Chapter 42

2.5K 288 1
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
___

وَقَدِّمُوا لأنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
⁣⁣
“Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.”

(QS. Al Insan (76) : 3)

🌷🌷🌷











.

.







Pelengkap rumah tangga adalah kehadiran seorang anak di sela-sela kehidupan. Kedatangan sang buah hati yang akan menjadi warna-warni kehidupan untuk ayah dan bunda. Suara tangisnya, tawanya, dan celotehnya akan menjadi pelipur lara dan pelepas penat ayah dan bunda yang lelah seharian bekerja.

Lantas, bagaimana bisa kehadiran sang buah hati ada di tengah-tengah kehidupan jika salah satu pasangan tidak menginginkan? Pasti sulit 'kan? Itulah yang kualami saat ini.

Kehadiran Ayla satu minggu terakhir memang sedikit mengubah bagian dari hidupku, tingkah lucunya, celotehnya, tangisnya, dan tawanya saat menginginkan sesuatu. Aku memang sangat menyukai anak kecil, tapi tidak cukup waktu sebentar untuk pendekatan dengannya, butuh waktu agar kami saling menyayangi.

Dulu, aku memang sangat mengimpikan kehadiran sang buah hati di tengah-tengah kehidupanku saat membangun mahligai rumah tangga. Namun, aku ingin memiliki buah hati dari pria yang kuharapkan, pria yang menjadi impianku di masa depan, bukan pria yang sama sekali tidak menjadi keinginan.

Tuhan, ajari aku bagaimana cara mencintainya.

"Tante Mama, kalo Ayla kemali lagi boleh 'kan?" Ayla menarik ujung gamisku merengek, hari ini gadis manis itu akan kembali bersama Mama dan Papanya. Kehadirannya di satu minggu terakhir membuatku belajar menjadi 'calon ibu'.

"Boleh dong, Sayang. Setiap hari juga boleh," kataku sambil membawanya dalam gendonganku.

"Kalau setiap hari, gempor Mbak anterinnya, jarak Bandung-Jakarta dua jam lebih, loh." celetuk Mbak Dina sambil membereskan barang-barang Ayla ke dalam koper.

"Tapi nanti kalo Ayla kangen sama Tante Mama, Mama mau 'kan antelin Ayla?" pinta Ayla sedih, setidaknya dia akan kesini setiap rindu saja. Kasihan juga Mbak Dina, walau tidak sejauh Yogyakarta-Jakarta, tapi dua jam lebih di dalam mobil pasti membuat bokong panas, itu jika melewati jalan Tol, kalau jalan biasa, bisa mencapai tiga jam lebih.

"Iya, Sayang. Tapi gak setiap hari juga 'kan?" tanya Mbak Dina seraya mengambil alih Ayla dalam gendonganku.

"Iya, Ma."

"Selama di sini Ayla ngerepotin kalian gak?" tanya Mbak Dina.

"Gak kok, Mbak. Ayla anak yang manis dan penurut," jawabku. Pulang dari Dufan kemarin, ntah mengapa malamnya Ayla menangis menyebut nama Mamanya, akhirnya Dokter Dhanu tidak tidur hanya untuk menenangkan gadis manis itu, awalnya aku yang ingin menenangkan Ayla, namun dilarang Dokter Dhanu dan menyuruhku untuk tidur saja. Akhirnya aku menurut, bukankah tugas istri itu hanya satu, taat?

Goresan Hati (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang