Bab 30

30.8K 2K 11
                                    

Nino POV

Kepalaku masih terasa sedikit pusing waktu menangkap tubuhnya yang seketika limbung dan terduduk ke lantai. Tak ada suara selama beberapa menit saat kubawa dia ke dalam pelukanku. Hanya tubuhnya yang kurasakan bergetar. Dia menangis.

Aku masih berada diruang meeting saat mendapat telpon dari Devi bahwa Vasa mengalami kecelakaan dan dia membutuhkanku untuk mendonorkan darahku padanya. Bagaimana mungkin putra malangku mengalami hal buruk ini dihari ulang tahunnya. Kami bahkan sudah menyiapkan kado untuknya dan mempersiapkan kedatanganku yang akan jadi kejutan baginya.

Aku tiba di rumah sakit secepat yang aku bisa dan menyaksikan Nessa yang terlihat sangat tidak berdaya terduduk di depan ruang operasi. Kalau bukan karena aku harus lebih dulu menyelamatkan Vasa, kupastikan aku akan berlari kesana dan memeluk untuk menenangkannya lebih dulu.

Dia disini sekarang. Bersamaku dan masih larut dalam tangisnya. Aku tahu seberapa besar rasa sakit yang dia alami. Mana ada seorang ibu yang tidak tersiksa bila melihat putranya terbaring lemah disana. Aku bisa merasakan apa yang dia rasakan. Rasa sakitnya serupa dengan milikku.

"Menangislah bila itu bisa mengurangi sesakmu," kubelai dengan lembut rambut panjang yang selama ini hanya mampu kulihat lewat mimpiku. Aku memeluknya dengan erat seakan ngga akan pernah membiarkan dia lepas lagi dariku.

Pelan-pelan kupegang bahunya dan mendorongnya untuk sedikit menjauh supaya aku bisa melihat wajahnya. Aku perlu melakukan ini untuk meyakinkan dia bahwa kejadian ini bukan kesalahan dia. Nessa pasti berpikir dia yang menyebabkannya. Devi sudah cerita padaku mengenai permintaan Vasa juga kejadian saat dia menghilang dari sekolah.

"Jangan siksa diri kamu dengan perasaan bersalahmu." tangisnya masih ada disana. Dia berusaha menghindari tatapanku dengan terus menunduk. Perasaan bersalah yang dia rasakan jauh lebih besar dari perkiraanku ternyata.

"Kamu ngga akan pernah tau seberapa besar arti dia bagiku." ucapannya lebih kuartikan sebagai penegasan bagiku bahwa dia ngga akan membiarkan aku mengambil Vasa darinya. Dia pasti salah paham dengan ucapanku saat menemuinya tempo hari. Dia pasti takut aku akan merebut Vasa darinya. Aku ngga akan melakukan hal itu, karena yang kuinginkan bukan hanya Vasa tapi juga dia.

"Aku ngga akan berusaha merebut Vasa darimu. Aku hanya minta kamu izinkan aku untuk menyayangi dan melindunginya seperti yang sudah kamu lakukan selama ini." kulepas kacamata yang masih dia pakai, kusapu sisa-sisa air mata yang ada disana. Dia tidak berusaha menolak saat aku melakukannya. Dia menatapku, mencari kebenaran dalam kata-kataku barusan. Dia pasti menemukannya, karena air mata kembali membasahi matanya.

"Jangan rusak semua yang sudah kubangun selama ini." hatiku terasa kembali diiris saat dia melepaskan dirinya dariku. Dia kembali membangun jarak yang sempat hilang barusan. Hanya sekejap dia membiarkan dirinya terlihat lemah didepanku, kini dia kembali menjadi Nessa yang menguatkan hatinya untuk menolak kehadiranku.

"Singkirkan kerasnya hatimu Nessa. Demi Vasa," dia harus disadarkan sekarang. Dia hanya akan semakin membuat lubang dalam hati Vasa membesar. Kejadian ini seharusnya cukup jadi pukulan yang keras untuknya agar lebih lunak pada pendiriannya. Bukan aku menyalahkan Nessa atas kejadian ini, aku hanya tidak mau putraku terluka sekali lagi. "Biarkan dia mengetahui bahwa aku ada disini bersamanya."

Aku tau dia memikirkan kata-kataku barusan. Dia pasti mengerti maksud ucapanku karena dia juga menginginkan yang terbaik untuk Vasa.

"Kamu boleh bersamanya," aku tersenyum mendengarnya sebelum kembali lunglai setelah mendengar kata-kata selanjutnya. "Hanya sampai dia sembuh dan bukan sebagai ayahnya, melainkan orang yang kebetulan mirip degan ayahnya."

Apa aku pantas menerimanya? Apa dia tidak merasa bahwa dia sangat kejam padaku? Aku menawarkan ketulusan padanya. Dan ini yang harus aku terima.

"Baiklah. Aku setuju," mungkin aku bisa berusaha menerimanya, asalkan aku bisa bersama mereka walau bukan untuk selamanya. Aku masih punya waktu untuk melunakkan hatinya selama masa penyembuhan Vasa. Saat itu akan jadi saat berharga bagiku untuk berusaha mendapatkan mereka.

***

Sesuai dengan yang dia mau, aku berusaha terlihat berbeda dengan menggunakan kacamata, dan datang mengunjungi Vasa yang sudah dipindahkan ke ruang rawat inap. Dia nampak jauh lebih segar dibandingkan beberapa hari yang lalu saat masih di ruang ICU.

"Ayah!!!" serunya gembira begitu melihatku muncul didepan pintu kamarnya sambil membawakan mainan mobil-mobilan untuknya. Aku tahu semua hal yang dia sukai dari Devi. Adik Nessa yang satu ini sudah resmi jadi informan pentingku. Dia akan mengatakan apapun yang kuperlukan.

Ikatan seorang ayah dan anak ngga akan bisa dibohongi. Bagaimanapun aku berusaha terlihat berbeda, Vasa pasti akan tetap mengenaliku.

"Jangan turun dulu, nanti juga Om Nino bakal kesini." Devi menatapku dengan iba saat mengatakannya. Dia adalah orang pertama yang marah saat mendengarku mengatakan apa yang diminta oleh Nessa.

"Boleh Vasa manggil om Nino ayah?" hanya ada kami bertiga diruangan ini, Nessa sedang ada urusan dan meminta Devi untuk menggantikannya menjaga Vasa.

"Boleh. Terserah Vasa mau manggil Om apa. Tapi harus minta izin ibu dulu," Vasa mengangguk dengan penuh semangat. Dia memeluk mobilan yang baru kuserahkan untuknya. Devi kuminta untuk mengatakan pada Vasa bahwa mereka salah orang waktu mereka menemuiku di depan apartemen waktu itu. Dia sangat marah dan menolak untuk melakukannya. Tapi kujelaskan padanya bahwa kami harus bersabar untuk membuat keadaan membaik dan Nessa bisa lebih melunak. Biarlah kami menambah kebohongan baru lagi pada Vasa dan pada saatnya nanti kami akan memperbaikinya kembali dan semua pasti akan menjadi lebih indah pada waktunya.

"Om kok bisa mirip banget sih sama Ayah? Kalian kembar ya?" Vasa masih sangat polos, pertanyaan-pertanyaannya membuatku bingung untuk menjawab apa.

Ini memang ayah Nak. Ingin sekali rasanya aku mengatakan itu padanya.

Vasa memang sangat mudah akrab dengan orang yang baru dikenalnya termasuk aku. Dia beberapa kali memelukku dan terus menempel padaku. Aku menyukainya, karena aku ngga perlu repot mencari alasan untuk lebih mendekatkan diriku padanya. Walau dia masih belum pulih dan masih harus tetap diam di kasur, Vasa terlihat sangat ceria. Aku sengaja meluangkan waktuku siang ini untuk menemaninya. Kalau saja bukan karena pertemuan penting nanti sore, aku akan tetap berada disini sepanjang hari bahkan kalo perlu aku akan menginap disini. Itupun kalau Nessa berkenan. Dia masih menunjukkan sikap penolakannya dan berusaha menghindariku selama beberapa hari ini.

"Vasa mau cepet-cepet pulang dari rumah sakit Om, biar bisa ngajak Om Nino main dirumah. Vasa ngga suka disini," kualihkan pandanganku pada Devi yang dari tadi diam dipojok ruangan sambil memperhatikan kami. Aku cuma bisa mengucapkan terima kasihku melalui senyuman. Bagaimanapun bantuannya juga Rindy dan Giana sangat berarti bagiku. Dia dan Rindy sudah kuanggap adikku sendiri seperti Giana.

"Ulang tahun Vasa kali ini hebat deh. Vasa beneran ketemu sama ayah, walau cuma tiruannya aja." aku tertawa mendengar ucapan Vasa yang terdengar lucu ditelingaku, walau sebenarnya menyedihkan juga karena aku harus dipanggil "Ayah tiruan" oleh anakku sendiri.

"Boleh Om lihat?" kulihat Vasa memainkan kalung yang dia kenakan. Aku mengenalnya. Kalung berliontin infinity yang dulu kubeli. Aku meletakkannya di jaket yang kupakai hari itu dan dibawa oleh Nessa.

"Ini kalung pelindung Vasa. Ibu bilang, kalo Vasa pakai kalung ini, itu artinya sama aja kayak ayah bersama Vasa untuk melindungi Vasa selalu." dia menolak kehadiranku, padahal semua tahu bahwa dia masih mencintaiku. Dia masih menjadikan aku sosok ayah yang sebenarnya bagi Vasa. Nessa masih berusaha bertahan untuk mengingkari perasaannya.

"Simbol ini namanya infinity, artinya tak terhingga atau berbatas. Itu artinya sayangnya ayah sama Vasa ngga ada batasnya." aku memang ngga pernah tahu kenapa dulu aku membeli benda ini. Bahkan aku sempat melupakannya saat Nessa tanpa sengaja membawanya. Kini aku bisa menemukan fungsi benda itu untukku. Sama seperti yang kukatakan pada Vasa, aku berharap kalung itu berfungsi sebagai pengganti diriku saat tidak bersamanya. Sekarang aku malah berharap bisa menggantikan tugas itu. Aku ingin bisa berada disisi mereka untuk melindungi dan menyayangi mereka tanpa batasan apapun. Semoga saat itu bisa segera kutemui.

***

BIRU  (Silver Moon series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang