24. MENENANGKAN DIRI

1.7K 103 0
                                    

Happy reading❤

Perlahan kedua mata lentik Rara terbuka, iya terbangun karena Leon menepuk-nepuk pipinya. Memang seperti itu, Rara tidak akan bangun jika hanya panggilan. Cukup tepuk pipinya, perlahan dia akan bangun. Matanya mulai menatap sekeliling, terlihat seorang anak perempuan tengah menyapu di halaman rumah besar itu.

Byurr

Seorang pria paruh bayah datang menghampiri anak perempuan itu, dengan teganya pria itu menyiramnya dengan air dingin.

"Papa? Kenapa papa siram, Rara?" tanya anak perempuan yang tak berdosa itu.

"Siapa suruh kamu ngadu ke istri saya? Ha?!" Belum puas menyiram air dingin, pria itu malah menggenggam kuat lengan kecil Rara.

"Ma-maafin Rara, pa," ucap anak itu dengan terbata-bata.

Rara hanya menunduk ketakutan, takut melihat tatapan tajam dari papa tirinya. Napasnya memburu, dengan tubuh yang bergetar. Umurnya yang masih 6 tahun, apakah pantas diperlakukan seperti itu? Setiap mamanya berangkat kerja, iya akan disiksa oleh papa tirinya.

Ini bukan pertama kalinya Rara disiram dengan air dingin, dia juga pernah dipukul, ditampar, bahkan ditendang. Setiap itu terjadi, dia hanya bisa mengobati luka lembam yang ada diwajahnya. Mencoba tersenyum dan menyembunyikan semuanya, walaupun endingnya akan menangis, menangis, dan menangis.

Tiba-tiba lamuannya pecah, suara bariton memanggilnya dari luar mobil.

"Ra, ayok keluar!" teriak Leon dari luar mobil. Rara segera menyusul Leon dari belakang, dan mereka langsung disambut hangat oleh Nek Ira serta Frita.

Satu pelukan membuat rasa rindunya hilang dalam sekejap. "Rara kangen nenek," ucap Rara, nek tua itu hanya mengusap-usap punggung cucunya.

"Nenek juga kangen sama kamu, Ra. Gimana, betah tinggal di Jakarta?" Pertanyaan Ira membuat Rara tersenyum dan mengangguk ragu.

Mungkin itu lebih baik.

Mereka pun masuk ke rumah itu. Menginap beberapa hari di sini mungkin dapat menenangkan Rara. Mencoba melupakan semuanya, sekarang dia memilih duduk dipinggir kolam dan menatap langit yang indah itu. Tak peduli angin malam mulai menggeliti kulit putih Rara, tubuhnya kini terbalut dengan selimut hangat milik neneknya.

Claudi
10 pesan belum terbaca.

Iya menatap sekilas benda pipihnya yang juga berada disamping atas kolam . Satu notifikasi masuk dipesan WA, iya tak mengubris. Chat itu dari Claudi, mengabaikannya mungkin lebih baik. Dari pada harus mengingat kembali kebohongan Claudi dan Al.

Rara memang sudah agak membaik setelah mengenal Al, perlahan iya sudah mengikhlaskan kepergian Devan. Tetapi, setelah iya mengetahui kebohongan Al, Rara merasa sangat bodoh. Mana mungkin iya mencintai pria yang ayahnya telah membunuh sahabatnya sendiri.

"Rara," panggil seseorang dengan suara serak.

Wanita itu menoleh dan tersenyum.

"Kamu ngapain di sini malam-malam? Ayok masuk, nenek udah buatin sup kesukaan kamu," ajak Ira seraya mengusap rambut halus Rara.

Lagi dan lagi, wanita itu memeluk erat kembali tubuh neneknya. "Kamu kenapa, Ra? Masih mikirin Devan? Hm?" tanya Ira dengan lembut, Rara hanya mengangguk pelan.

"Udah... kamu coba iklasin Devan, ya. Dia pasti udah tenang di sana." Rara hanya mengangguk dan mencoba menahan isaknya.

Iya pun bangkit dari duduknya, karna rindu dengan sup buatan sang nenek, Rara akhirnya mengiyakan.

ALRARA [ END ] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang