Hari sabtu adalah hari libur bagi Raffael dan Milo, tetapi tidak bagi Rivera, ia harus pergi bekerja. Kini wanita itu mengantar putranya ke teras sekaligus menuju mobil, menemui Milo yang ada di sana ingin menjemput pemuda itu.
Rivera menatap Milo yang kelihatan canggung, hal yang juga membuatnya canggung meski sama-sama melepaskan senyum.
Ia harus biasa saja. "Mm ... jaga diri kalian berdua, ya."
"Siap, Tante." Milo cengengesan.
Raffael mengedipkan sebelah mata ke ibunya sebelum akhirnya naik ke motor. "Kami pergi dulu, Mom."
"Dah, Tante!" Dan motor pun berangkat, meninggalkan Rivera yang seakan menahan napas.
"Bagaimana pemuda itu cinta pada wanita beranak satu sepertiku?" gumamnya pelan.
Di sisi Milo, pemuda itu masih berusaha menetralkan kegagalannya menembak Rivera karena ragu malam tadi, dan berusaha fokus saja mendapatkan hati dua insan itu, jangan terlalu buru-buru.
Kini mereka sampai di kafetaria kemarin, masuk ke sana dan memesan minuman. Seperti kemarin, dua macchiato yang disuguhkan.
"Bukannya kamu tidak suka pahit, Milo?" tanya Raffael, mengerutkan kening.
"Gak papa, biar kebiasa aja." Terbiasa masuk ke kehidupan mereka, tepatnya.
"Kamu enggak perlu membiasakan diri, pesan saja yang kamu suka, LOL." Sudah terlanjur dipesan, Milo tak mau mubazir uang.
"Yah, gak papalah." Milo tersenyum kecut. "Lo mau pesan makanan? Pesen aja gak papa." Raffael menggeleng.
"Oh ya katanya kamu akan punya adik?"
"Iyaps, tahu dari Mommy lo ya?" Raffael mengangguk.
"Girl? Boy?"
"Belum tahu, sih." Milo menggedikan bahu. "Tapi mau kelamin apa pun, gue bahagia banget punya adik."
"Kenapa begitu bahagia? Biasanya sangat ... kamu tahu, kakak, kehilangan kasih sayang ...."
"Well, kalau gue punya adik, gue gak bakal ngerasa kesepian lagi. Ada susahnya sih cuman dari dulu gue pengen punya adik, seru aja, males jadi anak tunggal." Raffael manggut-manggut. "Lo sendiri gimana? Mau punya adik gak?"
Raffael menghela napas. "Not really no, Mom mungkin suka anak-anak, mungkin saja mengadopsi bayi, tapi aku tidak tahu."
"Ouch ...." Padahal Milo ingin menyumbangkan sesuatu, ia menyesap macchiatonya yang seperti kemarin, wajahnya tampak mengernyit. "Gimana kalau suatu hari nanti, nyokap lo nemuin pria yang pas, terus--"
"Aku akan menguji pria itu, pantas tidaknya bersanding dengan ibuku, jika ibaratnya punuk merindukan bulan, maka jangan harap pria itu bisa menyentuhnya." Milo meneguk saliva, wajah Raffael kelihatan sangat serius dan berhawa pembunuh.
"Wah, anak yang bakti banget, mantep!" Milo memuji saja, takutnya ia ditelan hidup-hidup.
"Yah, aku tak ingin sejarah terulang, aku tak akan membiarkan itu terjadi, ibuku pantas dengan pria yang setara kebaikannya dengannya." Milo memanggut paham.
"Omong-omong, aku tak sabar dengan novel yang kamu ceritakan ... tentang orang tuamu itu."
"Ah, iya, Mamah bolehin pinjem. Kuy abisin kopinya."
Raffael bisa dengan mudah menghabiskan kopinya sedang Milo harus berhenti sesekali karena tak tahan akan pahitnya itu, sebelum akhirnya mereka pulang ke rumah Milo.
Raffael kagum dengan rumah keluarga Fahlevi yang bisa dikatakan sangat besar dan nyaman. Jelas Milo dari kalangan orang kaya terlebih ayahnya seorang bos.
![](https://img.wattpad.com/cover/248825233-288-k870009.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MY SEXY JANDA [B.U. Series - M]
Romance18+ Milo, cowok 18 tahun yang memasuki masa puber, jatuh cinta pada pandangan pertama melihat ibu dari teman sekelasnya. Namun, cowok itu sadar ia tak boleh merasakannya karena 1) dia harus fokus ke ujian yang akan ia hadapi, 2) ia tak ingin cinta d...