah menganggap semuanya lunas." ucapku dingin. Dari begitu banyak pertanyaan dalam kepalaku, hanya itu yang mampu kuucapkan padanya.
"Sayang sekali, aku bukan wanita yang suka melanggar perjanjian yang sudah disepakati." aku tau kamu memang wanita seperti itu.
"Kamu melanggarnya sejak menghilang tanpa ada kabar. Apa kurang jelas waktu aku meminta kamu menungguku?" Apa aku terdengar kecewa? aku serius waktu memintanya menungguku waktu itu, karena aku membutuhkan keberadaan dia disisiku.
"Maafkan aku. Karena itu, aku kemari mau menyelesaikan semuanya." maaf dan maaf. Selalu itu yang dia ucapkan padaku. Bosan aku mendengarnya.
"Pergilah." aku ngga mau dia menyesali apa yang baru saja dia minta dariku. Aku yakin bisa melupakan Dara tanpa perlu dia disisiku sekarang. Toh, dia sudah menghilang cukup lama. Walau sebenarnya ada perasaan senang jauh didalam hatiku waktu melihat kehadirannya disini.
"Ku mohon" dia mendekat. Aroma harum dari tubuhnya menggangguku, membuatku ingin menatapnya walau aku masih berusaha menghindarinya.
"Jangan memohon hal yang hanya akan kamu sesali."
"Kalaupun aku menyesal nantinya, aku ngga akan datang untuk mencari kamu."
"Apa kamu sudah punya pelanggan lain?" tanyaku berusaha menahan emosi yang tiba-tiba mendesakku karena melihat dia mengangguk mengiyakan pertanyaanku barusan. Sejujurnya aku berharap dia menggeleng.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIRU (Silver Moon series)
RomanceAku lupa bagaimana caranya menangis. Sudah lama sekali sejak terakhir aku mengeluarkan air mata. Aku bahkan tidak menangis saat aku harus menjual keperawananku padanya. Sampai ketika tiba saatnya aku harus pergi meninggalkannya. Aku menangis. --Ness...