3. CINTA PERTAMA {SUDAH REVISI}

3.9K 290 11
                                    


Suara hp milik gadis tu berdering dan tertera nama tante Frita. Tak lama ia pun mengangkat telfon tersebut, lalu mengusap air matanya.

"Halo, tante," ucapnya dengan suara yang sedikit serak.

"Ghadira, malam ini tante pulangnya agak larut yah, kamu tolong bilangin ke Leon sepupu kamu. Soalnya dari tadi tante telfon nomornya nggak aktif," pinta wanita itu disebrang sana.

"Iya, tante. Nanti Ghadira kasih tau ke Leon," jawabnya yang sudah menahan isaknynya dari tadi.

"Yaudah kalo gitu, udah dulu yah. Assalamualaikum." Wanita itu langsung menutup telfonnya.

"Walaikum salam," sahut Ghadira. Ia lalu beranjak dari kasurnya dan mencari sepupunya Leon.

"Leon, lo didalam?" tanya Rara berteriak dari pintu kamar Leon.

"Masuk aja, nggak kekunci kok." Ghadira lalu membuka pintu kamar Leon, dan melihat sepupunya yang sedang melanjutkan Novelnya dilaptop.

"Pantes aja, tante Frita nelfon lo tapi nggak aktif. Taunya lo lagi nulis." Cowok itu hanya nyengir-nyengir mendengar ucapan Rara.

"Ada apa emang?"

"Gue kesini itu, mau ngasih tau lo. Kalo tante Frita malam ini pulangnya agak telat, jadi lo nggak perlu nungguin dia katanya," jelas Ghadira.

"Ohh gitu," kata Leon dengan menganggukan kepalanya.

"Kalo gitu gue kekamar gue dulu yah. Bye." Ghadira berdiri dan meninggalkan Leon yang sepertinya sangat fokus dengan laptopnya.

•••

"Ghadira?" Suara bariton itu tampak tak asing ditelinga Ghadira.

"Devan?!" serunya lalu bangkit dari kursi bermotif side chair.

Siang itu Ghadira berada diteras rumah sambil bermain handpone. Dan tiba-tiba cowok dengan hoodie coklat-nya berjalan menghampirinya.

Dan dia tahu suara itu, dia adalah Devano, panggil saja Devan. Mereka sahabatan sejak kecil, bahkan tetanggan. Dulu Ghadira sempat naksir dengan dia, karna dia adalah satu-satunya cowok yang selalu ada ketika dia sedang teepuruk. Sampai akhirnya cowok itu pindah ke Jepang buat lanjutin kuliahnya disana.

Pelangi yang dulu datang, tiba-tiba hilang. Ghadira merasa sangat kehilangan orang yang paling ia sayang. Devan cuman nganggep dia seperti adiknya, sedangkan Ghadira ingin lebih dari itu.

Tapi, sekarang perasaan itu perlahan menghilang dengan sendirinya.

"Lo apa kabar?" Dia sontak ingin memeluk, namun, Ghadira langsung menjauh karna sedikit kecewa dengannya yang tak pernah memberi kabar.

"Sorry yah, selama gue di Jepang gue nggak pernah ngabarin lo," Lanjutnya, cowok itu menunduk mengakui kesalahannya.

Ia pernah berjanji akan mengabari Ghadira selama dia di Jepang. Tapi, kenyataanya berbeda dia tak ada kabar, menelfon nggak, bahkan mengirim surat pun tak pernah. Umur mereka beda 6 tahunan, Rara masih 17 tahun, sedangkan Devan sudah 23 tahun. Awalnya Ghadira ingin memanggilnya dengan sebutan 'Kak' tapi, Devan menolak.

Ia duduk di samping Ghadira dengan wajah yang masih merasa bersalah. "Gue minta maaf yah, Ra. Sebenarnya gu-" potong Ghadira sambil mengarahkan telunjuknya didepan bibir Devan.

"Gue emang marah dan kecewa sama lo, tapi gue juga nggak bisa terus-terusan marah. Lo itu udah gue anggep kayak abang gue sendiri." Salah satu sikap yang paling Devan suka dari gadis itu adalah, sabar dan mudah memaafkan.

Terlihat dari raut wajah Devan, ia tampak senang lalu mengenggam kedua tangan Ghadira.
"Beneran, lo udah nggak marah sama gue? Makasih yah!" serunya, dengan tangannya masih setia mengenggam tangan gadis itu.

"Iyya. Btw, kok lo tau gue pindah disini?" tanya Ghadira dengan kening mengerut.

"Apasih yang gue nggak tau dari lo," ucapnya sambil menaik turunkan alisnya. "Nek Ira yang ngasih tau ke gue, kalo lo udah pindah ke sini," lanjutnya.

Gadis itu hanya menganggukkan kepalanya mengerti. Tiba-tiba Leon datang dengan laptop yang ia pegang.

"Gue udah sarjana, lo sendiri gimana?" Baru saja ia ingin menjawab, Leon langsung memotongnya.

"Eh? Devan!" seru Leon seraya menaruh laptopnya dan ber-tos dengan Devan ala cowok.

"Apa kabar lo?"

"Baik, lo sendiri gimana?"

"Gue baik."

"Oh iyya.. sekarang lo udah stay di Indo, apa balik lagi ke Jepang?"

"Gue bakalan stay disini sih."

"Bagus deh, kasian Rara semenjak lo pindah ke Jepang dia jadi galau." Devan terkekeh bersama Leon, sedangkan Ghadira hanya menatap sinis kearah sepupunya itu.

"Tuh kan, dia ngambek. Emang yah Ghadira itu nggak berubah, suka ngambekan," ejek Devan dengan menoel-noel dagu Ghadira.

"Nye, nye, nye, ledek aja teross," kesalnya lagi.

Tak lama Devan pun mengajak Ghadira untuk makan siang di Arborea Cafe. Jaraknya lumayan jauh, mereka pergi dengan motor sport milik Devan.

Diperjalanan Devan bercerita tentang dirinya pada saat ia di Jepang. "Ra, lo tau nggak? Waktu gue di Jepang orang yang paling gue kangen itu cuman elo. Dan gue pulang ke Indo cuman demi lo, Ra." Entah kenapa hati Ghadira terasa berbunga-bunga ketika Devan berkata seperti itu.

"Gue juga kangen sama lo, gue kangen masa-masa kecil kita, dan gue kangen banget berantakin rambut lo yang gondrong itu. Tapi, sekarang lo udah nggak gondrong lagi, hemm..." Ghadira mendegus kesal melihat rambut cowok itu kini tak gondrong lagi.

"Yaudah, demi lo gue nggak bakalan potong rambut gue sampe gondrong, kalo perlu sampe rambut gue panjang kayak rambut Rapunzel nggak bakalan gue potong!" seru Devan diatas motor.

"Beneran?"

"Yah, enggaklah mana mau gue. Ntar yang ada gue nggak macho lagi."

Ghadira tersenyum. "Iya-iya."

Jujur, momen ini yang paling dirindukan Ghadira dari Devan. Bedanya, waktu SD mereka pulang sekolah dengan sepeda dan sekarang mereka berboncengan dengan motor sport milik Devan.

Mereka saling mengobrol. Dia bertanya Ghadira menjawab. Ghadira nanya dia jawab. Dia bertanya, dan Ghadira menjawabnya dengan senang hati. Perkiraannya, momen ini nggak akan ada lagi dihidupanya.

Sesekali pandangannya menoleh kepada Ghadira dikaca spion. Saat perjalanan berlangsung, ia merasa menjadi Ghadira lagi. Yang berteriak dimotor sambil merentangkan kedua tangannya kesamping.

"Gue kangen sama lo, Dev!" Ghadira berteriak dan disambut oleh tawa Devan.

Itu adalah salah satu momen yang Ghadira tunggu-tunggu. Walaupun ada rasa malu, karena orang-orang yang ada dijalanan memandangnya heran. Tapi, ia merasa bodo amat.

Devan, gue mohon jangan tinggalin gue untuk kedua kalinya. batinnya dengan kedua tangan yang melingkar dipinggang cowok itu.

ALRARA [ END ] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang