بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
___يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.”
(QS. Al Anfal (8) : 24)
🌷🌷🌷
.
.
"Jangan yah, makan yang lain aja. Gak harus bakso 'kan?" pintanya lagi.
"GAK MAU! MAUNYA BAKSO!"
"Salah satu efek dari konsumsi bakso yang tidak sehat bagi ibu hamil termasuk juga jika cara pembuatan baksonya menggunakan bahan pengawet, ini tentu bisa membahayakan kesehatan janin. Termasuk juga jika saat membuat kuah diberikan terlalu banyak kaldu bubuk, perasa atau monosodium glutamate (MSG)," katanya cemas.
Oke, otakku traveling. Ini maksud ucapannya apa? Tolong jelaskan padaku! Ibu hamil? Telingaku sedang tidak bermasalah 'kan? Dia pikir aku lagi ngidam! Oh, Tuhan. Mengapa Kau hadirkan kepada hamba suami seperti ini? Bahkan kami bersentuhan saja belum pernah, bagaimana bisa hamil, Tuhan?!
Hamba-Mu ini frustrasi!
"Maksud bapak apa, sih? Bapak bicara apa?" tanyaku stress, sungguh stres.
"Apa tadi karena Alya lihat perut bapak yang six pack itu terus bapak mengira Alya hamil, gitu? Gak usah mengada-ngada, Pak!"
"Padahal tadi saya sudah mengira abi kamu bakalan bahagia mendengar berita ini," katanya lesu.
Ini Dokter apa bukan, sih? Masa gejala kehamilan saja dia tidak tahu. Ah, sudahlah! Bicara soal 'kehamilan' membuatku merasa geli.
"Alya udah lama banget gak makan bakso, terakhir kali waktu masa kuliah. Udah lama banget gak sih?" tanyaku pada siapapun yang menjawab, karena kulihat wajah Dokter Dhanu sudah berubah. Aku juga tidak tahu dia kenapa, semoga tidak karena 'hamil' itu.
"Pak? Berhenti di warung bakso depan itu!" tunjukku pada salah satu warung di pinggir jalan, gerimis-gerimis manis ditambah makan bakso dengan kuah pedas. Duh, membayangkannya saja sudah membuatku meneguk saliva.
Mobil berhenti tepat di depan warung, kulirik Pak Suami dan wajahnya masih sama seperti tadi. "Pak!" panggilku. "Bapak kenapa, sih?"
"Hm? S-saya tidak apa-apa, ya sudah turun," jawabnya sambil membuka seat belt miliknya lalu keluar, kami sedikit berlari agar tidak kena hujan.
"Mbak, baksonya dua ya!" pintaku pada penjualnya.
"Siap, Neng!" jawab Mbak itu yang kuduga berumur 30-an.
"Dua?" tanya Dokter Dhanu bingung.
"Iya, untuk Alya dan bapak," jawabku.
"Saya tidak suka makan bakso."
"Sudah, bapak tenang aja. Rasanya itu mantap, sekali coba bapak pasti ketagihan," kataku meyakinkan, pandanganku meneliti setiap sudut ruangan warung ini, pengunjungnya cukup ramai. Kuyakin mereka sama sepertiku ketika membayangkan makan bakso dengan saus sambal yang banyak ditambah asap yang masih mengepul. Sungguh nikmat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Goresan Hati (Terbit)
RandomSetiap orang punya porsi kebahagiaannya masing-masing. Katanya, kebahagiaan akan menghampiri setelah badai datang menerjang diri. Pada akhirnya akan bahagia meski banyak proses yang dilalui. Tapi aku merasa porsi kebahagiaanku tidak sesuai. Mungkin...