Chapter 26

3.4K 215 28
                                    

5 April 2021

•••

"Raffe, kamu tidak menghabiskan sarapan kamu?" tanya sang ibu kala Raffael sudah berdiri dari duduknya. "Apa masakan Mom tidak enak?"

"Mm enak, kok, Mom." Suara Raffael terdengar tak bersemangat. "Tapi aku harus bergegas ke sekolah. Aku terlambat karena hampir lupa Jumat bukan hari libur, bahkan waktu masuk agak lebih awal walau yah pulang setengah hari."

"Kamu ingin Mom antar?" Raffael hanya menggeleng "Oh, kalau begitu hati-hati ya, Sayang."

Rivera siap memberikan ciuman sayang pada putranya itu, tetapi si pemuda beranjak pergi duluan. Rivera merasakan dadanya sakit karena hal tersebut.

"Kamu masih memikirkan itu, Raffe?" tanya Rivera bergumam.

Ia ingat soal Raffael yang ingin Brendon jadi ayahnya, Rivera ... benar-benar memikirkan hal itu.

Rivera adalah tipe yang nekat, terlebih untuk Raffael anak semata wayangnya. Ia ingat di masa lalu, kala Raffael kecil berkata ....

"Mommy, aku sangat menyayangi Daddy, kenapa dia selalu pergi? Kenapa dia tak datang-datang? Ini sudah lama sekali ...."

Saat itu, pernikahan Rivera di ambang kehancuran, suaminya tak pulang bukan berarti pergi jauh, tetapi memang di sini bukanlah rumahnya lagi, dan sidang akan dilakukan. Namun pertanyaan Raffael terngiang di kepala Rivera hingga ia memutuskan merendahkan harga diri demi kebahagiaan Raffael.

Berusaha memperbaiki hubungan mereka meski di ujung tetaplah berantakan.

Semua demi Raffael.

Dan suatu ketika, Raffael mengatakan sendiri, ia ingin orang tuanya bercerai, barulah Rivera bercerai meski ia harus melemparkan pertanyaan demi pertanyaan apakah Raffael akan baik-baik saja. Ia khawatir dengan pemuda itu dan kekhawatirannya menjadi kenyataan.

Ketika Raffael rindu sosok ayah.

Ketika Raffael menjadi lebih pemurung dan pemarah.

Rivera tak tahu kenyataan kalau Raffael berkata demikian karena tak tahan ibunya disakiti. Sikapnya sekarang karena Rivera masih enggan menceritakan kenyataan pada Raffael, walau ia sendiri tahu kenyataan itu.

Rivera selalu memendam semuanya sendiri.

Wanita itu sejenak terisak, tetapi hari ini ia wajib bekerja, jadi ia memutuskan pergi. Dan di perjalanan, di dalam mobil, pikirannya terus melayang-layang ke sana-kemari.

Bahkan, nyaris ia menabrak seseorang karena itu.

"Heh! Nyetir yang bener, dong!" teriak pengendara yang nyaris Rivera tabrak.

"Ma-maaf, Pak." Rivera menjawab, nada suaranya gemetaran, takut dan menahan tangis.

Syukurlah tak ada permasalahan berarti, Rivera kini berusaha fokus berkendara dan sampai di kantor tak butuh waktu lama. Ia terdiam selama beberapa saat ....

"Ayah ... untuk Raffael?" tanyanya pada diri sendiri.

Ia berpikir sejenak soal mantan suaminya, tetapi segera menggeleng cepat. Tidak, jangan dia lagi, ia muak ....

Raffael sekarang memiliki keinginan, keinginan yang ... mungkin Mentari akan menerimanya? Dan Milo bisa berkakak adik dengan Raffael?

Kan?

Rivera menyeka air matanya, pun segera keluar mobil, berjalan cepat menuju kantor Brendon. Ruangannya ternyata masih dikunci, tanda jika Brendon belum datang sama sekali.

Rivera menghela napas panjang, lalu ungkapan Raffael terngiang-ngiang di kepala.

Memejamkan matanya, Rivera melepaskan kancing jas teratas, memperlihatkan salah satu hal yang menarik bagi pria itu dan saat ini pikirannya masih begitu pendek.

Ia menunggu dan menunggu sampai akhirnya lift berbunyi, tanda ada yang naik.

Dan keluarlah ....

Mata Rivera membulat sempurna, begitupun orang yang keluar dari lift, pemuda berpakaian SMA yang memegang wadah bekal di tangannya.

"Mi-Milo." Rivera buru-buru menutupi dadanya, mengancingkan sedemikian rupa. "Ka-kamu kenapa?"

Milo masih berdiri mematung, dan Rivera kini malu bukan main. Kenyataan ini menamparnya, sadar kesalahan besar yang ia perbuat, tak seharusnya ia merendahkan harga diri begini ....

Ataupun mengambil cinta seseorang ....

"Tante, Tante abis nangis?" tanya Milo, dan siapa sangka cowok itu dengan gentle menghampiri Rivera.

Dari pertanyaannya, Rivera berpikir, apa Milo tak sempat melihatnya tadi?

Sepertinya tidak, kan?

Rivera menggeleng, masih malu. "Eng-enggak papa, Milo." Ia membuang wajahnya dari tatapan Milo.

Namun mata Rivera membulat sempurna, kala Milo menariknya ke dalam pelukan hangat itu, membiarkan Rivera mendengarkan detak jantung berirama menenangkan di balik dada bidang Milo.

"Tiap Mamahku sedih, aku sama Papah bakalan kasih pelukan, gitu pun sebaliknya."

Pelukan ... ya ... ini sangat nyaman. Rivera sadari gestur Milo dan Brendon tak berbeda jauh, aromanya pun hampir sama ....

"Terus kadang kalau perlu, sambil nangis gak papa."

Rivera terdiam selama beberapa saat, sebelum akhirnya menangis seraya memeluk balik Milo.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

MY SEXY JANDA [B.U. Series - M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang