Chapter 32

3.6K 234 52
                                    

9 April 2021

•••

Rivera menunggu di teras, menunggu kepulangan putranya bersama Milo. Ini sudah cukup malam, hampir larut, kala mereka akhirnya datang. Rivera tersenyum hangat melihat mereka, dan semakin bahagia melihat dua wajah anak muda tersebut.

Mereka terlihat menikmati hari yang mereka lalui.

Saat turun dari motor, segera mereka menghampiri Rivera kemudian.

"Maaf malem-malem begini, ya, Tante."

"Ah, gak papa Milo." Rivera tersenyum hangat. "Kalian keliatan seneng banget."

"Yah, begitulah." Raffael terlihat menguap meski tetap tersenyum.

"Ya udah, aku pulang dulu Tante, Raffael, besok jangan lupa ke rumah ya!" Milo melambaikan tangannya ke mereka.

"Iya, Milo. Tentu." Rivera mendekati Milo, memberikan pelukan hangat dan ciuman di kening yang sangat dinikmati pemuda itu. "Hati-hati di jalan, ya, Sayang."

"Iya, Sayang." Milo berkata pelan dengan tatapan sayu yang lembut, membuat Rivera membulatkan mata sempurna dengan pipi yang memerah.

Akan tetapi, si pemuda seakan tak sadar apa yang dia katakan, wajah Milo pun kelihatan terkantuk menaiki motornya. "Aku pergi, ya, Tante!"

"Eh, Milo, tunggu!" Rivera menghentikan, menatap Raffael kemudian. "Kamu jaga rumah, ya. Mamah mau anter Milo dulu. Dia ngantuk, gak baik berkendara."

Raffael mengangguk.

"Gak papa, Tante. Aku gak sengantuk itu, kok."

"Milo, tolong jangan tolak, nanti kamu kenapa-kenapa!" Rivera masuk, mengambil jaket serta kunci mobilnya, dan memaksa Milo masuk ke mobil.

"Motorku ...."

"Nanti Tante minta orang buat anternya ke rumah kamu, oke!" Milo yang memang mengantuk hanya mengangguk lesu. Ia bersandar di kursinya. "Kamu tidur aja, nanti Tante bangunin pas sampe."

"Makasih banyak, ya, Tante ...." Milo bergumam, memejamkan matanya kemudian.

"Enggak, Milo. Tante yang harusnya terima kasih atas semua warna yang kamu kasih ...." Rivera berkata hangat. "Mungkin besok ... akan Tante berikan apa yang kamu mau. Akan aku berikan yang kamu mau ...."

Rivera tahu rumah Milo, pemuda itu pernah memberitahunya dan tak butuh waktu lama sampai ke sana. Terlihat seorang sekuriti ada di sana, membantu Rivera mengeluarkan Milo yang tertidur, dan tak lama sang ayah datang menghampiri.

"Haduh, ni anak tidur nyusahin orang! Milo!" Brendon menepuk pipi Milo.

"Nggh ...." Milo hanya melenguh, terlalu ngantuk.

Ia lalu dibantu berdiri dua pria tersebut.

"Makasih ya Rivera udah nganter dia pulang."

"Iya, sama-sama, Brendon. Tapi yang harusnya makasih saya sih karena dia ... dia bikin keluarga kami ceria lagi." Rivera tersenyum ke arah mereka. "Makasih, ya, Milo."

Brendon tersenyum.

"Ya udah, mau mampir dulu?"

"Sudah terlalu malam, Brendon. Anak saya nunggu di rumah."

"Ah, iya, besok ke sini kan?" Rivera mengangguk. "Selamat malam Rivera, hati-hati di jalan."

"Iya, Brendon. Selamat malam juga. Motor Milo nanti ada yang nganter."

"Ah, iya, terima kasih."

"Saya permisi dulu." Rivera pun beranjak pergi dengan mobilnya, dan Brendon menatap putranya itu.

"Milo, bangun kamu woi!" Milo lagi-lagi hanya melenguh. "Aduh ... bantu saya masukin dia ke rahim ibunya lagi."

"Lho, Pak?" Bingung si sekuriti.

"Eh maksud saya, ke kamar. Entar kegencet adiknya."

Mereka mengantarkan Milo ke kamarnya, menidurkan pemuda tersebut di kasur.

"Saya permisi Pak." Si sekuriti beranjak, dan Mentari datang, berdiri di ambang pintu yang ada di sana.

"Hah ... anak ini!"

"Kenapa Beebo?" tanya Mentari mengerutkan kening.

"Masa dia dianterin Rivera tadi pulangnya, ketiduran dia ini."

"Biarin lah, mereka juga teman dekat." Mentari tertawa pelan. "Dia pasti capek banget main bareng temen deketnya, itu. Jarang-jarang lho Pah dia bawa temen ke rumah."

"Papah malah khawatir." Mentari mengerutkan kening. "Gimana kalau anak kita punya hubungan lebih dari temen sama Raffael, gimana kalau--"

"Kamu makin malem makin ngawur ngomongnya, Beebo. Sana tidur geh!" Mentari memutar bola mata. "Punya temen deket dipertanyain sejauh itu, hadeh ...."

"Kan bisa aja, kan?" Brendon memanyun.

"Ck, ngawur! Ayo ke kamar! Sini aku pijitin." Brendon tersenyum lebar, segera ia berdiri menghampiri sang istrinya, tetapi terhenti karena sebuah suara.

"Rivera ... Sayangku ...." Kedua orang tua Milo menatap Milo yang meracau. "Iya, Sayang. Raffe mau macchiato, kan? Siap Papah beliin ...."

"Lho? Dia kenapa?" tanya Brendon bingung. "Mi--" Ia siap menampar pipi Milo tetapi Mentari menahannya. "Eh?"

"Rivera istriku muach muach muach."

"Hah?!" kaget keduanya, tetapi segera menutup mulut mereka dan buru-buru keluar kamar.

Menuju kamar mereka dan duduk berdampingan.

"Apa dia bilang tadi? Dia ngigau apa?"

"Dia ngigau soal Rivera, Beebo!" kata istrinya.

"Jangan-jangan dia deketin Raffael biar ... biar bisa deket sama Rivera?" tanya Brendon, Mentari kaget karena kemungkinan besar itu benar.

"Rivera ... hampir seumuran aku lho, Pah."

"Dia janda anak satu, tapi Milo rela ...."

Dan wajah kaget keduanya, tergantikan tawa lain.

"Tren lho Pah berondong suka janda, lagian Rivera memang wanita yang mandiri, cerdas, dan baik!" Mentari mengakui. "Bisa jadi sosok istri, sekaligus ibu buat Milo."

"Dan Milo keknya belajar dari aku, cara buat ngambil hati secara pelan tapi pasti, pelan tapi menghanyutkan, aku yakin dia menang banyak sekarang!" Keduanya tertawa.

"Jadi kita setuju aja nih dia sama Rivera?" tanya Mentari bingung.

Brendon menggedikan bahu. "Tergantung merekanya, kita kan orang tua dengan prinsip kebahagiaan anak nomor satu, salah benernya aja yang diperhatiin. Cinta sama wanita lebih tua itu gak salah sama sekali, cuman ...."

"Cuman ... Milo kan belum lulus sekolah, belum kerja juga, hm ...."

"Nah, itulah masalahnya, masa dia ngajak susah Rivera sama Raffael, tidak etis."

"Apa mereka udah punya hubungan khusus?" tanya Brendon, bertukar pandang dengan mata memicing seakan berpikir bersama istrinya.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

MY SEXY JANDA [B.U. Series - M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang