6 April 2021
•••
Beberapa saat yang lalu ....
"Miloooooo!" Milo yang baru selesai mandi menoleh ke ambang pintu, di mana terdengar sang ayah menyenandungkan namanya. Milo mengerutkan kening seraya membukakan pintu.
Dan terlihat, ayahnya tersenyum lebar, sambil mengangkat suatu benda seperti stik di tangan.
Bukan stik, melainkan ... test pack?
"Liat, sperm Papah masih fungsi," kata Brendon tanpa tahu malu.
Milo menatap ke arah test pack itu, memang bergaris dua merah. "Aku ... bakal punya adik?" Milo tampak menatap bahagia.
"Tepat sekali!" Brendon cengengesan begitupun Milo.
"Adikku cewek atau cowok Pah? Aku maunya cewek aja, sih, biar Mamah ada temen."
"Belum tau, mau ngecek janin dulu, kalau keliatan kelaminnya entar dikasih tahu ajalah." Brendon dan Milo tertawa. "Papah juga pengen cewek sih, tapi mau cewek cowok, hasil cetakan Papah pasti high class."
"Beebo, jadi enggak ke rumah sakitnya ini?" tanya Mentari yang sudah berdandan menghampiri mereka berdua.
"Yeay, aku punya adik kan, Mah?"
Mentari tersenyum hangat. "Iya, Sayang. Kamu jangan cemburu, ya."
"Gak bakal, lah. Udah lama aku nunggu momen ini!" Milo mengusap kedua tangannya tak sabar. "Ya udah kalian hati-hati di jalan!"
"Oh ya Milo, hari ini Papah gak ngantor dulu, tapi kamu tolong kasih ke Rivera kunci sama bekal makan siang ya. Izin bentar kamu telat ke sekolah, gak papa, kan?" Mata Milo semakin berbinar.
"Oh, oke Pah! Siap siap!" Milo terkekeh.
"Ada di dapur bekalnya."
"Siap, Mah! Dadah!"
Dan sekarang, di sini Milo, memeluk Rivera yang menangis. Antara senang dan malu, ada pula rasa yang susah ia buang di antaranya.
Karena melihat hal tadi dari Rivera.
Celana menyesak bak ingin meleduk.
Namun, Milo tak boleh begitu, Milo sadar wajah Rivera amatlah sendu dan berantakan. Pasti hal tadi bukan disengaja, dan Rivera dilanda kesedihan mendalam.
Milo ingat ungkapan Raffael soal ibunya yang suka memendam rasa sakit sendirian.
"Tante, hust ... hust ...." Rivera masih sesenggukan, dan Milo terus berusaha menunjukkan sisi gentle-nya. "Kita duduk dulu, ya, Tante. Kita tenangin diri Tante."
Milo pun membawa Rivera menuju ke ruangan ayahnya, membuka pintunya dengan kunci khusus yang memang diserahkan padanya. Kini, didudukkannya Rivera di sofa yang tersedia.
Pemuda itu juga mengambilkan minum untuk Rivera, memberikannya pada wanita itu.
"Tante, tenang--"
"Maafin Tante, ya, Milo." Rivera langsung angkat suara, memutus Milo seraya mengusap kepalanya frustrasi. "Maafin, Tante ...." Ia kembali terisak.
Milo mengusap bahu wanita itu, memberikannya minum. "Tante, tenangin diri dulu, ayo minum."
Rivera meminum air yang diberikan Milo, meski hanya seteguk.
"Maafin Tante ...." Lagi, Rivera meminta maaf.
Untuk apa? Untuk ekspos hal tadi? Milo sebenarnya ya ... ya dia laki-laki normal.
"Tante sempet kehilangan akal dan berniat menggoda ayah kamu, hingga Tante ngelakuin hal tadi." Mata Milo membulat sempurna.
"Ta-tadi itu ...?" Milo menatap dadanya sendiri.
Kenapa Rivera bisa melakukan hal sekeji itu?!
"Maaf, Tante ... Tante kalap, Sayang."
"Kenapa Tante lakuin itu?" tanya Milo, tatapan menajam. "Ngerebut hati ayahku, yang udah punya aku dan Mamah? Kenapa Tante?"
Rivera menggeleng. "Itu ... maaf ...." Rivera tampak tak bisa menjelaskan apa yang terjadi. "Maaf ...."
Milo jadi ingat, Rivera yang selalu menyimpan masalahnya sendiri, dan seorang people pleaser. Rivera dengan segala kenekatannya mungkin memiliki alasan.
Lalu ia ingat-ingat malam itu, di mana Raffael terlihat lebih bahagia ketika ayahnya berada.
Apa jangan-jangan ....
"Tante, kenapa?" Rivera membuang wajahnya dari Milo. "Tante, jawab aku!"
"Tante bakalan resign dan mengundurkan diri secara tidak terhormat dari sekretaris ayah kamu." Rivera menggeleng pelan. "Tante enggak pantas di sini, pelakor rendahan yang enggak tahu terima kasih."
"Tante!" Milo mengarahkan Rivera agar menatapnya. "Tante nyembunyiin sesuatu! Bener kata Raffael, Tante suka memendam masalah sendiri, dan dia perlu cari tahu apa yang terjadi pada Tante sendirian. Tante tahu Raffael gak suka hal itu, dia pengen Tante jujur sama dia apa yang terjadi, biar kalian berdua saling memahami satu sama lain. Dia bukan anak kecil lagi ...."
Mata Rivera membulat sempurna. "Ma-maksud kamu."
"Harusnya aku gak ember soal ini Tante, tapi aku muak karena Tante entah karena apa mau rebut Papahku! Kenapa?!" Milo benar-benar dilanda amarah, meski tak sepenuhnya marah pada Rivera yang berusaha menjadi pelakor.
Pengakuannya membuat Milo memaafkannya, tetapi tak mau mengatakan alasan yang ada di baliknya benar-benar menyebalkan.
"Tante!"
Rivera diam.
"Tante! Jawab!"
Masih diam. Kini hanya ada keheningan di antara mereka. Rivera dalam kesedihan dan Milo dalam kekecewaan.
"Apa ini ada hubungannya dengan Raffael?"
Rivera tersentak pelan, dari sorot matanya yang melingkar sempurna Milo tahu, memang benar dugaannya.
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
MY SEXY JANDA [B.U. Series - M]
Dragoste18+ Milo, cowok 18 tahun yang memasuki masa puber, jatuh cinta pada pandangan pertama melihat ibu dari teman sekelasnya. Namun, cowok itu sadar ia tak boleh merasakannya karena 1) dia harus fokus ke ujian yang akan ia hadapi, 2) ia tak ingin cinta d...