Bab 25

29.9K 2K 31
                                    

Nino POV

Aku menemukan diriku duduk ditempat ini bersama cewek yang sama sekali ngga kuinginkan saat ini. Seharusnya aku masih ada dikantor sekarang untuk menyelesaikan pekerjaanku. Aku masih harus menyelesaikan berkas-berkas yang akan kubawa ke Kalimantan lusa. Berhenti mengikuti Alan, sekarang dia malah menyusahkanku.

"Gue masih harus kerja sekarang. Bisa ngga sih lo cari orang lain buat dibikin susah begini?" protesku pada Rindy yang sedang menghabiskan makanannya. Dia sudah menghabiskan 4 potong ayam goreng dan sekarang ditangannya sudah ada potongan kelima.

"Lo adalah sahabat Alan, dan lo juga harus bertanggung jawab sama sakit hati gue." Sialan. Sepertinya aku mulai masuk kedalam masalahnya dia dan Alan.

"Kenapa harus gue? Kami masih punya sahabat yang lain lagi."

"Yang satu bininya galak dan yang satunya lagi bau bawang. Cuma lo yang paling lumayan buat diajak walau sebenarnya ngeselin sih." Ngga salah ngomong dia? Kalo bukan Alan yang memintaku mengiyakan ajakannya, aku ngga bakal mau ada disini sekarang.

"Mulut lo bisa ngga sih dikasih filter biar enak didenger?" Cewek ini sopan santunya memang patut dipertanyakan. "Pantesan Alan nolak lo."

"Dia itu sebenernya cinta sama gue, cuman dia masih malu aja jalan sama cewek semuda gue." tingkat kepedeannya juga diatas rata-rata.

"Gue udah sengaja nguji dia dengan bener-bener serius sama kuliah kemaren. Dia ngga ketemu ataupun denger kabar dari gue selama 3 taun. Lo liat kan? Dia nyamperin gue."

"Dan sekali lagi dia nolak lo." Jawabanku praktis membuatnya cemberut.

"Tragis emang. Bela-belain pergi selama tiga tahun dan yang lo dapat cuma apa? Dia nyamperin lo? Mestinya dia ngajak nikah. Sekarang dia malah nolak lo. Kasian banget sih," aku benar-benar puas bisa meledeknya. Dia ngga akan marah kalo cuma diledek seperti ini.

"Gue kurang cantik apa sih? Kurang ngerti dia apa sih? Gue ngerti dia lebih dari dia ngerti dirinya sendiri tau. Masih aja ditolak," air mata mulai menggenang dikedua matanya. Dia memang cantik dan cewek ini menarik.  Alan pasti punya alasan menolaknya, dan salah satu diantaranya yakni perbedaan umur mereka yang terlampau jauh. 11 tahun adalah jarak yang  cukup jauh untuk menjalin sebuah hubungan baginya.

"Mestinya lo cari cowok seumuran lo. Bukannya pria kayak kita. Emangnya lo ngga laku?" dengan kasar disapunya air mata yang masih menggantung dipelupuk matanya dengan kasar.

"Ngomong sama tangan.  Ngga laku. Lo pikir lo laku?" dia benar-benar protes kali ini. "Banyak yang ngejar-ngejar gue. Cuman guenya aja yang terlalu setia sama satu pilihan gue."

"Gue juga setia. Para wanita diluar sana banyak yang berebut buat dapetin gue." Entah kenapa aku merasa santai bila bicara sama Rindy. Dia memang kadang terlihat kekanakan, tapi dia juga bisa jadi pendengar yang baik.

"Masa sih? Tadinya gue pikir lo gay." aku bisa tertawa lepas bila mendengar omongan ngaconya yang kadang terdengar sama sekali ngga masuk akal.

Jingle cartoon Doraemon terdengar nyaring dari dalam kantong Rindy.

"Apa?"

"Ngga bisa. Gue lagi pusing Dev, ngga bisa dengerin curhatan lo dulu ah." Terlihat dia menggaruk kepalanya dengan kesal. Aku lebih baik mulai meminum kopiku yang dari tadi belum tersentuh sedikitpun.

"Kalo lo emang ngga tahan sama masalah Kakak lo, kasih aja buku itu sama cowoknya. Apa susahnya sih,"

"Kalo dia emang cinta juga sama kakak lo, dia bakal nyariin." pembicaraan cewek seusianya memang ngga pernah jauh dari masalah cinta.

"Lagian lo juga sih sok merasa bersalah gitu. Dibilangin dia ngga perlu berbuat apa-apa masih juga mau ikut campur. Hidup kalian juga baik-baik aja kan selama ini?" kulihat jam sudah menunjukkan hampir pukul 5 sore.

"Kalo masalah keponakan lo, nanti juga dia bakal lupa sendiri sama keinginannya. Masih bocah gitu juga. Anggap aja dia merengek minta mainan. Begitu dia punya mainan baru,  dia bakal lupa juga nanti sama yang dia minta." Rindy melirik sambil tersenyum jahil padaku.

"Lo cariin cowok aja buat kakak lo. Didepan gue ada satu nih nganggur. Mau gue kenalin?" kontan aku langsung melemparnya dengan sedotan. Seenaknya.

"Dev!!! Devi!!!!!" Serunya pada telpon. Rupanya temannya diseberang sana langsung menutup telponnya.

"Dasar ni anak. Hadduh...repot deh kalo jadi JAHAT gini."

"JAsa terima curHAT." jenis jasa apa lagi itu?

"Dia punya kakak yang ngga bisa move on dari cowoknya dulu. Orangnya baik banget sih. Mau ngga gue kenalin sama dia?" sekali lagi kulempar dia dengan sedotan.

"Devi punya curhatan baru. Berarti dia baru nambah daftar utangnya sama gue" dia mengeluarkan sebuah buku catatan dari dalam tasnya dan menulis sesuatu disana. Kurebut buku itu, karena aku mengenali kertas bermotif kucing ini.

"Ini punya lo?" dia mengangguk. Kubuka-buka lembar demi lembar halaman dibuku itu dan menemukan satu lembar halaman yang terdapat sobekan dibagian bawahnya.

"Customer gue ada yang kurang kerjaan ngerobek catatan hutang gue." ada secercah harapan bagiku melihatnya.

"Gue bakal bayar lo kalo lo bisa nemuin temen lo yang ngerobek buku ini." dengan senyum sumringah Rindy mengangguk.

"Ngapain sedih-sedih mikirin Alan kalo ada bisnis didepan mata. Oh...money....money....come to mama!!!"  serunya gembira sekaligus menakutkan.

***

BIRU  (Silver Moon series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang