Chapter 52

2.5K 302 9
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
___

الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ ،فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ

“Wanita adalah aurat, jika ia keluar maka setan akan mengiringinya.”

(HR. At-Tirmidzi (no. 1173) dan lainnya di-shahih-kan oleh Syaikh Albani)

🌷🌷🌷














.



.






Selama tiga hari belakangan ini, aku disibukkan oleh bumbu dan alat-alat dapur. Ya, belajar memasak. Dokter Dhanu sampai tidak bekerja demi mengajariku agar bisa memasak dengan baik dan benar, ia juga begitu perhatian mengajariku dengan penuh kesabaran yang ekstra. Sudah cukup banyak resep makanan yang bisa kumasak. Mulai dari tomyam, lodeh, tumis kangkung dan beberapa jenis kue. Seperti saat ini, aku dan Dokter Dhanu tengah menikmati cake coklat buatanku sambil menikmati udara pagi di gazebo.

"Enak gak, Pak kuenya?" tanyaku penuh harap, ia tidak ada komentar apapun tentang kue itu. Namun sedari tadi mulutnya tidak berhenti mengunyah sambil membaca ntah buku apa yang tebalnya melebihi atmosfer bumi. Oke, terdengar cukup alay. Namun memang buku yang Dokter Dhanu baca sungguh sangat sangat tebal. Kalau aku yang membacanya mungkin baru dua paragraf sudah tidur.

"Dibilang enak, tidak. Dibilang tidak enak, juga tidak. Rasanya pas, walau sedikit bantat," jawabnya sambil menyesap kopi dengan kacamata bertengger kokoh di hidunya yang bangir. "Tapi layak dimakan, kok. Next time lebih semangat lagi belajar masaknya," lanjutnya.

"Bapak lagi baca buku apa? Tebel banget."

"Buku kamus Kedokteran DORLAND. Kenapa? Kamu mau baca?" tawarnya, aku langsung menggeleng tegas.

"Terima kasih banyak atas tawarannya." Buku itu kutahu setiap edisinya bisa mencapai satu juta, dan kalau tidak salah sudah ada hampir 30 edisi, dan sepertinya Dokter Dhanu sudah memiliki semua edisinya. Hingga jika ditotalkan mencapai tiga puluh juta hanya untuk kamus kedokteran DORLAND. Dokter Dhanu termasuk tipe orang yang tidak sayang jika uangnya habis untuk membeli segudang buku-buku. Bahkan di kamarnya ada perpustakaan pribadi yang isinya hampir ratusan buku-buku ilmiah dan shahih Bukhari-Muslim juga kitab hadits lainnya.

Berbeda denganku yang justru suka mengoleksi novel-novel romance hingga kepalaku isinya kehaluan.

"Biasanya kalau kamu kuliah dulu dan ada free, apa yang kamu lakukan?" tanyanya.

"Biasanya sih nonton, beli makan di luar, main ponsel dari pagi sampe malam, tidur terus tidur lagi dan tidur. Karena tidur adalah hal yang paling menyenangkan bagi kaum rebahan," jawabku sambil membayangkan nikmatnya masa-masa kuliah dulu.

"Waktumu, bahagiamu atau celakamu."

"Maksudnya, Pak?"

Dokter Dhanu meletakkan bukunya di atas meja. "Suatu hari, Syeikh Jamaluddin Alqasimi-salah seorang ulama Syam-melewati kedai kopi menyaksikan orang-orang yang membuang-buang waktu duduk bermain catur dan berbual-bual tanpa makna, maka ia berkata: “Aduhai... sekiranya waktu mereka bisa kubeli niscaya kan kubeli untuk menambah waktuku.”

"Dalam kitabnya Shoidul khatir, Ibnul Jauzi pernah menyebutkan keprihatinannya yang dalam terhadap orang-orang yang membuang-buang masanya dipinggir-pinggir jalan, maupun ditepian sungai Tigris dan Eufrat berbual-bual menghabiskan umur, beliau menyebutkan bagaimana guru beliau Abul wafa Ibn Aqil alhambali yang begitu menghargai waktunya. Ia berkata tentang gurunya: “kudapati dalam catatan guruku ia menulis, tidak halal bagiku menyia-nyiakan waktuku walau sesaat. Bilamana lisanku sudah kelu untuk mengulangi hafalan ataupun berdiskusi tentang ilmu, mataku tak mampu lagi untuk membaca, maka aku akan gunakan akalku untuk berfikir di atas pembaringanku, hingga akhirnya aku takkan bangun di pagi hari kecuali telah ada bahan untuk kutuliskan sebagai buah fikirku tadi malam untuk menjadi buku yang bermanfaat.”

Goresan Hati (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang