5. HANCUR

3.5K 243 4
                                    

**Mengapa kau kembali? Jika nantinya hanya akan membawa rasa sakit dan luka yang sangat dalam, bahkan untuk kesekian kalinya pula

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

**Mengapa kau kembali? Jika nantinya hanya akan membawa rasa sakit dan luka yang sangat dalam, bahkan untuk kesekian kalinya pula.**

Nurfadilah

Setelah mendapat pesan dari Claudi, bahwa Mama-nya belum juga pulang kerumah sejak tadi siang. Al lalu bergegas keluar dari toko buku dan menyalakan motor miliknya, untuk menemui Claudi yang berada dirumah sendirian. Selama dalam perjalanan, pikirannya sudah campur aduk antara keadaan Mama dan adik-nya. Tuhan... tolong lindungi Mama dimanapun dia berada. Al sedikit menyesal karna telah membantah Mama-nya, jika Bagas, Papa kandungnya, memiliki seribu cara untuk keluar dari penjara.

Al telah sampai di rumahnya dan mendapati sang adik tengah berdiri didepan pintu. Claudi berlari kearah Al, diikuti pula napas yang tak beraturan.
"Kak... ayo kita cari Mama! Aku takut, takut Mama kenapa-napa! Hiks" rengeknya. Al mencoba menenangkan sang adik, dengan mengusap cairan bening yang jatuh dari pipinya.

Namun, Al mencoba untuk tidak terlihat lemah didepan adik-nya. Iya menarik napas dan membuangnya dengan kasar. Malam itu juga, Al serta adik-nya pergi kerumah Bagas. Angin malam tak membuat Claudi kedinginan, dengan baju kaos lengan pendek dan celana jeans pendek pula. Mereka terhenti didepan rumah yang lumayan besar. Lelaki berbaju hitam, berbadan besar, berjaga dirumah besar tersebut.

"Kamu tunggu disini, kakak mau urus mereka dulu," perintahnya berbisik kepada Claudi. Iya mengangguk cepat seolah mengerti dengan situasi sekarang.

Al meninggalkan Claudi yang bersembunyi dibalik pagar, sedangkan iya ingin membereskan dua penjaga tersebut. Satu kali pukulan tak membuat kedua penjaga itu kalah. Jika harus membandingkan, Al akan kalah dengan dua penjaga berbadan besar itu. Tak ingin tinggal diam melihat sang kakak dikroyok, Claudi dengan nekatnya mengambil kayu berukuran besar itu dan mengarahkannya kepundak kedua penjaga lalu memukulnya beberapa kali secara bergantian.

Mereka berhasil mengalahkan kedua penjaga. Tanpa babibu, Al dan Claudi langsung masuk kerumah besar itu dan betapa kagetnya, mereka melihat seorang perempuan dengan tangan yang diikat, berada dikursi serta kain di mulutnya.

¤¤¤

Seorang pria tengah terbaring ditempat tidur pasien, dengan tangannya digenggam kuat oleh wanita yang telah menangis sesegukan disampingnya.
"Hiks... hiks... hiks! Gue mohon Dev! Lo harus sadar, biar kita bisa kayak dulu lagi! Gue janji... gue bakalan turutin semua yang lo mau! Asal lo sadar dari koma lo! Gue mohon, Dev!" Rara terus saja menggoyang-goyangkan bahu Devan.

Rara mengusap air matanya, lalu beranjak pergi Shalat untuk mendoakan Devan, agar iya cepat sadar dari komanya. Setelah hampir 15 menit pergi meninggalkan Devan. Iya pun kembali dan melihat Dokter dan Suster yang baru saja keluar dari ruangan Devan, kemudian menyampaikan kabar terburuk itu terhadap Rara.

"Bagaimana Dok? Apa Devan sudah sadar?"

"Maaf... kami sudah berusaha sebisa mungkin. Namun, Allah berkehendak lain. Devan telah meninggal dunia," gumam Dokter.

Ucapan Dokter seperti jarum yang menusuk hati Rara, secara kuat nan tajam. Air mata pecah begitu saja dan jatuh kepipi nya tanpa disuruh. Napasnya terasa sesak, dengan perkataan yang baru saja Dokter katakan.

Pelangi yang dulu pernah hilang, kini datang dan berubah kembali menjadi hitam. Baru saja iya merasakan indahnya berbagai warna-warni pelangi, bersama orang yang iya tunggu sejak 6 tahun yang lalu. Perlahan, warna itu menghilang dan yang tertinggal hanyalah rasa sakit yang tak mampu diobatinya.

Rara merasa menjadi wanita yang paling menyedihkan didunia. Sang Mama adalah orang yang paling pertama iya sayangi, pergi meninggalkannya. Sekarang... orang kedua yang iya sayangi, telah pergi untuk selamanya juga.

"Dev, bangun! Hiks, lo udah janji nggak bakalan tinggalin gue sendirian lagi! Kalo nanti lo bangun dan hilang ingatan, gue bisa bantuin supaya lo bisa ingat semuanya! Gue mohon lo bangun, Dev! Hiks... hiks."

Rara terus saja menggoyangkan bahu Devan yang sudah terbaring pucat. Iya mencoba membangunkan Devan, seakan-akan Devan akan bangun kembali.

¤¤¤

"Fan!!" Pria yang merasa dipanggil namanya pun menoleh.

"Ada apa Zon? Tumben datang ke markas, jam segini?" Yah, pria itu bernama Zoni. Iya adalah ketua geng motor. Namun, iya juga memiliki kesibukan dan jarang ikut nongkrong bersama teman-temannya yang lain. Sedangkan, Al hanya sebatas teman, bukan anggota dari geng mereka. Menolongnya dari serangan preman setahun yang lalu, membuat Al dan Zoni menjadi teman baik hingga saat ini. Zoni merasa hutang nyawa dengan Al. Karna, jika Al tidak datang menolongnya malam itu, mungkin Zoni tinggal nama.

Beberapa kali Zoni mengajak Al untuk masuk ke geng miliknya, tapi... Al tidak mengiyakan ajakan Zoni. Dia ingin fokus sekolah katanya.

"Lo tau nggak gimana cara PDKT sama cewek?" Bukannya menjawab, Zoni malah balik nanya ke Ifan.

"Gue nanya bukannya jawab, malah balik nanya! Tapi... bukannya urusan cewek, kan lo jagonya? Ngapain sekarang nanya ke gue!"

"Kali ini, ceweknya itu beda sama mantan-mantan gue. Dia itu, selain cantik, cuek, pokoknya idaman gue banget deh!"

"Yaudah kalo gitu besok aja! Gue hari ini ada urusan, ini aja gue mau pulang cepet-cepet."

"Kalo gitu, gue tunggu ditempat biasa ya!"

"Oke, bro!"

Ifan pun enyah meninggalkan Zoni yang masih berdiri sambil senyum-senyum tak jelas.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


ALRARA [ END ] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang