11 Februari 2021
•••
Selesai pembelajaran, Milo pun mengikuti sang Pak Guru ke kantor sesuai janji, dan kala berhadap-hadapan duduk Milo sudah bisa melihat jelas wajah kecewa berat itu.
Milo merasa bersalah.
"Hah ... Milo, akhir-akhir ini kamu sering izin enggak masuk, ya," kata sang guru memulai percakapan.
Milo tersenyum kecut. "Mm ... Bapak tahu, kan, saya lagi ikutan lomba gitu ... buat mengharumkan nama sekolah juga, kan?" Milo menyengir lebar.
"Iya, saya tahu dan saya paham. Saya tahu." Pria itu manggut-manggut. "Cuman yang saya enggak bisa toleransi adalah, perjanjian antara saya, kamu, dan orang tua kamu."
Milo menenggak saliva susah payah.
"Milo, kamu ingat, kata ibu dan ayah kamu yang akhirnya mengizinkan kamu ikut turnamen mengatasnamakan saya sebagai wali kelas kamu? Saya rela lho memediasi kalian hingga mereka luluh." Pria itu geleng-geleng kepala. "Kamu malah terlalu fokus dengan turnamen, sampai lupa kewajiban kamu sebagai seorang pelajar, dan penerus keluarga kamu."
"Ma-maaf, Pak ...."
"Nilai-nilai kamu menurun drastis, Milo. Apa yang akan dikatakan orang tua kamu jika melihat itu? Terlebih sebentar lagi kamu ujian, lho." Mata Milo membulat sempurna, kaget menatap wajah pria itu. "Kamu paham maksud Bapak, kan? Soal nama Bapak, dan karier yang pengen kamu kejar, Milo."
"Ka-kalau begitu saya bakalan belajar giat lagi, Pak. Mumpung masih banyak waktu ke final, sa-saya mau bimbel atau pelajaran tambahan apa pun sama Bapak, serius, Pak!"
Gurunya menghela napas. "Rencananya juga saya mau begitu, tapi sayangnya Bapak terhimpit waktu untuk anak-anak olimpiade, jadi Bapak sama sekali tak bisa mengajari kamu ketertinggalan." Wajah Milo menyedih. "Tapi, Bapak tahu orang yang bisa bantu kamu, dia juga bakal sedikit mengulang pelajaran di sekolah meski Bapak yakin dia sudah cerdas dalam hal itu."
"Hah? Siapa, Pak?" Milo terlihat bertanya-tanya.
"Murid baru itu, Raffael, kamu minta bantuan sama dia dan kamu ngasih dia paket, simbiosis mutualisme. Paket tambahan belum dateng buat dia jadi ... Bapak rasa itu kesempatan untuk kamu."
Milo tersenyum. "Baik, Pak. Saya bakalan belajar sama dia."
"Semoga dia mau, ya. Dan oh pastikan nilai kamu tidak anjlok lagi, nanti kita semua akan disemprot orang tua kamu."
Pemuda di hadapannya menggeleng. "Gak bakal, Pak. Suer, Pak!"
"Ini ... catatan nilai-nilai kamu yang perlu kamu perbaiki." Pak guru lalu memperlihatkan kertas yang membuat Milo terbelalak karena warna merah, serta kosong lebih dominan di sana. "Remedial nanti, mengerti?"
"Siap, Pak! Siap!"
"Silakan kamu kembali ke kelas."
Milo berdiri, menyalami sang guru, sebelum akhirnya menyengir lebar. "Makasih banyak atas semua yang Bapak lakuin ke saya, ya, Pak. Saya janji gak bakal ngecewain Bapak."
"Ya, sama-sama, Milo."
Dan Milo pun beranjak keluar bersama senyuman yang tak lepas, menuju ke kelasnya dengan mantap hati ingin belajar bersama murid baru itu. Raffael. Akan tetapi, saat sudah ada di ambang pintu dan ia bisa melihat Raffael tengah membaca buku dan diajak berbicara beberapa anak, cowok jangkung itu terdiam.
"Mm ... Raffael, lo mau ke kantin?"
"Kalian aja, aku tidak berminat."
Rasa gugup menghampiri Milo seketika, cowok bule tersebut ternyata sangat cuek dan terlihat lebih menyenangi buku di depan mata.
Milo sejenak berpikir. "Ah, iya, dia suka belajar ... pasti diiming-imingin belajar oke sih. Lagian kalau gak mau bisa dibilang dia disuruh ngajarin gue, hehe."
Tersenyum lagi, Milo menghampiri tasnya, mengambil buku paket matematika di sana setelahnya tanpa babibu menghampiri Raffael. Ia memperhatikan buku yang dibaca Raffael, isinya bahasa Inggris.
"Mm Raffael, lagi baca apa?"
"Buku."
Cueknya ... bahkan judul bukunya saja tak disebutkan. Hanya satu kata. Milo lalu menyerahkan buku paket matematika di hadapan Raffael.
"Oh, ya, abis ini pelajaran matematika, lo udah ada buku paketnya belum? Mau minjem punya gue?"
Raffael menoleh ke Milo yang tersenyum hangat, wajah cueknya agak menyebalkan. Namun, Milo terpaksa.
"Terima kasih." Senyumnya amat tipis.
"Oh ya mau belajar bareng juga?" tanya Milo lagi, menyengir lebar. "Mm ... sebenernya sih kita disuruh belajar bareng, gue sama lo pasti banyak ketinggalan materi. Lo murid baru, gue murid yang banyak izin. Eh tapi lo murid pinter, sih, beda sama gue yang ...."
"Aku tidak biasa belajar bareng di sekolah."
Ditolak?
"I-ini disuruh Pak--"
"Tapi kalau mau, kamu bisa datang ke rumahku, aku lebih suka belajar bersama di rumah. Jika di sekolah, aku tidak bisa fokus."
Eh? Langsung diajak ke rumah?!
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
MY SEXY JANDA [B.U. Series - M]
Romance18+ Milo, cowok 18 tahun yang memasuki masa puber, jatuh cinta pada pandangan pertama melihat ibu dari teman sekelasnya. Namun, cowok itu sadar ia tak boleh merasakannya karena 1) dia harus fokus ke ujian yang akan ia hadapi, 2) ia tak ingin cinta d...